Mohon tunggu...
Dessy Try Bawono Aji
Dessy Try Bawono Aji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Pemula

Pepatah bilang : life begin at forty, maka boleh dibilang saya ini sedang menjemput hidup. Dan karena masih lajang, bolehlah sekalian menjemput jodoh. Sebagai seorang lelaki berperawakan sedang dengan kulit sawo matang khas ras nusantara yang sedang gemar menulis, tentulah pantang menyerah untuk belajar dan terus belajar. Sebagaimana nenek moyangku yang seorang pelaut, kan kuarungi pula luasnya samudera. Samudera ilmu, samudera kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Tak Bisa Disalahkan

16 Juni 2019   01:46 Diperbarui: 19 Februari 2020   03:17 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku minta ma'af karena malah jadinya ngrepotin...", kata Restu lagi. Sebuah penjelasan yang membuatku dan Irin lalu saling pandang. Sungguh di luar dugaan !

"Eh, mbak Restu kalau mau pulang Irin aja deh yang anter. Jadinya nggak ngrepotin Mas Aik kan?" kata Irin mencoba menawarkan solusi.

"Emang kamu bisa Rin naik motor laki ?" tanyaku cepat-cepat ke Irin.

Motor laki itu istilah untuk yang selain motor bebek dan memakai rem kopling. Jarang-jarang cewek di jamanku yang bisa pakai motor seperti itu.

"Yah Mas Aik, apa sih yang Irin kagak bisa ?!" jawabnya kayak anak kecil yang lagi disepelekan, membuat Restu tertawa kecil sekaligus membuatku bahagia bisa menyaksikan senyum yang selalu menawan itu.

"Buktiin coba !" kataku sambil melempar kunci pada Irin. Dengan sigap dilepas kempitannya pada lengan Restu dan ditangkapnya kunci yang kulempar tepat dalam genggaman. Itulah Irin, lincah dan sigap anaknya.

Irin bangkit berdiri dan bergegas menghampiri motorku, dinyalakan, masuk gigi kopling, tarik gas untuk putar motor ke arah sebaliknya. Begitu lihai ! Aku dan Restu tercengang, juga kawan-kawan dan peserta tersisa yang masih sempat menyaksikannya. Kami saling pandang, salut sama Irin yang serba bisa itu.

"Ayok Mbak Restu ! Kita ngecross !" serunya.

"Aku duluan ya...", pamit Restu padaku lalu melangkah cepat menghampiri Irin dan segera membonceng. Aku bengong saja, tak sempat bilang ya, tak pula bilang tidak.

"Pegangan sini Mbak!" kata Irin sambil menarik kedua tangan Restu agar dilingkarkan ke perutnya.

Aku berlari mendekat, khawatir sesuatu yang tidak baik terjadi. Tapi belum juga dekat betul, Irin sudah tarik gas motor, membawanya mendaki bukit yang jalannya masih bebatuan alami itu. Sesampai di atas sempat-sempatnya Irin berhenti dan menyilangkan motor, lalu melambai ke arahku - berdua bersama Restu. Aku menghela nafas lega, kubalas lambaian mereka. Dasar Irin ! Batinku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun