Tiba-tiba saja aku bisa mendengar suara seorang wanita dengan dialek jawa dari telingaku. Apa aku sudah gila? Aku harus segera membuka mataku. Akhirnya dengan paksa kubuka kedua mataku.Â
Dan betapa terkejutnya diriku begitu melihat lingkungan sekitarku yang bukan lagi lorong perpustakaan melainkan lingkungan kota yang terlihat bahari seperti foto di koran koran lama milik kakek ku.
Begitu ku melihat ke arah si wanita yang mengatakan sesuatu padaku tadi, aku semakin kaget dibuatnya. Wanita itu mengenakan kebaya kuno. Dan ia tidak sendirian, teman-temannya yang lain juga mengenakan pakaian yang sama kunonya dengan dia. Apalagi gaya rambut mereka yang terlihat jadul itu.Â
"Astaga..." ucapku terperangah.
"Dwk kenopo?" Tanya wanita itu lagi.Â
"Ha?" tanyaku balik.
Aku kebingungan bukan main. Jika dilihat dari wajah mereka kelihatannya usia mereka tak jauh berbeda dariku. Sekitar tujuh belas hingga delapan belas tahun.Â
"Die kagak bisa basa Jawa," kata salah satu dari mereka.Â
"Ente gimane ceritane bisa ada di sini?" Ucapnya.
Mungkin ia bertanya mengapa aku bisa berada di tempat ini. Untung saja ada seseorang yang memiliki dialek betawi di sini, aku jadi sedikit mengerti.
"A.. aku.. eh.. maksudnya sa..saya juga bingung," jawabku terbata-bata bak batu bata.Â