BAB XVIII
MENGARUNGI SAMUDERA. NEGERI CINA, MONGOLIA, DAN RUSIA
      Setelah sampai di Cina Mereka merasa gamang karena terbiasa di laut. Mereka berjalan. Melihat kehidupan di daratan, membuat mereka berpikir tentang keluarga. Salah satu pengawal  pangeran berkata," Pangeran bukannya ini saat yang tepat untuk melarikan diri?" Pangeran berkata pula, "Oh ya sesampainya di penginapan aku harus menulis surat."  Para pejalan kaki lainnya memandang aneh dengan mereka. Di penginapan, pangeran menulis surat. "Istriku sayang, sekarang aku sedang berada di darat. Aku melihat suku bangsa lainnya. Temanku mengajakku ke Mongolia, katanya banyak pengembala di sana. Aku akan bawakan oleh-oleh dari sana sayang. Maafkan aku sayang, aku baru bisa menulis surat lagi. Aku berharap negeri kita semakin jaya. Terutama, perdagangannya seperti di sini."
  "Aku tidak  lupa menjaga diri dan kesehatan. Kau juga tentunya. Pasukanku pun menulis surat untuk keluarganya. Kau tidak marah denganku kan? Aku sangat tertarik dan merindukan kalian. Keindahan negeri ini  bisa menyaingi keindahan negeri kita." Tiba tiba ada yang mengetok pintu. Ternyata nakhoda.
"Aku tidak senang dengan salah satu pasukanmu. Dia ingin melarikan diri." Nakhoda berbicara seraya membawakan pengawal yang dimaksud.
"Mengapa kau bertindak terlalu cepat? Aku minta maaf atas kondisi ini. Kalian pasti merindukan keluarga kalian."
"Maksudmu kau mau melarikan diri juga?"tanya nakhoda penasaran dan gemas.Â
"Aku bermaksud setelah dari Mongolia, aku kembali ke negeriku Makassar."
"Aku tidak terima. Aku tidak menginzinkanmu untuk kembali. Aku ingin kau berlayar lagi, karena itu memang kebiasaanmu. Apalagi itu artinya kau akan meninggalkanku. Ayolah kawan? Aku sebatang kara"
"Aku sudah bertobat untuk meninggalkan keluarga. Sejak muda aku sudah melakukannya, karena itu aku sudah menjelajahi ratusan pulau."
"Memang kau masih muda."