Mohon tunggu...
SofialWidad
SofialWidad Mohon Tunggu... Penulis - Latahzan innalloha ma'ana

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin Instagram : _sofialwidad

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Di Titik Rata-Rata

29 Maret 2021   12:13 Diperbarui: 30 Maret 2021   08:38 2102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Ah, tapi mungkin istilah yang tepat untuk apa yang sedang kurasakan sekarang bukan déjà vu. Mungkin lebih tepatnya, ini kilasan kenangan ah, tentang ingatan. Cuaca sore ini mirip sekali dengan yang terjadi beberapa tahun lalu, saat mas Erwin mengajakku ke Telaga menjer……

“cuaca kayak waktu kita ke menjer dulu ya, Lit…..” gumam mas Erwin saat kami sudah berda di mobil mas Hans, meluncur lamban meninggalkan hotel menuju jalan raya.

Aku menoleh terkejut. “aku baruuuuu aja mikir gitu, mas!” kataku cepat.

“oh ya? Kalau gitu kita nyambung dong.” Sahut mas Erwin sambil menoleh dan tersenyum hangat.

Dan bukan cuman itu. Tadi waktu aku ingin pergi mengetuk pintu kamarmu…. Kau lebih dulu mengetuk pintuku, sayang!

6

Serindu Apapun Ia Takkan Kembali

Enam bulan berlalu sejak semuanya selesai dan setelah terjadinya perpisahan berulang-kali dengan orang-orang terpenting dalam hidupku. Sejak aku terakhir membaca e-mail mas Erwin. Enam bulan atau malah lebih dari itu lamanya, akan tetapi semuanya masih tersimpan rapi dalam ingatan. Terkadang aku ingin amnesia saja akan semua yang telah terjadi, tak tau berapa lamanya kisah usang itu berlalu tapi ingatan tetaplah ingatan, sedikit saja tersentuh dengan barang, suasana, tempat seolah semuanya terulang-ulang seperti  yang siap berputar-putar tanpa bisa ditemukan ujungnya.

Berbualan-bulan yang telah lalu terasa cepat sekali, tapi kali lain terasa lambat. Kadang aku kangen setengah mati pada mas Erwin, terkadang aku merasa semuanya baik-baik saja. Seolah kerusakan, keputusan dalam hubungan itu tak pernah terjadi. Tapi waktu menyadarkan bahwa semuanya telah usai, oh Tuhan kenapa seperti ini.?

Semuanya tak langsung kusadari pada hari-hari pertama setelah kematian mas Erwin, yang tejadi hanya tujuh bulan setelah lelaki itu terakhir kali mengunjungiku. Itu baru kusadari kini-beberapa minggu sesudah pemakaman- mas Erwin-saat aku dan mas Yusa duduk berdua di ruang duduk kami yang lapang dan sama-sama bersimbah air mata lantaran kesakitan menanggung kehilangan atas lelaki yang kami sayangi… lelaki yang dengan cara apa pun tak akan pernah kami temui lagi di dunia.

Aku tidak yakin betul apakah aku menangis atau tidak pada hari mas Yusa mendadak pulang jam sebelas siang untuk memberitahuku dengan hati-hati sekali bahwa sahabatnya meninggal dunia. Aku hanya ingat mas Yusa tidak menangis. Dengan muram mas yusa kemudian mengajakku pergi entah ke mana mengendarai mobilnya, lalu membimbingku mendekati jenazah pria yang terbaring di ruang tengah sebuah rumah luas yang penuh isak tangis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun