Mohon tunggu...
SofialWidad
SofialWidad Mohon Tunggu... Penulis - Latahzan innalloha ma'ana

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin Instagram : _sofialwidad

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Di Titik Rata-Rata

29 Maret 2021   12:13 Diperbarui: 30 Maret 2021   08:38 2102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Aduh, sudah dong….. Aku jadi gak tenang nih kalau kamu nangis terus gini!” bujuk mas Yusa. “orang memang harus jauhan sekali-kali, Alit. Nggak mungkin bisa deket terus selamanya. Aku juga sedih harus jauh dari kamu, tapi aku pingin sekali sekolah disana. Nabi aja bersabda, kita harus belajar terus menerus walau sampai ke Negeri China. Nah, aku kan nggak pergi sejauh itu. Aku Cuma mau ke Jogja……”

Pada akhirnya setelah sadar bahwa tangis dan rengekanku tak bisa mencegah mas Yusa pergi ke Jogja, aku memutuskan mengikhlaskannya.

Tentu saja aku merasa sangat kehilangan. Hatiku terasa sesak karena harus berpisah dengan satu-satunya saudara kandung yang kumiliki. Terlebih lagi, bagiku mas Yusa bukan sekedar saudara. Bisa dibilang, dalam masa kanak-kanakku mas Yusa adalah segalanya: pembela saat aku diomeli yang mulia mama, bodyguard saat aku harus pergi agak jauh dari rumah, tukang ngomel waktu aku lelet mengerjakan PR, dan tentu saja pahlawan panutan yang bagiku lebih keren daripada superhero mana pun.

Masa Yusa yang ganteng juga ditaksir nyaris oleh semua teman sekolahku yang pernah berkunjung ke rumahku…. Sesuatu yang bikin aku benar-benar bangga jadi adiknya, sekaligus kurasa juga-walau aku tak akan pernah sudi mengakui ini pada mas Yusa-satu-satunya alasan mengapa aku cukup popular di kalangan teman-teman gadisku semasa SMP. Semua cewek sepertinya berebutan menyenang-nyenangkanku hanya agar bisa kuajak ke rumah…. Demi melihat kakakku walau hanya sekilas!

Syukurlah walaupun aku benar-benar merasa kehilangan, mas Yusa mengobati kangenku dengan menepati janjinya. Dia sering menelpon dan dengan sabar selalu meluangkan waktu untuk mendengarkan curhatku. Dia juga benar-benar pulang dua bulan sekali, dan sering kali tan sendiri.

Usiaku tiga belas tahun waktu mas Yusa pulang dari Jogja berdua dengan mas Erwin, temannya yang kos di rumah Ninik. Usiaku tiga belas tahun waktu aku jatuh hati untuk pertama kali, jatuh hati tanpa kuhendaki…. Tanpa sungguh-sungguh kusadari.

2

Meriangnya Cinta

Makan malam kali ini benar-benar istimewa. Jauh lebih menyenangkan daripada hari-hari biasanya. Kalau biasanya hanya papa, mama, dan aku yang duduk mengelilingi meja makan, kali ini mas Yusa dan mas Erwin, temannya. Mereka tak sekampus, tapi mas Erwin kos di rumah Ninik sehingga hubungan mereka sangat dekat. Meja makan jadi terasa lebih meriah dengan kehadiran mereka.

“Nambah mannya, Erwin?” mama menawari saat dilihatnya piring mas Erwin sudah kosong.

“Wah, sebenarnya msih mau, tante…. Sayang perutku sudah nggak muat!” sahut mas Erwin dengan tampang penuh penyesalan. “Masakan tante enak sekali! Pantesan Yusa susah makan di Jogja. Yang istimewa masakan tante nggak ada di sana sih!”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun