Mohon tunggu...
Novia Respati
Novia Respati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Senang menulis dan memasak 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Gadis Barista (Bagian 6 - 8)

30 Desember 2023   06:53 Diperbarui: 19 Januari 2024   16:44 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

"Wah.. Asyik. Makasih ya Mas."

"Oke, aku langsung ya.."

"Cuma ngasih ini? Ngga duduk dulu?"

"Ngga usah deh.. Duduk juga sendiri, kamunya lagi kerja."

Aku hanya mengangguk dan tersenyum padanya mengucapkan terima kasih sekali lagi. Henry lantas membalikkan tubuhnya ke arah pintu hendak melangkah pergi meninggalkan kedai. Namun dirinya malah hampir bertabrakan dengan Mba Lidya yang baru saja datang.

Mba Lidya memang tampak lebih sering menunduk ketika berjalan. Tidak heran jika cara berjalannya yang seperti itu membuatnya tidak menyadari keberadaan orang lain di depannya, apalagi kalau sambil buru-buru jalannya. Sudah pasti kacau jadinya, seperti yang terjadi saat ini. Langkah mereka sama-sama terhenti, kini keduanya berdiri berhadapan. Mba Lidya menepis tatapan matanya dari wajah Henry, dia bergerak maju melintasi sisi sebelah kanan tubuh Henry yang masih mematung di tempatnya.

Hendry menoleh ke belakang, tapi bukan ke arah Mba Lidya. Sorot mata itu jelas tertuju pada diriku. Dia menatapku dengan senyum simpulnya, lalu kembali pada posisinya untuk melanjutkan langkahnya pergi dari kedai. Aku tidak mengerti maksud dari senyum yang dilemparkannya barusan padaku. Apa dia berharap aku akan cemburu melihat adegan yang tidak disengaja itu?

Aku tidak peduli, itu bukan urusanku. Di tanganku kini masih terdapat bungkusan plastik putih yang tadi diberikan Henry padaku. Aku juga tidak sadar kalau aku telah meremasnya terlalu kencang hingga bagian atas plastik itu terlihat sangat lecek. Aku tidak tahu kapan persisnya aku mulai meremas kuat-kuat plastik yang malang itu. Tadinya aku hendak memberikannya saja pada Dion atau Mutia atau juga Eka. Namun kesadaranku telah kembali mengingat bolen pisang adalah kue yang sangat enak dan tentu aku menyukainya.

Oh.. Astaga.. Ada apa dengan diriku? Aku tidak mau menerima Henry untuk menjadi kekasihku, tapi mengapa rasa cemburu mesti terlintas, hadir dalam benakku. Aku juga sudah berjanji pada diriku sendiri untuk dapat mengendalikan perasaanku padanya. Hmm.. lama-lama kehadiran lelaki itu sungguh terasa mengganggu hidupku. Aku jadi tidak pernah berhenti memikirkan dirinya. Untungnya aku masih bisa berkonsentrasi ketika harus membuatkan kopi untuk para pelangganku.

Besok malam adalah acara resepsi pernikahan Faris. Tidak masalah jika harus berangkat sendiri dari rumah. Aku hanya perlu janjian dengan Mutia di lokasi acara. Aku bisa berangkat dan pulang menumpang taksi. Atau.. besok kan papa libur. Apa aku harus minta tolong diantar oleh beliau naik si Dul? Hmm.. Sekalian saja ajak Mama. Jadi, kami bisa kondangan sekeluarga. Astaga..

Dalam situasi seperti ini, ternyata memiliki kekasih juga sangat diperlukan ketika kita hendak ingin pergi kondangan. Atau ingin menghadiri undangan acara lainnya. Setidaknya, agar ada yang bisa menggandeng kita sebagai wanita. Ah.. Sudahlah.. Semoga saja besok malam cuacanya cerah, hujan mau berbaik hati memberikan sedikit pengertiannya untuk acara Faris.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun