"Si Faris? Kamu pergi sama siapa?"
"Hmm.. Sama Henry."
"Oh, Mama kira kamu ngga mau pergi sama dia."
"Ya daripada sendiri Ma, aku juga ngga tahu disana Mutia dateng sendiri atau sama siapanya.."
"Jauh? Mau naik motor gitu?"
"Lumayan, di Cawang. Aku lupa nama tempatnya. Iya naik motor aja."
Aku kembali ke kamar setelah menghabiskan makan malam ku. Tidak lupa aku mengunci pintu kamar, karena sekarang aku hendak menyantap bolen pisang pemberian Henry. Ada empat buah. Aku merasa berdosa jika tidak memberikannya satu buah saja pada Mama. Aku putuskan untuk mengambil selembar tisue dan meletakkan satu buah bolen berukuran cukup besar di atas tisue itu. Aku kembali ke hadapan Mama dan memberikannya padanya. Mama sedang asyik nonton, beliau tidak bertanya apa-apa. Hanya mengucapkan terima kasih padaku. Sekarang, aku sudah aman bisa melahap semuanya tanpa merasa berdosa lagi.
Keesokan paginya, aku kembali melakukan rutinitasku seperti biasanya. Namun hari ini aku bertambah semangat, karena malam ini aku akan melihat pengantin. Aku jadi tidak sabar ingin cepat-cepat malam tiba. Diiringi hujan yang masih cukup deras, aku berangkat ke kedai. Semoga saja Sabtu pagi ini jalanan tetap lengang meskipun diguyur hujan.
Namun kenyataannya, seluruh pengendara harus berjalan dengan sangat lambat karena di depan sana ada genangan air cukup tinggi. Tampaknya sepanjang jalan itu telah mengalami kerusakan pipa sehingga saluran pembuangan airnya tidak memadai lagi. Bus kami dapat berjalan normal kembali setelah melalui jalan tergenang yang cukup panjang tadi.
Hujan telah berganti dengan gerimis kecil. Aku dapat tepat waktu sampai di kedai. Lima menit sebelum kedai dibuka. Mutia mengatakan bahwa dirinya juga belum lama tiba. Kami hanya membersihkan sedikit bagian kedai yang kotor lalu langsung membuka operasional kami. Selama belum ada pengunjung yang datang tentu kami menghabiskan waktu dengan mengobrol santai.
Mutia mengatakan bahwa malam ini dia akan pergi ke acara Faris bersama teman dekatnya yang baru. Ternyata sudah sejak satu bulan yang lalu Mutia putus dengan kekasihnya yang bernama Indra. Kini Mutia sedang dekat dengan salah satu teman sekolahnya dulu. Aku dan Mutia memang sangat jarang mengobrol. Aku kira, dia masih berpacaran dengan Indra, yang pernah sempat datang ke kedai dan dikenalkannya kepada kami. Aku tidak menyangka kini dirinya sudah punya gebetan baru.