"Pasti mobil dari Sekretariat Negara lebih bagus dari pada mobil jip dinas dari kepolisian itu."
"Yah mau bagaimana lagi Ali, itulah sosok Pak Hoegeng. Dia sangat sederhana."
Setelah bercerita panjang lebar, kami pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Seperti biasa, aku kembali melewati lorong waktu yang menyebalkan itu. Setelah beberapa kali terhempas keluar dengan kuat, aku mulai bisa mengatasinya.Â
Kami muncul di sebuah pelabuhan tepatnya di atas kotak-kotak kontainer. Di bawah sana banyak sekali tentara yang berjaga, terdapat juga banyak mobil-mobil mewah yang sedang di masukkan kedalam kontainer.Â
"Ternyata ini bentuk Pelabuhan Tanjung Priok di masa lalu. Terlihat cukup kuno. Eh, apa yang terjadi di bawah? Kenapa banyak tentara yang berjaga? Mobil-mobil merah itu mau di kemanakan? Dan menga-"
"HHMMPPHHH!!"
Aku membekap mulut Ali yang sangat cerewat ini, "Berisk Ali, kau banyak tanya sekali. Kami pun tak tahu apa yang sedang terjadi di bawah sana."
"HEPPPHHAAASINNN AAKKHUUU THHIIDAK HIISAA NAHHAAASHP."
"Seli, sudah cukup. Lepaskan Ali, dia bisa mati kekurangan oksigen."
Aku menarik kembali tanganku yang penuh jigong Ali lalu mengelapkannya pada baju Raib.Â
"Itu sangat menjijikkan Seli."