****
Sudah dua tahun Sobar umurnya. Meski dua tahun, tubuh anak itu terlihat bongsor. Saat belum menginjak usia 2 tahun, Sobar terlihat kuat minum susu ibunya. Makanan tambahan yang diberikan pun dilahapnya dengan antusias.
Suatu hari, menjelang maghrib, Siti Nurjanah duduk di ruang tengah. Di sampingnya, Sobar tergeletak tidur. Bayi mungil itu sepertinya terlelap. Hening suasana membekap rumah itu. Semilir angin sore terkadang menggoyangkan daun-daun yang berada di luar. Suasana desa yang sudah sepi bertambah lengang ketika awan hitam mulai terlihat punggungnya.
Tatapan Siti Nurjanah kosong. Wajahnya beku. Dirinya membisu, diam, tak bergerak. Bila tubuhnya mematung, lain halnya dengan jiwanya. Sel-sel pikirannya seolah sedang bertarung kuat. Entah apa yang menyebabkan sel-sel pikirannya itu tersulut.
 "Aku sebenarnya siapa?" sebuah pertanyaan muncul dalam otaknya.
"Siti Nurjanah atau Sarmini?"
"Ibuku Raden Ayu Sulastri dan ayahku Raden Mas Sumoko memberi namaku Sarmini."
"Aku pun bergelar Raden Ayu Sarmini."
"Tetapi mengapa aku menjadi Siti Nurjanah?"
"Oh tidak."
"Nama itu bagus tetapi belum masuk dalam hatiku."
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134