BAB XV
PUTRI PERMATA
      "Hati-hati sayang. Jaalan-jalan. Hey akhirnya pandai berjalan juga," ajak Rembulan semangat penuh kebahagiaan. Senyuman pun tersungging di bibir suami istri ini. Mereka sungguh berbahagia.
      "Ayo bilang ayah, ibu. Ayo," tidak lama kemudian si kecil memanggil ibu dan ayah. Pendekar Maulana melanjutkan. "Besok kita jalan-jalan ke pasar, sekalian agar si kecil kita bisa lebih  senang melihat keramaian."
     Rembulan merasa bahagia dengan perkembangan anaknya sehingga dia teringat pertama kali tiba di tanah Makassar.  Dia disambut meriah. Sepanjang jalan pengantin baru diberi doa dan ucapan selamat. "Semoga pernikahannya berkah," kata orang yang berkerumun yang mau melihat calon permaisuri masa depan mereka.  Keesokkan harinya putri mandi uap. Tempat pemandian ditata rapi. Para dayang dan ratu yang melihat prosesi ini tidak lupa memberikan doa. Setelahnya, Putri dan pangeran dipakaikan pakaian adat. Lalu mereka disandingkan di pelaminan lagi.
    Di pelaminan yang  khas Makassar itu ada beberapa bantal yang indah, sarung sutera 7 helai yang diletak di atas bantal, ada juga pucuk daun pisang, di atasnya ditaruh daun nangka  9 lembar, ada juga lilin merah, dan nasi ketan. Sebenarnya tradisi pernikahan Makassar ini mencakup kirim cincin dan itu sudah dilakukan jauh hari. Maka serasilah mereka di pelaminan. Pada saat di pelaminan, mempelai disuapin kue-kue khas daerah setempat seperti bayao nibalu, srikaya, umba-umba, bolu peca, dan masih banyak lagi.  Rembulan tersentak dan menghampiri putrinya,"Sayang mari kita makan dulu. Mainnya tidak boleh kebanyakkan, nanti keletihan."
     Besok harinya merpati terbang ke sana kemari  ketika Andi dan keluarga berjalan-jalan ke pasar. Kala itu Andi dan rembulan sedang menawar. Merpati tiba-tiba ada di kepala pendekar Andi. Tersadar, pendekar Andi langsung menangkap merpati dan membuka pesan. Ternyata merpati itu membawa sebuah pesan.
   Putri Rembulan sudah senang sekali karena berpikir merpati akan membawa pesan mengenai keadaan pangeran keempat dengan keluarga barunya. Sebelumnya putri sudah mendengar kabar mengenai pangeran kedua dan Mirah Pitaloka, kekasihnya ketika kedua orang tuanya berkunjung untuk melihat cucu pertama mereka. Demi cucu pertamanya mereka tidak takut menempuh perjalanan jauh. Tanpa disengaja mereka sudah dipengaruhi oleh keberanian menantunya, pendekar Andi dalam berlayar. Â
                                                                           """"
      "Ooh ternyata ada yang tersesat di lautan. Aku harus menyelamatkannya."
Malam harinya pendekar Andi binggung dan berpikir keras. Dia harus menolong. Masalahnya dia harus turun tangan sendiri. Dia binggung. Perasaannya bercampur aduk antara enggan pergi dan tidak sabar lagi mau menolong. Pikirannya pun sudah sampai berpikir bagaimana cara menyelamatkan mereka. Harus cepat karena ini menyangkut nyawa. Â Â