"Baiklah, aku akan menekannya."
Ali pun menekan salah satu tombol dan kami bertiga langsung menghilang. Aku kembali terhisap ke lorong waktu, seperti biasa lorong ini tidak stabil dan berguncang lumayan kencang. Hai ini membuat kepalaku terasa pusing. Aku kembali melihat cahaya putih dan itu adalah pintu keluarnya.Â
Tubuhku terlempar keluar lumayan kuat, untung saja Raib dengan sigap menangkap ku seperti yang dia bilang sebelumnya.Â
"Kau baik-baik saja Seli?" Tanya Ali.Â
Dengan wajah kesal aku menjawab, "Apakah seseorang yang terhempas keluar dari lorong waktu yang penuh goncangan itu bisa di bilang baik-baik saja? Tentu tidak Ali!"
Ali tertawa, ia memilih untuk diam tidak melanjutkan percakapan. Aku melihat kesekeliling lingkungan ini. Kami sudah tidak berada di rumah sakit lagi. Sekarang kami berada di sebuah lapangan yang di pinggir nya banyak sekali rumah warga. Ada juga anak-anak kecil yang sedang bermain bola.Â
Ada satu anak yang menarik perhatianku, ia berbadan cukup gempal. Anak sebaya mengoperkan bola padanya, ia yang menerima bola itu pun langsung menendangkannya ke arah gawang berusaha mencetak gol, namun bola itu melambung cukup jauh dari gawang da mengenai Ali.Â
"Aduh! Tendang yang bener dong! Kena orang nih! " Kesal Ali.Â
"Untung saja bola itu menembus tubuhmu Ali, coba saja jika tubuh kita tidak tembus mungkin kepalamu akan benjol sebesar biji salak."
Ali mengangguk membenarkan perkataan Raib, "Kau benar, untung saja menembus. Tapi, tetap saja itu membuatku terkejut."
"Kau berteriak sekeras apapun untuk memaki anak itu, percuma saja. Dia tidak bisa mendengarmu, buang-buang tenaga saja."