Mohon tunggu...
Dessy Try Bawono Aji
Dessy Try Bawono Aji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Pemula

Pepatah bilang : life begin at forty, maka boleh dibilang saya ini sedang menjemput hidup. Dan karena masih lajang, bolehlah sekalian menjemput jodoh. Sebagai seorang lelaki berperawakan sedang dengan kulit sawo matang khas ras nusantara yang sedang gemar menulis, tentulah pantang menyerah untuk belajar dan terus belajar. Sebagaimana nenek moyangku yang seorang pelaut, kan kuarungi pula luasnya samudera. Samudera ilmu, samudera kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Tak Bisa Disalahkan

16 Juni 2019   01:46 Diperbarui: 19 Februari 2020   03:17 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami terdiam sejenak, Ica melanjutkan menikmati pisang coklatnya dan aku menyeruput es kopi yang sedari tadi kudiamkan setelah disuguhkan Mbak Pur asistennya Ibu Kantin. Nama Ibu kantin sendiri tidak pernah kita tau, sudah terlanjur nge-brandnya begitu, terwariskan dari generasi ke generasi.

Aku menoleh ke arah duduk Anty dan Lista, rupanya bertambah banyak saja kawan ngerumpinya. Yuna, Odik dan Agus tampak tertawa-tawa bersama mereka. Begitulah waktu jeda di kampus, bagi kita yang sudah terbiasa gak sarapan pagi, kantin akan menjadi tempat favorit buat ngisi perut sambil bercanda bersama.

"Kamu ditunggu Restu dari kemarin-kemarin, kenapa baru sekarang mau main Ik?", tanya Ica kembali mengawali obrolan. Aku tersenyum, pertanyaan ini sudah kuduga akan ditanyakan Ica.

"Durung kober (belum sempat) lah Ca, koyok gak tau (kayak nggak pernah) semester 5 wae (aja)", ucapku. Semester 5 adalah semester terpadat kegiatan kuliah maupun praktikum di jurusanku.

"Ah, kamunya aja yang kebanyakan urusan organisasi Ik! Apa untungnya sih?"

"Ye..., kamu ini berpikirnya untung-rugi aja Ca'! Jangan semua kamu analisa pake metode kuantitatif dong... Sekali-kali pakai kek analisis deskriptif..."

"Hemmm....gayamu Ik kayak mau cumlaude aja! IPK tuh dibenerin...!" balas Ica nyinyir. Ya, dia pernah lihat transkrip nilaiku di semester sebelumnya yang kayak rujak, mengandung nilai C, D dan 1 nilai E yang mutlak harus diulang.

Aku tertawa kecil lihat nyinyir khasnya Ica. Kusruput lagi kopiku lalu kulanjutkan lagi bicara : "Organisasi itu....".

"Wis hop! (Sudah, cukup!)", bentakan datar Ica memutus pembicaraan. Tanpa kuprediksi, Ica condongkan duduknya lebih ke depan dan ditatapnya aku serius.

"Yang mau kubocorkan ke kamu itu kisah masa lalunya Restu saat SMA, itu yang bikin dia belum mau berpacaran sampai sekarang! Dan kamu adalah lelaki pertama yang berhasil melepas belenggu trauma masa lalunya!", tegas Ica setengah berbisik.

Glek! Aku menelan ludah, mataku mendelik lalu jidatku mengkerut. Ica benar-benar menaikkan nilai informasinya jadi makin mahal. Ibarat media online yang sedang fokus pada kasus korupsi, apa yang dikatakan Ica seolah diucapkan oleh ketua KPK kepada wartawannya sebelum resmi jumpa pers.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun