"Tidak, saya mohon, saya sudah tidak peduli dengan diri saya sendiri yang penting cucu kesayangan saya baik-baik saja," katanya sembari menangis.Â
Akhirnya rasa geram yang tak terbendung ini membuatku nyaris gila. Pada saat itulah nubuat buruk dalam sekejap muncul dikepalaku.
'Aku harus melakukan sesuatu,' ucapku dalam hati.
Kuceritakan hal itu pada Muradi dan rupanya tidak sedikit anggota PETA lainnya yang mendukung rencana gila hasil gagasanku itu.
Ditemani Muradi dan beberapa perwira PETA lainnya, aku sempat menghadap Sukarno yang saat itu sedang pulang ke Blitar untuk meminta masukan atas rencana pemberontakan ini. Sukarno sebenarnya kurang yakin apakah kami sudah punya kekuatan yang cukup untuk melawan Jepang.
"Pertimbangkanlah masak-masak untung ruginya, saya minta saudara-saudara memikirkan tindakan yang demikian itu tidak hanya dari satu segi saja," ujar Sukarno.Â
"Kita akan berhasil!" jawabku, yang merupakan pimpinan tertinggi dalam rencana ini.Â
"Saya berpendapat bahwa saudara terlalu lemah dalam kekuatan militer untuk dapat melancarkan gerakan semacam itu pada waktu sekarang," ucap Sukarno.
"Kita akan berhasil!" ucapku lagi tetap bersikukuh dan berupaya meyakinkan Sukarno.
Soekarno bahkan mengingatkan agar kami bercermin kepada insiden yang baru saja terjadi di Manchuria, ketika satu kompi tentara Jepang yang sudah gerah terhadap perilaku rekan-rekannya melakukan pemberontakan dan ditindas secara kejam.Â
"Kalau sekiranya saudara-saudara gagal dalam usaha ini, hendaklah sudah siap memikul akibatnya. Jepang akan menembak saudara-saudara semua!" kata Sukarno.Â