Kantor sudah sepi, kawan-kawan sudah pada pulang. Tinggal aku dan Yuna berdua yang stanby di kantor menunggu proses produksi yang belum juga kelar. Bertiga sebetulnya, hanya saja Andi tidak menetap duduk di kursi kantor. Mondar-mandir dia antara kantor dan ruang produksi. Target terselesaikannya proses produksi sore ini menjadi tanggung jawabnya. Sedang aku dan Yuna hanya mengamati kinerja pekerja dari layar monitor komputer, 8 CCTV dipasang di setiap titik ruang produksi yang terkoneksi ke komputer QC (Quality Control).
Sesekali kualihkan ke jendela facebook untuk mengatasi kejenuhan, sesekali juga kupantau microsoft outlook yang waktu itu jadi alat komunikasi grup karyawan via chat. Pemberitahuan pertemanan belum juga berubah, padahal perintah add as friend di akun Restu telah aku klik sejak pagi tadi.
Aku hanya ingin mengucapkan selamat atas kebahagiaan keluarganya, itu saja sebetulnya niatku. Tapi mungkin saja di Aceh yang punya hukum otonomi khusus, punya tradisi takmembolehkan perempuan yang sudah menikah sembarangan berteman dengan lelaki tanpa seijin suami, sekalipun hanya di medsos, begitu pikirku. Ya, Restu kini tinggal di Aceh mengikuti suaminya yang asli keturunan sana. Suami yang dulu adalah pesaingku selama kami masih berpacaran. Pesaing yang gigih bergerilya, menyerang diam-diam tanpa kuketahui secara pasti geraknya. Aku salut! Salut dengan strateginya.
Kubuka lagi jendela Winamp pada layar komputer, kucari folder album lagu Padi di memori hardisk lalu ku play. Kuputar volume speaker aktif di bawah meja kerjaku biar tambah kencang bunyinya. Yuna menoleh ke arahku, hanya bisa geleng-geleng kepala. Lalu kembali lagi pada monitor komputernya sendiri melanjutkan kerjaannya. Entah apa kerjaannya, aku dan Andi takmau kepo, sebab kepo di perusahaan kami justru bisa menjebak kita dengan kerjaan baru, sebagai sebuah bentuk solidaritas kawan se-kerjaan.
Quote:
Semua Tak Sama by Padi
Dalam benakku lama tertanam
Sejuta bayangan dirimu
Redup terasa cahaya hati
Mengingat apa yang telah kau berikan
Waktu berjalan lambat mengiring
Dalam titian takdir hidupku
Cukup sudah aku tertahan
Dalam persimpangan masa silamku
Coba 'tuk melawan
Getir yang terus kukecap
Meresap ke dalam relung sukmaku
Coba 'tuk singkirkan
Aroma napas tubuhmu
Mengalir mengisi laju darahku
Semua tak sama, tak pernah sama
Apa yang kusentuh, apa yang kukecup
Sehangat pelukmu, selembut belaimu
Tak ada satu pun yang mampu menjadi sepertimu...
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- 31
- 32
- 33
- 34
- 35
- 36
- 37
- 38
- 39
- 40
- 41
- 42
- 43
- 44
- 45
- 46
- 47
- 48
- 49
- 50
- 51
- 52
- 53
- 54
- 55
- 56
- 57
- 58
- 59
- 60
- 61
- 62
- 63
- 64
- 65
- 66
- 67
- 68
- 69
- 70
- 71
- 72
- 73
- 74
- 75
- 76
- 77
- 78
- 79
- 80
- 81
- 82
- 83
- 84
- 85
- 86
- 87
- 88
- 89
- 90
- 91
- 92
- 93
- 94
- 95
- 96
- 97
- 98
- 99
- 100
- 101
- 102
- 103
- 104
- 105
- 106
- 107
- 108
- 109
- 110
- 111
- 112
- 113
- 114
- 115
- 116
- 117
- 118
- 119
- 120
- 121
- 122
- 123
- 124
- 125
- 126
- 127
- 128
- 129
- 130
- 131
- 132
- 133
- 134
- 135
- 136
- 137
- 138
- 139
- 140
- 141
- 142
- 143
- 144
- 145
- 146
- 147
- 148
- 149
- 150
- 151
- 152
- 153
- 154
- 155
- 156
- 157
- 158
- 159
- 160
- 161
- 162
- 163
- 164
- 165
- 166
- 167
- 168
- 169
- 170
- 171
- 172
- 173
- 174
- 175
- 176