Mama menghampiri kami ketika aku berteriak memberi tahunya bahwa Henry akan pulang.
"Kok ngga minum dulu, Henry? Buru-buru, cuma sebentar kesininya."
"Iya Tante.. Sebelum hujan gede lagi. Saya pamit ya Tante.." seraya cium tangan pada Mama.
"Iya hati-hati lho, licin di jalan."
"Iya Tante, makasih.."
Henry tersenyum simpul padaku, memberi kode dirinya akan pergi sekarang. Dia menghampiri motornya yang diparkirkan di luar pagar rumah kami. Aku mengikuti langkahnya untuk mengantarnya sampai di pagar. Ku tunggu dan ku amati dirinya ketika naik ke atas motor. Setelah dia mengenakan helmnya, dia mengangguk tanda pamit sekali lagi padaku.
"Hati-hati ya.." hanya itu yang mampu ku ucapkan.
Aku masih tidak habis pikir. Bahwa akhirnya dia masih mau datang kemari menemuiku setelah pertemuan yang sangat garing terjadi baru sore tadi di samping kedai. Aneh sekali rasanya bertemu dengan orang yang sedang kita rindukan. Mungkin semestinya aku sangat senang saat ini. Tapi, ini terasa mengalir begitu saja.
Aku jadi linglung, lupa untuk kembali ke kamar lagi. Aku malah menghampiri Mama yang terlihat sedang menonton televisi sambil selonjoran di atas karpet. Pandangan mataku memang tertuju pada layar televisi, namun lagi-lagi pikiranku mulai kacau.
"Mel, kenapa sih kamu ngga pacaran sama Henry? Dia baik kan?"
"Ya.. Kan buat jadi pacar, ngga cuma harus baik Ma.."