Mohon tunggu...
Dessy Try Bawono Aji
Dessy Try Bawono Aji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Pemula

Pepatah bilang : life begin at forty, maka boleh dibilang saya ini sedang menjemput hidup. Dan karena masih lajang, bolehlah sekalian menjemput jodoh. Sebagai seorang lelaki berperawakan sedang dengan kulit sawo matang khas ras nusantara yang sedang gemar menulis, tentulah pantang menyerah untuk belajar dan terus belajar. Sebagaimana nenek moyangku yang seorang pelaut, kan kuarungi pula luasnya samudera. Samudera ilmu, samudera kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Tak Bisa Disalahkan

16 Juni 2019   01:46 Diperbarui: 19 Februari 2020   03:17 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore ini rame banget pemakai wartel, dari semenjak ambil alih shift jaga dari Mas Andi. Bangku antrian di samping meja kerjaku nyampe penuh diduduki orang, kayak ruang tunggu praktek dokter. Lumayan sibuk aku mengumpulkan kertas-kertas print out supaya tidak tertukar sambil terus mengawasi 12 KBU yang baris berjajar saling berhadapan per 6 baris. Kalau ndak teliti dan cekatan di sini, bisa repot ntar ngitung tagihan pelanggan. Tiap pemakai KBU sebagian besar soalnya tampak menghubungi lebih dari 1 nomor tujuan.

Kondisi padat pelanggan seperti ini juga kerap dipakai kesempatan bagi pelanggan yang curang. Berpindah-pindah ruang KBU kadang tanpa sepengetahuan operator, saat membayar mereka lalu ingkari pemakaian KBU sebelumnya. Operator bisa nombok setoran kalau ndak teliti dan tegas. Jadi, bekerja sebagai operator wartel itu sebetulnya besar resikonya jika ada banyak KBU di dalamnya. Yah, sepadan juga sih dengan gajinya, sudah diperhitungkan sama pihak manajemen dengan teliti.

Kini yang nambah bikin repot adalah ditambahnya wartel dengan penjualan kartu perdana dan kartu gesek isi ulang pulsa. Aku kadangkala sampai kerepotan, melayani pengguna wartel plus melayani pembeli kartu perdana ataupun kartu gesek isi ulang, ditambah lagi kalau ada yang ngefax (kirim faxcimile). Tapi buatku ini sebuah tantangan, kujadikan sebagai latihan ketangkasan, mengasah ingatan serta ketelitian. Toh ketegangan itu biasa hanya berlangsung 2 - 3 jam dari durasi total 8 jam kerja. Dan berakhir dengan uang tambahan dari potongan rekapitulasi total tagihan. Pelanggan yang baik hati biasanya tak mau ambil uang kembalian yang mereka anggap recehan, sepanjang durasi total jam kerja itu terkadang bisa terkumpul hingga 50 ribu rupiah. Belum lagi potongan resmi prosentase perhitungan total yang memang diberikan sebagai bonus langsung buat operator menurut kesepakatan di perjanjian kerja yang kutandatangani dulu di kantor pusat. Mangkanya jangan heran kalau dalam sebulan kerja aja aku udah bisa beli handphone baru yang harganya waktu itu sudah jatuh di kisaran 600 ribuan, dari yang sebelumnya di atas 1 jutaan. Dan hampir tiap hari aku bisa traktir kawan-kawan dengan sekedar camilan berupa gorengan atau makanan ringan kemasan.

Pukul 4 lebih 45 menit sore ini, baru aku bisa bernafas lega, tapi tetep tak boleh lengah. Jika siangnya ramai kayak gini, ntar malemnya juga biasanya padet pelanggan lagi antaranya jam 7 sampai jam 8 malam. Rasa lapar mulai kerasa lagi di perut setelah kesadaranku pulih, tak banyak bercabang pemikiran seperti sebelumnya. Naluri untuk memuaskan lapar dan dahagapun mendorongku untuk beranjak dari tempat duduk dan keluar sebentar memesan makanan dan minuman. Cukup dengan memberi isyarat tangan dari depan pintu kepada anak-anak Mbok Inah yang biasa mangkal di trotoar pertigaan lampu merah samping kiri wartel. Memintanya agar memesankan sepaket dagangan ibunya, satu porsi nasi koyor plus kerupuk dan es teh. Cukup menunggu tak sampai lima menit, biasanya paket makanan sudah diantar ke wartel.

Baru saja hendak kuangkat pantatku dari kursi kerja, telepon di atas meja berbunyi. Maka kuurungkan, khawatirnya itu telepon dari si bos di kantor pusat. Biasanya nanyain stok kartu perdana dan kartu gesek isi ulang, jika jumlahnya sudah di bawah 20 an, selepas maghrib biasanya sudah ada perugas kurir yang menyuplai dengan stok baru lagi.

"Sore, dengan Bimatel cabang Mataram di sini, ada yang bisa dibantu ?" tanyaku dengan kalimat standard yang diwajibkan perusahaan. Gagang telepon kutempelkan bagian speakernya ke telinga kananku, sedang bagian mikrofon menempel di sudut bibir.

"Hihihi..., mas...!" jawab suara dari speaker telepon. Suara khas yang beberapa hari ini telah menghilang.

Suara itu selalu saja membuat detak jantungku tiba-tiba berdegup kencang, perlu sekitar sepuluh detik untuk kembali normal. Normapun tak stabil, menguat-melemah tergantung topik pembicaraan. Sudah bisa ditebaklah itu suara siapa, takperlu kujelaskan.

"Lho ! Kayak pernah kenal nih suara...?!" jawabku dengan canda.

"Hahaha..., aku kaaangeee...een. Nyerah deh, aku ngaku kalah..."

"Heeemmm...., piye tha (gimana sih) Res..!" jawabku, kutata dengan intonasi yang lembut, sembari menguasai detak jantungku yang tak menentu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun