"Mengapa? Apa ada alasan tertentu?"
Soeharto menghela napas panjang, "Sudah saatnya kau beristirahat Hoegeng, sudah cukup jasa mu di sini. Kau juga semakin tua, sudah waktunya untuk pensiun. Kami akan melakukan regenerasi."
"Baiklah jika itu alasannya, saya akan menerimanya." Ucap Hoegeng sopan, menerima lapang dada.Â
"Bagaimana jika kau menjadi Duta Besar saja?" Tawar Soeharto.Â
Hoegeng menggelengkan kepala, menolak tawaran itu.Â
"Saya menolak penugasan sebagai Duta Besar di luar negeri, karena saya merasa tidak capable untuk tugas itu."
"Saya mau memikirkan keluarga dulu. Kedua anak saya masih sekolah dan jika saya keluar negeri, pendidikan mereka bisa kacau."
Soeharto mampu menerima alasannya tersebut, Hoegeng dipersilahkan pergi. Kami pun sama meninggalkan ruangan ini.Â
Kami duduk di tangga-tangga pintu masuk istana negara. Bisa di lihat dari raut wajah Ali dan Raib bahwa kini otak mereka di penuhi oleh berbagai macam pertanyaan. Sebelum mereka mencecarku dengan berbagai macam pertanyaan, aku berinisiatif untuk menceritakannya lebih dahulu.Â
"Pada tahun 1968, Soeharto mengangkat Hoegeng menjadi Kepala Polri menggantikan posisi dari Soetjipto Yudodihardjo. Pada masa itu, berbagai kasus penyelundupan merajela."
Mereka menoleh kearahku dan menyimak, "Yang paling terkenal adalah kasus penyelundupan mobil mewah yang di dalangi oleh Robby Tjahyadi atau Sie Tjie lt. Pada tahun 1971, beliau mengumumkan keberhasilan nya dalam membekuk penyelundupan mobil mewah seperti yang kita lihat tadi di Pelabuhan Tanjung Priok. Dan mobil-mobil itu di masukkan dengan perlindungan tentara."