"Pastinya sudah dong Ra, seorang Seli mana mungkin tidak mengerjakan tugas. Hahaha." Jawabku.
"Mana coba lihat?"
Masih dengan wajah angkuh aku mulai membuka tas untuk mengambil buku pelajaran bahasa indosesia. Tanganku mulai meraba-raba isi tas, wajahku yang tadinya angkuh seketika berubah menjadi pucat dan berkeringat dingin.
Sementara itu di depanku Raib mulai menahan tawa melihatku yang panik  mencari buku PR itu.
"Jangan bilang buku kamu keting-"
"HUWAAA! BUKUNYA KETINGGALAN!" potongku.
Tawa Raib seketika pecah. Aku termenung ketika mengingat buku PR ku ada di atas meja belajar bekas kemarin mengerjakan dan belum sempat aku masukkan ke dalam tas. Gara-gara takut terlambat, aku pun jadi buru-buru dan melupakan buku PR yang ada di atas meja belajar.
Selama jam pelajaran aku berkeringat dingin, takut jika ibu guru meminta untuk mengumpulkan tugasnya. Tapi sepertinya hari ini dewi fortuna berpihak kepadaku, ia tidak membahas tentang tugas dan melanjutkan pelajaran ke bab yang baru. Akhirnya aku bisa bernapas lega.
***
Sepulang sekolah kami bertiga memutuskan untuk main ke rumahnya Ali. Rumah berbentuk layaknya kastil megah dengan luas hampir 2 hektar. Kedua orang tua Ali adalah pengusaha di bidang perkapalan, tak heran jika mereka sangat kaya bahkan mereka menempati kedudukan orang terkaya ke 2 di Indonesia. Aku sempat mengira bahwa Ali dan keluarganya adalah Vampir atau Dracula karena meraka tinggal di Kastil. Tapi ternyata dugaanku salah, Ali dan keluarganya masih manusia dan aku merasa lega.
"Wah, Tuan Muda Ali membawa teman kerumah lagi. Saya merasa senang, ternyata kalian masih mauberteman dengan Tuan Muda." Ucap salah satu pelayang di rumah ini saat kami tiba di depan pintu masuk. Ali mendengar itu hanya mendengus sebal.