Beberapa tahun kemudian, pendekar Maulana gelisah tidak menentu.  "Ada apa suamiku? Mengapa kamu gelisah. Ada yang dapat putri bantu?" kata-kata putri penuh pengertian. "Semakin hari pekerjaan semakin banyak. Saya semakin penat. Aku rindu sekali dengan lautan. Bagaimana kalau kita sekeluarga mengarungi lautan." Ekspresi Maulana ragu ragu. Namun, mendapat jawaban tidak terduga dari istrinya. "Pasti itu menyenangkan sekali. Kapan kita berangkat? Bagaimana kalau bulan depan?" putri tahu sekali pangeran harus menenangkan pikirannya yang lelah. Â
      Sebulan kemudian perbekalan sudah dilengkapi. Tubuh. Si kecil dan ibunya dipersiapkan dengan matang. Mereka singgah ke pulau yang ramai penduduknya. Mereka tiba di Maluku. Si kecil terus menangis setibanya. Tampaknya tangisan si kecil menandakan kebalikannya, yaitu dia senang dengan pulau ini. Indah sekali tempatnya. Malam harinya si kecil tak mau tidur, dia berlari ke sana ke mari. Dia riang sekali. Orang tuanya pun tersenyum. Orang tuanya bercengkerama dan sesekali bermesraan. Malam semakin dingin , tetapi mereka belum mau masuk ke dalam. Maka putri Rembulan mengendong si kecil. Si kecil merasa nyaman karena tubuh ibunya selalu hangat, karena aura berwarna merah jambu tetap terasa, meskipun tidak sedang memancar, terlebih lagi aura seorang ibu yang begitu kental.
      Selama dua hari mereka di Maluku. Kemudian, mereka bertolak ke Mataram. Putri Rembulan senang sekali bisa berjumpa sang ratu. Ratu cantik sekali , bahkan lebih cantik dari putri Rembulan. Namun, putri Rembulan lebih menakjubkan, karena tubuhnya bercahaya. Karena ketampanan dan kewibawaan pendekar maulana, maka tidak ada yang berani mendekati sang istri.
      Setelah dari bekas majapahit , keluarga maulana mengarungi samudera lagi beserta bala tentara menuju timur tengah. Akan tetapi, sang istri sudah mengingatkan agar mereka pulang saja. Akan tetapi, sang suami bersikeras. Pendekar Maulana ingin sekali mengunjungi saudara Arab mereka. Padahal putri Rembulan sudah mengatakan bahwa suatu saat mereka akan bersua kembali dengan saudara Arab mereka. Mereka seharusnya mencari waktu yang tepat.
      Perjalanan Maluku dan  Majapahit sudah cukup melelahkan dan putri lebih mencintai istana, baik istana Indraloka maupun istana suaminya. Putri sebenarnya ingin mengajak suaminya singgah sebentar di pulau Sumatera, yaitu kemudian mengunjungi ayahanda dan ibunda, yang sudah lama tak dikunjungi.  Namun, syukurlah perjalanan kali ini banyak mendapat pelajaran dan sekalian untuk menjalin kerja sama antar daerah dan pulau.
BAB XVIIÂ
NAKHODA KESEPIAN
    Di tengah perjalanan angin bertiup sangat kencang. Semua orang kucar kacir. Dengan kehebatannya, keluarga selamat, sudah tentu yang pertama sekali diselamatkan adalah Permata dan Rembulan, sedangkan Ratu sudah aman berkat penjagaan raja Makassar. Pendekar Maulana ingin menyelamatkan kapalnya, dia berjuang untuk itu. Keluarga dan beberapa prajurit menyelamatkan diri. Syukurlah angin sudah bersahabat, tetapi pendekar Andi tak kunjung tiba dengan kapalnya.
   Selain pelaut handal, pendekar Andi juga seorang perenang hebat. Sempat hampir karam. Akhirnya bisa kembali ke posisi semula dengan bantuan para tentara/prajurit. Karena kecapaian Mereka pingsan di kapal selama beberapa hari.
      Ketika mereka bangun mereka sudah ditawan oleh pasukan yang dikepalai seorang nakhoda. Nakhoda berbicara, selamat datang di perkumpulan kami.
Pendekar Andi     :"Di mana kami?" kata pendekar Andi.