"Hati-hati yoh," seru salah seorang dari mereka.
"Kalau boleh tahu, kita ini ada dimana ya?" tanyaku padanya.
"Ahahaha mana mungkin kau tidak tahu tempat ini, ini kota Batavia. Sepertinya kau memang benar-benar tersesat ya," jelasnya sembari tertawa cekikikan.
Batavia.. bukankah itu nama ibu kota Jakarta di era sembilan belasan? Rupanya aku telah melintasi waktu. Ya tuhan rasanya ini seperti mimpi. Aku mencoba untuk mencubit tanganku sendiri, dan benar saja rasanya sakit. Astaga...Â
Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku melihat ke arah sekelilingku. Semuanya terasa tak biasa sejauh mata memandang. Ada beberapa orang belanda yang berlalu lalang, juga ada beberapa orang bertelanjang dada yang membawa karung besar di bahu mereka, kelihatannya mereka seperti tukang panggul.Â
"Tunggu sebentar apa ini?" tiba-tiba saja Yani berhenti dan memungut sebuah kertas yang ada di jalanan.Â
"Dicari pribumi yang bersedia menjadi angkatan bersenjata..." gumamnya seraya membaca kertas itu dengan wajah serius.Â
"Apakah aku boleh melihat kertasnya?" tanyaku penasaran.Â
"Oh iya ini," jawabnya seraya memberikan surat edaran itu padaku.Â
"Apa arti dari surat ini?" tanyaku.Â
"Sepertinya orang-orang Belanda sedang membutuhkan pasukan militer," jelasnya.