Aku mendudukkan diri di pembatas jalan, " Itu nama panggilan kecil Pak Hoegeng."
Mereka ikut duduk di sampingmu bersiap untuk mendengarkan penjelasan panjang lebar dariku.Â
"Ketika kecil, oleh orang-orang sekitarnya Pak Hoegeng di panggil Bugel. Bugel artinya gemuk, namun lama-kelamaan mereka mulai memanggilnya Bugeng dan pada akhirnya berubah menjadi Hugeng. Sebenarnya nama pemberian dari ayahnya adalah Iman Santoso, tapi karena nama kecilnya itu sangat melekat akhirnya ia menambahkan nama kecilnya menjadi Hoegeng Iman Santoso."
Raib menggelengkan kepala tak percaya, "Ternyata itu benar Pak Hoegeng kecil."
"Ngomong-ngomong, Seli. Kau sudah seperti pemandu wisata saja bagi kami."
"Hahahah."
"Terserah kau saja Ali."
Setelah di pikir-pikir, ucapan Ali ada benarnya juga. Aku sudah seperti pemandu wisata yang ada di tempat-tempat bersejarah. Menjelaskan pada pengunjung apa yang pernah terjadi di tempat ini. Hanya saja bedanya mereka menerima gaji sedangkan aku tidak."
Aku melanjutkan ceritaku sedikit lagi, "Pak Hoegeng mengenyam pendidikan di beberapa daerah yang berbeda. Setelah sekolah di HIS dan Mulo Pekalongan, dia belajar lagi di AMS A Yogyakarta."
"Pantas saja dia pintar, kerjaannya belajar terus tidak seperti dirimu Seli yang kerjaannya sibuk nonton drakor." Celetuk Ali, rasanya saat ini juga aku ingin sekali menjitak kepalanya.Â
"Sudah-sudah, lanjutkan ceritamu Sel. Aku penasaran."