Mohon tunggu...
SofialWidad
SofialWidad Mohon Tunggu... Penulis - Latahzan innalloha ma'ana

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin Instagram : _sofialwidad

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Di Titik Rata-Rata

29 Maret 2021   12:13 Diperbarui: 30 Maret 2021   08:38 2102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Masa Yusa tertawa. “pokoknya banyaaaaak!” jawabnya. “jadi, kesimpulannya…. Jaga hatimu jangan sampai kamu ikut-ikutan naksir dia juga…… oke? Suka sama Erwin boleh-boleh saja, ta-pi ja-ngan sam-pai nak-siiir! Dia berbahaya buat gadis kecil yang manis kayak kamu. Jatuh cinta sajalah sama anak SMP seumuran kamu. Lebih aman gitu!”

Aku menjulurkan lidah dengan sebal dan meninggalkan mas Yusa, kembali bergabung dengan mama dan mas Erwin di beranda depan.

Diam-diam kuawasi mas Erwin lebih seksama. Memang ganteng sih. Tingginya kurasa tak jauh beda dari kakakku, tapi tubuh mas Erwin lebih padat…. Lebih berotot. Wajahnya ramah dan terbuka, tapi sekaligus berkesan misterius. Mirip Matt Damon! Sedikit bekas jerawat dari sisa masa remaja menghiasi pipinya, dan menurutku malah membuatnya kelihatan makin jantan dan keren. Senyumnya yang tersungging miring tak terlihat sebagai kekurangan, tapi justru menjadi daya tarik khas. Lalu, walau menurutku wajah mas Yusa masih lebih tampan, mas Erwin punya sesuatu yang tak dimiliki kakakku. Kakakku cenderung pendiam, tenang, lembut, dan kehadirannya terasa menentramkan-setidaknya bagiku-sementara mas Erwin…. Bagaimana aku harus melukiskannya? Pembawaannya yang supel adalah daya pikat yang membuat mas Erwin sepertinya bisa jadi bintang dimana saja ia berada. Kehadirannya seperti lampu yang tiba-tiba menerangi ruang hatiku yang semula gelap dan sepi…

Oh , tidaaaak…… kok aku bisa mendadak sok puitis gini sih? 

“pipimu kenapa, Alit? Kok tiba-tiba merah gitu? Kamu demam, ya ?” Tanya mama tiba-tiba. “Aduh, kamu memang demam, alit!” lanjut mama panic, sambil meraba dahiku.

Aku menyeringai salah tingkah. Terlebih waktu mas Erwin tahu-tahu ikut-ikutan meraba dahiku untuk memastikan kebenaran diagnosis mama.

Selama beberapa waktu susudah itu, tiap mendengar istilah jatuh cinta, yang terpikir olehku adalah :

Meriang, Menggigil, Merinding, Jatuh cinta sama dengan….. demam !

3

Biar Tuhan yang Jawab

Mas Yusa sudah lulus kuliah dan sementara ini bekerja di Kantor konsultan milik mantan kakak kelasnya, jadi aku jarang punya kesempatan berduaan dengannya siang-siang. Baiasanya aku bengong saja di ruang keluarga rumah Ninik, pinginnya sih nongkrong di beranda belakang mengintip para mahasiswa yang kos di deretan kamar di belakang sana, tapi tentu saja tak kulakukan. Kan konyol banget mengintip para cowok yang juga sedang mengintipku! Lagi pula Ninik bilang, kelakuan para cowok di halaman belakang sana jadi agak ajaib sejak aku datang. Seliweran melulu dekat-dekat rumah induk tempat ninikku tinggal ditemani dua pembantu plus seorang sopir.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun