Aku pun mengenakan helm itu sambil menggerutu, "Ya lihat, masa segede gini ngga lihat. Kamu rajin banget ya bawa-bawa helm dua segala. Ngga ribet naro disitu?!"
Aku telah naik di atas motor Henry, kami sedang dalam perjalanan menuju rumahku.
"Kamu emang selalu bawa helm dua ya?" aku melanjutkan ucapanku sedangkan yang tadi saja belum dijawab oleh Henry.
"Iya.. Buat cadangan aja kalau ada teman yang mau bareng."
"Huah.. Baik banget ya kamu.. Kirain pulang kerja sekalian ngojek."
"Iya sih kadang.." datar sekali intonasinya. Aku jadi tidak dapat membedakan dia sedang bercanda atau serius. Ah.. Biarlah..
"Mel, besok aku jemput ya ke nikahan Faris."
"Hah?" aku masih bingung harus menjawab apa. Ya sudah kalau gitu aku jawab, "Iya deh, tapi kalau hujan gimana?"
"Ya naik taksi, motor ini taro di rumah kamu."
"Hmm, terserah.."
Kalau tidak dengan Henry, sebetulnya aku juga kurang nyaman harus berangkat sendirian. Kalau ternyata di sana aku bertemu Mutia tapi dia malah sibuk dengan pacarnya, sama saja bohong. Aku tetap merasa sendirian. Mau bagaimana lagi? Ya sudah, aku setuju saja pada ajakan Henry.