PENGALAMAN BARU PUTRI REMBULAN
      Beberapa bulan kemudian, para pangeran dan menantu berkumpul untuk membicarakan sesuatu dan sekaligus melepas kerinduan. Raja dan ratu senang sekali putra dan putrinya bersama cucu mengunjungi mereka. Mereka senang sekali. Namun, sebenarnya mereka bersedih melihat keadaan putri Rembulan. Namun, kesedihan mereka berkurang karena sesampainya di negeri tempat tinggal teman Arab mereka. Putri Rembulan bertambah semangat hidupnya. Dia banyak bercerita pengalaman barunya.
       Putri Rembulan belajar cara mengobati dan merawat orang sakit. Para pasien senang sekali rembulan merawat mereka. Namun, karena permata masih kecil dia harus merawatnya sendiri. Jadi, dia tidak bisa sepenuhnya merawat orang sakit. Suatu malam, putri Rembulan tersentak dari tidurnya dan merasa tidak nyaman. Besok harinya, putri Rembulan merawat orang sakit kembali. Putri pemata dititipkan kepada Fatimah.  "Rembulan, ada orang sakit. Orangnya tidak sabaran sekali. Dia marah marah. Aku rasa kamu pasti bisa mengatasinya," kata teman sesame perawat dalam bahasa Gujarat.  "Baik. Aku akan coba tangani," jawab Rembulan cepat dalam bahasa Gujarat yang sudah dipelajarinya.
     Orang yang marah tersebut tidak lain adalah nakhoda. Begitu melihat wajah nakhoda tersebut putri Rembulan merasa tidak senang. Namun, demi menjaga sikap putri langsung merawatnya. Nakhoda terkejut ada seorang wanita yang sangat cantik. "Siapa nama Anda," tanya nakhoda curiga dalam bahasa Gujarat. Nakhoda memang banyak mempelajari bahasa ketika di lautan dari teman-teman yang dijumpainya. "Namaku Rembulan," suara putri Rembulan seperti petir. Bumi terasa bergoncang. Nakhoda jatuh pingsan.  Putri terkejut dan mengendalikan kepanikkannya.Â
     Beberapa menit kemudian nakhoda membuka matanya. Nakhoda lupa dengan pertanyaannya. Nakhoda masih teringat bagaimana dia meminta maaf dengan Siti Aisyah. Namun, wanita itu mengatakan bahwa dia  nakoda harus meminta maaf kepada Allah SWT.   Kata-kata Aisyah masih terngiang di telinganya, "Terima kasih, aku akan senang kalau kau segera melepaskan pendekar itu." Setelah itu mereka berpisah, maka nakhoda meninggalkan kapalnya dan memutuskan menemui Siti. Dalam perjalanannya di darat nakhoda pun terus berpikir. Nakhoda berjalan dan tidak melihat rintangan di depannya. Dia terjatuh dan jatuh pingsan. Begitulah makanya nakhoda sampai ada di rumah sakit.Â
     "Putri, apa aku boleh bertanya?" tanya nakhoda ketika putri Rembulan baru masuk kembali ke ruangannya. Karena sibuknya Rembulan tidak sadar dipanggil putri. Ucapan itu muncul spontan dari mulut nakhoda. Nakhoda yang berkulit hitam dan berbadan kekar ini menggunakan bahasa yang dipelajarinya dari pendekar Maulana. Tampaknya dia tahu perawat, yang dipanggilnya putri berasal dari negeri yang dekat dengan negeri sahabatnya. "Tentu saja," jawab sang perawat yang memakai pakaian ala negeri Gujarat, dengan selendangnya yang khas, serta memakai semacam pelindung baju berwarna putih dan topi putih.
     "Di dalam diri kita ada hitam putih. Ada setan dan malaikat." Putri terkejut. "Itu perbedaan manusia dan malaikat?  Malaikat tercipta untuk mengabdi kepada Allah, sedangkan manusia harus mengabdi dengan menjadi khalifah di muka bumi ini.  Oleh karena itu, manusia diberi kebebasan untuk memilih baik dan buruk. Hitam atau putih. Sedangkan iblis selalu mengoda manusia. Dan jika memilih kejahatan, maka..."
      "Lanjutkan," desak nakhoda yang berkaca-kaca. "Maka... Tidak usah dilanjutkan, kecuali kalau kamu mau minum obat dan beristirahat yang cukup."  Nakhoda terdiam sejenak dan mengangguk. Setelah minum obat, nakhoda mengantuk dan berpikir kembali, mengapa dia bisa terluka. Nakhoda berkata-kata dalam hati. "Sepertinya wanita Gujarat yang satu ini memang sulit ditaklukkan. Dia pintar dan tahu banyak tentang agama, dan kelebihan lainnya dia cantik dan rendah hati. Apa dia mau kujadikan istri?" Nakhoda memang pernah beberapa kali bertemu  wanita, tetapi dia tidak merasakan apa-apa.
     Putri masih di dekat nakhoda. "Aku memiliki teman di.... Oh tidak siapa nama Anda," tanya nakhoda dengan tidak menduga bahwa perawat tersebut adalah istri sahabatnya sendiri, yang selama ini dipaksa untuk menemaninya. "Baiklah karena kau sudah patuh dengan minum obat, maka aku akan memberitahukan namaku, yang sudah sebutkan tadi. Namaku Rembulan. Aku sudah memiliki seorang putri, namanya Permata." Nakhoda memperhatikan  perawat seksama dan meyakinkan apa yang didengarnya barusan  adalah benar. Nakhoda baru teringat dia sempat pingsan sebentar karena perkara nama. Â
       Rembulan melanjutkan. "Aku ingin menanyakan apakah kau pernah melihat seorang lelaki yang gagah, berkulit sawo matang dengan mata bulat, jika berbicara sangat berwibawa, namanya Maulana. Dia adalah suamiku, yang kucari selama ini." Nakhoda terkejut setengah mati. Dia berusaha meredam gejolak di hatinya sekuat mungkin. Dia belum bisa memberitahukan tentang suami perawat ini.
Dia butuh waktu.
      Â