"Dia pasti baru saja pulang kerja."
"Mungkin saja."
Ali kembali ke samping kami, sekarang dia mulai mengutak-atik jam tangannya.Â
"Sepertinya perjelanan kita di tempat ini sudah cukup, kita lanjutkan lagi ke destinasi berikutnya." Ucap Ali yang masih fokus pada jam tangannya.Â
"Kita akan pergi dari sini menggunakan lorong waktu itu lagi? Yang benar saja Ali, masa aku harus merasakan terlempar keluar untuk yang ke dua kalinya? Apa tidak ada cara lain?" Protesku.Â
"Maaf Seli, hanya itu jalan satu-satunya."
"Sabar ya Seli, saat tiba aku akan langsung menangkapmu agar kau tidak terhuyung lalu jatuh." Ucap Raib sambil mengusap-usap punggungku.Â
Aku menggeram sebal, "Mengapa hanya lorong waktuku saja yang rusak? Dan kenapa lorong waktu yang kalian naiki nyaman-nyaman saja tidak ada guncangan."
"Hahaha, sepertinya kau sedang tidak beruntung Seli. Sudahlah Terima saja." Ucap Ali yang membuatku semakin kesal.Â
Tiba-tiba dari jam tangan Ali keluar proyeksi 3D yang memuat peta dari seluruh tempat. Dan disana ada 3 titik berwarna merah yang berkumpul berdekatan. Sepertinya 3 titik itu adalah lokasi kami bertiga berada, semacam GPS.Â
Ali menekan salah satu tempat, "Baiklah kita pergi sekarang, aku sudah muak mendengar tangisan Hoegeng bayi. Kalian sudah siap?" Kami berdua mengangguk.Â