Mohon tunggu...
Dessy Try Bawono Aji
Dessy Try Bawono Aji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Pemula

Pepatah bilang : life begin at forty, maka boleh dibilang saya ini sedang menjemput hidup. Dan karena masih lajang, bolehlah sekalian menjemput jodoh. Sebagai seorang lelaki berperawakan sedang dengan kulit sawo matang khas ras nusantara yang sedang gemar menulis, tentulah pantang menyerah untuk belajar dan terus belajar. Sebagaimana nenek moyangku yang seorang pelaut, kan kuarungi pula luasnya samudera. Samudera ilmu, samudera kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Tak Bisa Disalahkan

16 Juni 2019   01:46 Diperbarui: 19 Februari 2020   03:17 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lima menit berlalu, Ica dan Restu muncul mendekatiku yang sedang duduk termenung. Restu menguntit di belakang Ica atau mungkin memang sengaja dihalangi Ica, berdiri mereka tepat di depanku. Aku pun bangkit berdiri, kuambil tas dan kusandang di bahu kanan. Kupandang Restu yang senyum-senyum di belakang Ica. Ica sendiri masih memasang tampang serius dan menatapku tajam, menagih cerita rahasia tentang pacarnya yang kujanjikan.

Aku pun duduk lagi, kuajak mereka berdua juga mengikuti duduk di kursi. Ica mengambil tempat di sebelahku, sedang Restu duduk di bangku satunya.

"Yakin Res malam ini mau ngelab?" tanyaku justru kepada Restu, mengabaikan Ica - sengaja.
Restu mengangguk dengan senyum yang hanya dikulum, padahal aku berharap lihat deretan gigi rapinya. Ica lebih mendekatkan duduknya, disenggolnya pahaku dengan lututnya. Tanda semakin kuat dia menagih janjinya.

"Bener mau kuantar Res?" tanyaku lagi ke Restu, masih tak kuacuhkan Ica yang tambah geregetan. Restu mengulangi sikapnya, mengangguk dengan senyum dikulum.

"Sekarang yuk, keburu malam !" ajakku sambil menunjuk jam dinding yang kali ini berposisi di atas kepala Restu. Aku bangkit berdiri, disusul Restu. Ica spontan berdiri juga menghalangi.

"Apa sih Ca' ?!"

Ica tak bergeming, wajahnya ditekuk, pandangannya semakin tajam padaku. Restu hanya terbengong.

"Mas Ari itu sebetulnya sudah lewat dari tadi, saat kamu cerita menggebu-gebu. Sekarang noh orangnya di teras kostnya Sandi ngawasin kita !"

"Iiiii...hhh! Aik! Kenapa nggak ngomong dari tadi...?!!!" serunya sambil memukul-mukul dadaku dengan kepalan tinju alay. Aku tertawa ngakak, puas ngerjain Ica. Restu yang mulai paham senyumnya berganti tawa kecil menambah kepuasanku sebab akhirnya bisa lihat deretan gigi rapinya.

Ica menghambur keluar melambaikan tangan ke arah kost Sandi, memanggil pacarnya agar segera mendekat. Kulempar pandang ke Restu, kode agar segera melangkah. Restu nurut mengikuti langkahku.

"Makanya, kalau cerita jangan terlalu hanyut Ca..., pacar lewat kok sampai ndak kelihatan. Beneran sayang nggak sih kamu?" sindirku sambil melewatinya. Dipukulnya pungungku keras karena geram, aku mengaduh kesakitan tapi masih sambil tertawa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun