Ali mengguncang-guncangkan tubuhku, "Lepaskan! Bagaimana aku bisa bercerita sementara badanku saja masih kau guncang-guncangkan."
Ia melepaskan tubuhku dan tersenyum tanpa dosa. Kami pun memilih untuk duduk di kursi-kursi bekas mereka berdiskusi. Ali terus saja mendesak ku untuk bercerita.Â
"Baiklah, aku akan mulai ceritanya."
Aku menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan tenaga sebelum bercerita panjang lebar.Â
"Jadi Kepala Reskrim di Sumatra Utara adalah tugas beliau yang kedua dan hal itu menjadi batu ujian baginya. Karena, daerah ini sangat terkenal dengan penyelundupannya."
"Pantas saja para orang-orang ber jas tadi mau memberikan Pak Hoegeng rumah dan mobil secara cuma-cuma. Ternyata ada udang di balik bakwan."
Raib menjitak kepala Ali, "Ada udang di balik batu! Bukan di balik bakwan!"
"Lanjutkan Sel, tak usah pedulikan Ali."
Aku mengangguk, "Setelah beberapa lama ia tinggal di hotel, akhrinya rumah dinas beliau sudah siap. Saat tiba di rumah dinasnya, ternyata rumah itu sudah di isi oleh banyak perabotan. Entah di isi oleh siapa, tapi aku curiga yang mengisinya adalah pada cukong judi yang tadi. Tapi ini hanya dugaanku saja, bisa benar dan bisa salah."
"Apa ada sesuatu yang terjadi di rumah dinas beliau?" Tanya Ali.Â
Aku dan Raib hanya mendiamkannya saja, hal ini membuatnya kesal.Â