BAB IX
TIBA DI SUNDA KELAPA
     Tahun 1542, Sunda kelapa adalah kota yang indah dan ramai. Tempat kediaman paman mereka adalah salah satu kediaman yang terbaik di kota tersebut. Ada banyak taman, sudah tentu ada banyak jenis bunga. Para istri dan putri Rembulan serta dayang begitu terpesona. Ditambah lagi ada air pancuran dan kolam ikan. Ikannya menari-nari di dalamnya. Udara pun terasa sangat sejuk. Udara laut yang kuat membelai kulit pun berangsur lenyap. Rumah kediaman Sunan memang sangat rapi dan terawat. Para orang Arab melihat di sisi kanannya ada sebuah musala, untuk tempat bersembahyang.
      Di sana-sini orang ramai, banyak juga yang lalu lalang membawa barang yang baru turun dari kapal, ada orang yang baru melaut dan banyak juga yang baru bertemu sanak keluarga yang jauh, begitulah kegiatan orang-orang di pelabuhan Sunda Kelapa. Kapal-kapal besar berlabuh.orang-orang asing pun berkunjung. Bau rempah-rempah tercium karena menyebar ke seluruh sudut Sunda Kelapa.
"Akhirnya kita tiba di Sunda Kelapa," kata Naga swara seraya ingin bernyanyi. "Hentikan dulu keinginanmu untuk bernyanyi Naga Swara. Sebentar lagi kita akan bertemu dengan paman." Mereka pun disambut baik dan orang yang dinanti pun tiba. "Mari-mari silakan masuk kerabat jauh," seraya memeluk satu per satu pangeran. "Hari ini kita ngobrol-ngobrol dulu. Besok kita akan mengadakan syukuran atas kedatangan kalian." Para rombongan pun masuk ke tempat yang telah disediakan. Paman mereka berwibawa sekali dan sepertinya kata-katanya begitu menyentuh kalbu. Tempat duduk perempuan dan laki-laki pun dipisahkan.
      Seseorang membawa surat dari ayahanda. Paman menerimanya sambil tersenyum. "Boleh aku membacanya?"  "Tentu saja paman. Silakan," jawan Naga Buana.  " Assalamu'alaikum. Kakandaku yang berilmu tinggi dan bertakwa kepada gusti Allah. Kakanda adalah orang yang sangat baik. Kakanda, ketika anakku datang, mohon untuk menjaga mereka. Tolong juga ajari mereka ilmu agama agar lebih bertakwa kepada gusti Allah. Saya juga titip putri Rembulan kepada, Nyi Ratu Ayu . Saya juga ingin memberitahukan bahwa saat putra dan putri tiba di istana, saya telah mengadakan sayembara, untuk mendapatkan menantu untuk putri pertama, putri Cempaka.  Saya berharap Naga Buana juga bisa segera mendapatkan pendamping. Jika ada wanita yang baik akhlaknya, bisa diperkenalkan kepada Naga Buana. Saya rasa sampai di sini dulu surat dari saya. Atas perhatiannya terima kasih. Salam saya, Raja Indraloka," paman mereka Fatahillah mengangguk-anggukan kepalanya. Kemudian pengawal yang lain datang  dengan mengantarkan surat yang lain , "Surat dari Gusti Panglima dari tanah deli."  "Ooh ini buat kamu Naga Buana," kata paman kemudian. Pangeran Naga Buana pun membaca isi suratnya.Â
       "Kakanda, sepertinya putri Cempaka sudah bertemu dengan pemuda yang disukai. Pemuda itu keturunan Tiongkok. Hanya saja ayahandanya          bupati Tanjung adalah asli keturunan Deli. Saya juga punya kabar baik. Kabar tersebut mengenai pembentukkan angkatan wanita. Ayahanda            mengizinkan usul saya dan menteri-menteri juga. Pimpinannya saya sendiri yang memilih. Dia berilmu tinggi dan asistennya juga cantik               sekali," pangeran selesai membaca surat dalam hati.Â
"Ada kabar gembira dari Naga Gledek.  Dia berhasil meyakinkan ayahanda untuk  membentuk kesatuan wanita. Bagus sekali idenya," pangeran sulung melihat sekeliling dan semuanya tersenyum dengan ekspresi kagum.  "Oh ya karena makanan sudah terhidang. Sebaiknya kita segera makan, " sang pahlawan Sunda Kelapa berbicara kepada para tamu.
      Setelah makan, Gusti Kanjeng Fatahillah memulai pembicaraan lagi, "Teman dari jauh, pasti sudah tidak sabar lagi ingin berdagang. Karena ini masih siang, mulai sekarang atau besok atau terserah kalian sekeluarga kapan waktunya,  sudah bisa berdagang. Besok juga kalian juga sudah bisa bertemu dengan gusti raja yang memerintah sunda kelapa. Saya juga bisa berbahasa arab.
      Keesokkan harinya, putri Rembulan sudah berada di taman bersama dayangnya. Putri Rembulan menarik nafas. Putri Rembulan berolahraga kecil. Putri Rembulan mencoba mengulang latihannya. Dayang pun bertepuk tangan. Sekali lagi putri Rembulan menarik nafas.
     "Dayang, katanya penari di sini terkenal. Aku ingin minta diajarin dan aku akan mengajari pula tari Melayu yang sangat terkenal itu dari tanah deli." Dayang langsung menyahut, "Bagus itu putrid. Putri jenius." Dayang pun ikut berolahraga. Setelah berolahraga mereka duduk di taman selama hampir satu jam. Kemudian mereka pun dipanggil oleh dayang istri Panglima untuk berjumpa dengan bibinya. Â