Namun lagi-lagi Henry hanya diam saja. Aku melihat kesedihan di balik raut wajah Mba Lidya saat ini. Tidak hanya kesedihan, tapi penyesalan yang menyiksanya telah terbiasa bersembunyi di balik wajah anggunnya.
Aku masih mencuri pandang memandang wajah Mba Lidya, Henry malah mendekatiku, berbicara lirih padaku mengajak untuk makan kemudian pulang. Aku semakin tidak enak pada Mba Lidya karena sikap Henry yang seperti ini.
"Mba, maaf ya.. Saya mau makan dulu.. Mba Lidya sudah?"
"Oh iya iya Mel, Saya sudah tadi. Kamu makan aja dulu sama Mutia sekalian."
Aku pun mengajak Mutia ikut ke meja Henry, melangkah meninggalkan Mba Lidya. "Ayo Mut.." aku menggiring Mutia di sampingku.
"Mari Mba.." kami kompak berpamitan pada Mba Lidya.
Dia pun tersenyum dan menyahut ramah, "Iya.."
Karena ada Mutia diantara kami, aku dan Henry lebih baik saling diam sejenak. Tidak perlu ada yang kami bahas di depan Mutia. Hingga kami bertiga selesai dengan makan malam kami, aku putuskan mengakhirinya sekarang.
"Mut, kamu bawa motor?"
"Iya Mel.."
"Hmm.. Hati-hati ya kamu sendirian gitu. Aku duluan ya.. Kayaknya Mas Henry sudah ngantuk tuh. Dia kan mesti nganter aku dulu." aku bicara pada Mutia tapi mataku menatap Henry dengan sedikit sinis.