Mohon tunggu...
Dessy Try Bawono Aji
Dessy Try Bawono Aji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer Pemula

Pepatah bilang : life begin at forty, maka boleh dibilang saya ini sedang menjemput hidup. Dan karena masih lajang, bolehlah sekalian menjemput jodoh. Sebagai seorang lelaki berperawakan sedang dengan kulit sawo matang khas ras nusantara yang sedang gemar menulis, tentulah pantang menyerah untuk belajar dan terus belajar. Sebagaimana nenek moyangku yang seorang pelaut, kan kuarungi pula luasnya samudera. Samudera ilmu, samudera kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Tak Bisa Disalahkan

16 Juni 2019   01:46 Diperbarui: 19 Februari 2020   03:17 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Restu mengambil gelas yang masih separuh isi, disodorkannya lagi padaku. Kutolak halus dengan senyum dan kode telapak tangan.

"Maksudku, ma'af yang barusan tadi adalah karena sikap diamku yang bikin kamu menuangkan air buatku, njadiin kamu keinget masa lalu...", jelasku akhirnya tertata baik kalimatnya.

"Lalu yang kubenarkan adalah ucapanmu tentang aku yang baper. Jadi artinya, sedari tadi tuh kamu bukannya gak betah ya tinggal di antara kita anak Pe-A ?"

"Kalau gak betah, sudah kusuruh Irin anter pulang ke kost aja dong, ngapain malah aku mintanya dianterin ke kamp ?"

"Lho, jadi tadi kamu sendiri yang minta ke kamp ? Takpikir dipaksa ma si Irin..."

Restu tertawa kecil, aku kembali jambak-jambak rambutku sendiri. Mulai lagi nih aku bakal berhadapan sama mahkluk yang bernama perempuan. Suka bermanuver, lebih menuruti rasa ketimbang logika dan pinter menahan diri simpen rahasia. Bikin logika pria kocar-kacir ! Gerutuku dalam hati.

"Iya ma'af... Berarti aku kan yang seharusnya minta ma'af, bukan kamu..." katanya masih sambil memamerkan senyumnya yang manis.

Aku geram tertahan, menghela nafas, menatap wajahnya serius. Selama ini tadi aku sudah salah sangka, terlanjur juga membenci kawan-kawan dan senior yang kuanggap gak bisa jaga sikap. Pantes aja banyak sejarah penguasa yang jatuhnya gara-gara perempuan. Betul-betul bisa jadi berbahaya nih mahkluk perempuan, batinku.

"Hampir saja aku berencana sepulang dari sini mo ngajakin duel para senior lho Res...", kataku lirih.

Dipegangnya lenganku, dihentikan senyum rayuannya.

"Ik, aku sudah lama tau kamu, tapi belum begitu mengenal. Begitu juga sama kawan-kawan kamu. Dengan trauma masa laluku, kalau aku berjaga-jaga, gak salah kan ?" bela Restu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun