Mba Lidya mengangguk dengan tatapan mata yang sedikit heran seraya kedua tangannya dilipatkan di bawah dadanya. Ekspresinya begitu serius, teliti mendengarkan kata demi kata yang terucap dariku.
"Lho terus, kok belakangan ini juga.. Ya belum lama juga sih ya, kok Saya ngga pernah lihat dia nemuin kamu lagi di sini? Beberapa kali Saya juga lihat kamu pulang jalan sendirian ke depan situ." seraya matanya mengarah pada pagar utama area ruko.
"Iya Mba, kalau itu.. Sekarang kita memang sudah ngga sedekat kemarin-kemarin."
"Lho kok bisa gitu Mel?"
"Maaf ya Mba, dia sudah pernah bilang kalau dia suka sama Saya dan minta Saya jadi pacarnya, tapi Saya ngga bisa Mba kalau lebih dari teman."
"Terus.. Kalian menjauh gini karena kamu nolak dia?"
"Ya, bisa dibilang gitu Mba. Saya sih berusaha biasa aja, tetap pingin berteman. Cuma mungkin, kita masing-masing juga butuh waktu untuk saling ngelupain apa yang ngga mungkin kita terusin bareng lagi."
"Hmm.. Iya juga sih."
"Saya harap dia bisa buka diri lagi Mba, untuk siapa pun orangnya selain Saya."
"Kamu ngga suka Mel sama dia?"
"Hehe, sukanya cuma sebagai teman dekat Mba. Kalau lebih, Saya ngga siap."