Mendapat pertanyaan itu, Pak Sasmito terhenyak. Dirinya diam. Sepertinya ia tidak tahu kapan jenazah Dorki dan Tora dikebumikan. Ia mengalihkan perhatian. "Sudah kita makan dulu," ujarnya. Kebiasaan di desa adalah, pihak keluarga yang anggotanya meninggal dunia, ia mempersiapkan nasi kepada para penggali kubur. Nasi itu dikirim ke pemakaman selepas penggalian lubang kubur selesai.
Sebab mereka lapar, karena tenaganya dihempaskan untuk mengeruk tanah, maka mereka butuh energi baru. Untuk itu, makanan yang disodorkan kepada mereka langsung dijamah dan segera disantapnya. Mereka menikmati makanan yang isinya tahu, tempe, sambal, dan sedikit sayuran itu. Teh yang berada di teko pun diguyur ke gelas-gelas yang tersedia. Dari gelas itulah teh manis itu ditegukkan ke mulut untuk membasuh keringnya tenggorokkan.
Satu persatu kesebelas orang itu menghabiskan makanan yang dibuat untuk mereka. Wajah-wajah yang sebelumnya lemas dan loyo kembali menjadi trengginas. Perubahan itu terjadi setelah energi diasupkan kepada mereka.
Angin semilir yang berhembus di pemakaman Jeruk Parut hampir menidurkan mereka. Rasa kenyang yang membebani perut menambah rasa kantuk semakin berat dipikul. Di antara melek dan merem, tiba-tiba ada seseorang menghampiri mereka. Orang itu membisiki Pak Sasmito. Mendapat bisikan itu, Pak Sasmito mengangguk.
"Anak-anakku semua, siap-siap ya," ujar Pak Sasmito.
"Sebentar lagi jenazah akan tiba."
Mendengar apa yang dikatakan, semuanya menjadi tegang. Kecuali Sobar, mereka baru pertama kali menggali lubang kubur sehingga mereka was-was, cemas, dan takut. Mereka masih merasa ngeri dan takut melihat jenazah yang dikaffani. Apalagi film-film yang sering di putar di lapangan desa, layar tancap, berkisah tentang pocong dan setan lainnya. Dalam film tersebut, ada adegan bagaimana orang yang sudah meninggal dunia, hidup kembali. Sosoknya menjadi pocong yang tak hanya gentayangan namun juga menghisap darah manusia.
Di tengah rasa cemas dan takut, dari kejauhan terlihat iring-iringan jenazah. Biasanya dalam iring-iringan itu terdapat satu keranda namun kali ini dua keranda. Banyak orang mengiringi dua keranda itu. Di depan keranda, orangtua Dorki dan Tora didampingi oleh keluarga. Mereka dirundung kesedihan yang begitu mendalam. Saudara mendamping mereka untuk memberi motivasi dan petuah kesabaran. Dengan motivasi dan petuah kesabaran itulah yang bisa menenangkan hati dan pikiran orangtua Dorki dan Tora.
Setelah iringi-iringin jenazah itu melewati makam yang lain, dengan menerabas atau melangkahi, akhirnya tiba di tempat di mana kedua jenazah itu akan diistirahatkan untuk selama-lamanya. Isak tangis dari orangtua Dorki dan Tora serta saudaranya membuat suasana mengharukan. Teman-teman sekolah yang ikut mengantar jenazah juga menunjukkan perasaan yang sama, kehilangan.
Setelah keranda diturunkan dan kaki-kakinya menancap di tanah, kain penutup keranda yang berwarna hijau itu dibuka. Entah pikiran apa yang ada di otak para pelayat setelah melihat dua jenazah yang dibalut kain kaffan membujur kaku.
Pastinya suara tangis dari orang-orang yang mencintai semakin deras terdengar. Orang terdekatnya pun kembali menenangkan agar mereka iklhas dan tabah ditinggal pergi untuk selamanya.
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134