Mohon tunggu...
Dessy Try Bawono Aji
Dessy Try Bawono Aji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Pemula

Pepatah bilang : life begin at forty, maka boleh dibilang saya ini sedang menjemput hidup. Dan karena masih lajang, bolehlah sekalian menjemput jodoh. Sebagai seorang lelaki berperawakan sedang dengan kulit sawo matang khas ras nusantara yang sedang gemar menulis, tentulah pantang menyerah untuk belajar dan terus belajar. Sebagaimana nenek moyangku yang seorang pelaut, kan kuarungi pula luasnya samudera. Samudera ilmu, samudera kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Tak Bisa Disalahkan

16 Juni 2019   01:46 Diperbarui: 19 Februari 2020   03:17 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mikirin kamu !".

"Ya Allah..., sampai segitunya ! Ma'af deh..."

Aku tak bisa bicara kalau nada bicaranya sudah mulai mengiba, meskipun betul dia penyebab masalahnya. Tapi tidak terlalu sering, boleh dibilang hampir tak ada masalah dalam hubungan kami. Tak pernah ada pertengkaran sedikitpun selama ini. Tak hanya Restu yang punya trauma masa lalu, akupun mengalami sedikit kemiripan dengannya. Mantan pacar kami waktu SMA sama-sama keras kepala, jadilah kami berdua kini bisa lebih saling mengerti, tidak saling memaksakan kehendak. Mudah berkompromi dengan argumen-argumen secara dewasa, tidak kekanak-kanakan, tak saling menyakiti.

Quote:

Jika kalian punya pengalaman buruk di masa sekarang ini, yakinlah bahwa semua itu adalah pembelajaran untuk menjadikanmu lebih baik di masa yang akan datang.

Selembar Testimoni

Sampailah pada bagian tersulit dalam menuliskan kisah asmaraku di masa lalu ini, ialah pada bagian-bagian akhir. Ibarat lukisan, kisah-kisah di segmen akhir itu tak bisa dituangkan dengan gaya naturalis ataupun gaya-gaya realis. Aku sempat menduga hasil akhirnya bisa mencapai gaya surealis, tapi tampaknya bukan demikian, melainkan abstrak. Apa sebab ? Sebab rincian detil gambarannya sudah begitu memudar dari ingatanku. Tinggal garis-garis besarnya saja yang tersisa, itupun terhapus di banyak bagian, samar-samar terlihatnya. Sehingga untuk menafsirkan tepatnya gambar apa, saking sedemikian banyaknya sudut pandang, membuatnya jadi multi tafsir.

Jujur saja, yang lekat dalam ingatanku hanya tinggal dua segmen saja, pertama adalah momen ketika aku berkenalan dengan mahasiswa pemburu Restu yang gigih, yang kini jadi suaminya. Dan yang ke dua adalah momen dimana kami memutuskan hubungan. Meskipun akulah memang yang sebetulnya memutuskan, tapi kurasa adalah sebuah kesepakatan bersama. Jika saja aku mau, bisa saja kurunut kembali potongan-potongan puzle sejarah dan menyusunnya lagi secara utuh. Bisa saja kuminta "Sang Diva" beserta semua saksi sejarah untuk turut serta menyumbangkan pemikirannya.Tapi semua usaha itu bakalan menguras banyak energi dan membuang waktu yang sudah makin terbatas ini.

Untuk itu, kusarankan pada para pembaca agar tak menganggap part - part terakhir ini nanti sebagai sebuah fakta yang obyektif, semuanya sangat subyektif, hanya dari sisi sudut pandangku seorang. Tak adil jika kalian membenarkan penilaian yang hanya bersifat sepihak.

Meskipun begitu, yang hendak kusuguhkan berikutnya lebih cenderung orisinil, tanpa poles sana-poles sini atau bisa dibilang lebih apa adanya. Uniknya lagi, kondisiku di waktu-waktu itu begitu mirip dengan kondisiku saat ini. Sama-sama berada di tapal batas kekuatan menghadapi realita kehidupan. Pada titik inilah sebuah absurditas itu terasa begitu nyata.

Betapapun imaginasi ini kukembangkan, toh tetap saja terjebak dalam frame data-data faktual yang tak bisa kuingkari. Sebaliknya, betapapun fakta itu kuburu hingga seilmiah mungkin, tak akan mampu menggambarkannya secara tepat, hingga pada akhirnya kembali menjadi imaginasi belaka. Sebagaimana teori struktur double helixnya DNA atau teori-teori model atom, tak mutlak benar, masih bisa disangkal sampai kapanpun.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun