Mohon tunggu...
Ardi Winangun
Ardi Winangun Mohon Tunggu... Wiraswasta - seorang wiraswasta

Kabarkan Kepada Seluruh Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Para Penggali Kubur

7 Februari 2022   11:41 Diperbarui: 7 Februari 2022   11:43 2304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tolong yang lain bisa membantu Mas Sobar."

Mereka bahu membahu membongkar makam itu, terlihat muka keluarga Pak Ramelan yang hadir di makam itu cemas. Setelah cangkul mengayunngayun dan sekop naik turun, makam itu terkuak. Jenazah belum terlihat sebab papan kayu masih menutupi liang lahat. Pada detik-detik itulah suasana tegang kembali. Mereka ada yang berpikir, jenazah tak ada sebab telah meninggalkan tempat itu untuk gentayangan.

Pak Modin pun turun ke dalam lubang kubur, didampingi pihak keluarga. Setelah membaca doa, papan kayu yang yang menutupi liang lahat dibuka. "Blakkk..." Suara papan kayu itu terangkat. Begitu dibuka, terlihat jenazah yang masih utuh membujur di tempat itu. Semua bersyukur sebab tidak ada tanda-tanda yang aneh pada mayat itu.

Tanpa banyak membuang waktu, tali-tali kaffan yang masih terikat langsung dilepas. Setelah dilepas, Pak Modin mengamati kembali, apakah masih ada tali yang belum dibuka. Yakin semua sudah terlepas, papan kayu itu dikembalikan seperti asalnya sehingga liang lahat yang menyimpan jenazah Pak Ramelan itu tertutup kembali.

Sebelum meninggalkan lubang kubur, ia memanjatkan doa. Doa berakhir, ia melompat meninggalkan lubang kubur. Pihak keluarga Pak Ramelan pun demikian.

"Silahkan Mas Sobar untuk menguruk kembali lubang kuburnya," ujar Pak Modin.

Sobar dan yang lain bahu membahu menguruk kembali lubang kubur itu.

****

Di perbatasan desa, nampak ratusan pemuda saling berhadap-hadapan. Para pemuda itu ada yang membawa clurit, klewang, pedang, samurai, ketapel, linggis, bahkan ada senjata rakitan. Jarak sepuluh meter diantara dua kelompok pemuda itu terlihat batu bata dan batu kali yang berserakan. Sepertinya batu bata dan batu kali itu habis dibuat untuk saling lempar.

"Hoi kalau berani maju!" ujar salah seorang pemuda bertubuh gempal sambil mengayunayunkan klewangnya. "Nyalimu ciut ya!" balas pemuda di seberangnya sambil menunjukkan linggisnya yang panjang.

Saling umpat dan ejek pun semakin seru di antara dua kelompok pemuda dari dua desa yang berbeda itu. Dua kelompok pemuda itu sudah sering bentrok hanya gara-gara masalah sepele. Meski bentrokan itu selalu memakan korban jiwa namun mereka tidak pernah kapok melakukan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun