Mohon tunggu...
SofialWidad
SofialWidad Mohon Tunggu... Penulis - Latahzan innalloha ma'ana

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin Instagram : _sofialwidad

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Di Titik Rata-Rata

29 Maret 2021   12:13 Diperbarui: 30 Maret 2021   08:38 2102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Tak ada yang keberatan.

Mas Erwin bilang, sebelum makan betulan, kami bisa makan pemandangan.

Sambil menunggu pesanan makanan kami tiba, mbak Ava dan mas Yusa berjalan-jalan di taman belakang restoran, meninggalkan aku berdua saja dengan mas Erwin.

“gimana kalua kita kuntit mereka? Tanya mas Erwin. Matanya mengawasi kakakku dan kekasihnya yang kini sudah mojok di salah satu gazebo. “nggak lucu kalau mereka macam-macam disini!” lanjutnya jail.

Aku nyengir. “memangnya mereka bisa ngapain sih di gazebo yang nggak ada dindingnya kayak gitu?”

“kamu nggak kenal abangmu, lit. dia bisa ganas juga lho! Bisa nggak peduli tempat dan waktu kalau kumat!”

Aku tertawa, tapi lalu ikut bangkit saat mas Erwin bangkit meninggalkan meja makan. Berdua kami berjalan menuju tempat mbak Ava dan kakakku sedang mengobrol. Ngobrol dengan sopan. Meraka duduk dengan jarak yang cukup untu diisi oleh mas Erwin, aku, dan seekor gajah.

“Duduk di sini saja, lit.” kata mas Erwin saat akhirnya kami tiba di bangku taman, kira-kira sepuluh meter jauhnya dari tempat kakakku berada. Tangan mas Erwin menyingkirkan beberapa biji dan daun pinus yang rupanya jatuh tepat di atas bangku taman. “NAH, INI BARU JARAK IDEAL., ALIT! DARI SINI KITA BISA MENGAWASI MEREKA DENGAN BAIK TANPA TERLALU MENGGANGGU PRIVASI MEREKA!” lanjut mas Erwin sekeras-kerasnya, pasti disengaja agar mbak Ava dan mas Yusa bisa mendengarnya.

Mbak Ava dan aku tertawa. Mas Yusa mengacungkan tinju.

“capek?” Tanya mas Erwin saat kami sudah duduk bersebelahan. Bangku itu kecil, jadi yang bisa diselipkan dia antara mas Erwin dan aku cuman kucing, bukan gajah.

“nggak, aku senang kok.” Sahutku sambil mengagumi pemandangan. Di depanku tampak sosok gunung-kata mas Erwin namanya Gunung Sumbing-membentang sejauh mata memandang. Petak-petak tanaman hijau muda membuat lereng gunung terlihat seperti mozaik. Kata mas Erwin, penduduk Kledung bertani macam-macam : sayuran, tembakau, the, dan jagung. Padi ada juga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun