"Oh iya ini ibuku," ucap Yani padaku.Â
Aku tersenyum dan mencium tangan ibunya itu.
"Siapa ini,Yani? Kok temanmu ini cakep betul?" tanya wanita itu.Â
"Andra namanya, kami bertemu di jalan," jawabnya.
"Apa kau sudah makan, Nak?" Tanya wanita itu padaku.Â
"Sudah, Bu. Terima kasih," jawabku berusaha untuk terlihat sopan.Â
"Jangan malu-malu ayo sini, makan dulu!" Ajaknya.
Pada akhirnya aku malah menginap di rumah tersebut. Aku dan Yani membicarakan banyak hal. Dan rasanya kita telah akrab hanya dalam beberapa waktu saja. Namun tetap saja perasaan resah dan gelisah berkecamuk dalam kepalaku.Â
'Kalau sudah begini aku harus bisa mencari nafkah sendiri' kataku dalam hati. Rasanya aku terpaksa harus bergabung dengan angkatan bersenjata Belanda itu. Aku tidak mungkin bisa terus menerus tinggal di rumah Yani. 'Tapi bagaimana jika aku mati kala berkhianat?' Aku bertanya-tanya.
Keesokan paginya aku menghampiri Yani di ruang tamunya. Aku rasa mulai hari ini aku harus berusaha keras. Walau terjebak di masa ini aku tetap tidak mau hidup sengsara.Â
"Maaf ya jadi merepotkanmu," ucapku pada Yani.Â