Mohon tunggu...
MIRANDA NASUTION
MIRANDA NASUTION Mohon Tunggu... Konsultan - Saya perempuan yang hobi menari. Saya anak ragil dari pasangan Alm. Aswan Nst dan Almh Tati Said. Saya punya impian menjadi orang sukses. Motto hidup saya adalah hargai hidup agar hidup menghargai Anda.

Tamatan FISIP USU Departemen Ilmu Komunikasi tahun 2007, pengalaman sebagai adm di collection suatu bank, dan agen asuransi PT. Asuransi Cigna, Tbk di Medan. Finalis Bintang TV 2011 oleh Youngth's management. Pimpinan Redaksi Cilik tahun 2002-2003 (Tabloid Laskar Smunsa Medan).

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Putri Rembulan (Novel Klasik Keluarga)

26 Agustus 2018   16:44 Diperbarui: 3 September 2019   17:01 1998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

PUTRI REMBULAN

BAB I PENDAHULUAN

PUTRI RAJA DELI TUA SAKTI DAN KEKASIHNYA (PUTRI MERAK JINGGA DAN ARUNG JERMAL) 

 

             Suatu peristiwa bersejarah yang diduga membuat muncul suatu legenda yang sangat terkenal di pulau emas (Sumatra).  Seorang ibu bercerita kepada anaknya tentang legenda tersebut.  Legendanya mengenai seorang putri yang sangat cantik. Namanya putri hijau.  Putri hijau memiliki ibu yang sangat cantik jelita, yaitu putri Merak Jingga. "Anakku ibu akan ceritakan  dongeng kepadamu, agar kau lekas tidur." Sang anak senang sekali , "Ya ibu. Ibu baik sekali."  Sang ibu melanjutkan, "Mari kita mulai ceritanya." Sang anak menjawab pula, "Mari ibu."

            "Alkisah seorang putri yang sangat cantik. Putri Merak Jingga namanya. Putri tersebut memancarkan cahaya jingga sampai ke Tiongkok. Raja Tiongkok pun ingin mempersunting putri Merak Jingga. Untuk itu sebelum sampai ke negeri Deli Tua, di mana sang putrid tinggal, Raja Tiongkok mengutus orang kepercayaannya.  Namun, sayangnya orang kepercayaannya berjumpa dengan orang Deli yang sifatnya tidak bagus, karena ingin mengambil kekuasaan raja Deli Tua Sakti." 

            "Makanya anakku kita tidak boleh percaya sembarang orang.  Apalagi baru saja dikenal."

            "Baik ibu."

             "Terjadilah perebutan kekuasaan. Orang  Deli yang jahat  membuat raja Tiongkok menyerang istana Raja Deli Tua Sakti. Mereka mengatakan bahwasannya raja Tiongkok ditolak lamarannya." 

"Bagaimana dengan putri Merak Jingganya? Hmmh kapan saja cahayanya akan muncul?"

"Cahayanya akan semakin terang jika putri sedang merindukan kekasihnya. Putri  merak jingga memiliki kebiasaan mandi dengan rempah-rempah. Ketika mandi putri akan memancarkan cahaya berwarna jingga.  Selain itu,  putri memiliki abang yang bernama pangeran Deli Sakti. Teman abang putri Merak Jingga yang bernama Arung Jermal,  anak pawang laut, memiliki hubungan sangat dekat dengan putri.  Arung Jermal pun jatuh hati dengan Merak Jingga."

"Arung Jermal,   anak pawang laut?" anak bertanya tidak percaya.

"Iya. Maka Arung Jermal diberi kesaktian dari ayahnya, pawang laut, bisa menyelam sampai ke dasar laut."

"Sebelum menolong putri Merak Jingga dan ayahnya, Arung Jermal sedang berada di laut.  Dia berjumpa dengan bidadari laut, untuk menanyakan sesuatu mengenai seekor ikan."

"Pasti putri Merak Jingga sangat merindukan kekasihnya."

"Arung Jermal ternyata lebih memilih putri Merak Jingga. Arung menyelamatkan putri dan membawanya ke gunung. Pasukan Raja Tiongkok mengejar. Namun, Arung Jermal dan Putri Merak Jingga  selamat.  Mereka menikah.  Setelah menikah mereka pun memiliki beberapa orang anak. Salah satunya diberi nama putri Hijau."

"Putri Hijau????" si anak pun bertanya-tanya. Ibu pun melanjutkan dongengnya.

 " Raja Tiongkok tidak menyerah. Pasukan raja Tiongkok menyerang kembali. Arung Jermal dengan istri dan anaknya terpisah. Terdesak, Putri Merak Jingga akhirnya naik ke kahyangan. Namun, satu putri tertinggal, yaitu putri yang ibu sebutkan tadi."  Anak pun tertidur.

                                                                                                                                                          """"

               Siapa yang tidak kenal dengan kerajaan Haru?  Kerajaan Haru memiliki istana yang bertempat di Deli Tua. Kerajaan ini dekat sekali dengan kerajaan Indraloka yang bertempat di dekat sungai yang sangat panjang. Bentuk sungainya berkelok-kelok sampai ke tanah Deli. Banyak masyarakat yang memiliki mata pencaharian bercocok tanam. Alangkah indahnya kehidupan masyarakat di sana.

            Kerajaan Haru sangat identik dengan Melayu,  Karo, dan Aceh mulai dari sebelum abad ke XV sampai dengan abad ke XV. Namun, di masa ini pula munculnya konflik. Konflik ini muncul akibat dari mencari lahan ekonomi.  Pada waktu itu, suatu selat yang sangat terkenal  memang begitu ramai. Selat ini bernama selat Malaka.  Negeri Aceh, Batak, dan Melayu saling mengakui daerah ini, termasuk bangsa yang jauh, yaitu bangsa Portugis.  Pada saat itu, bangsa Portugis memang sudah masuk di wilayah Aceh.

            Kerajaan Haru akan dipimpin oleh seorang wanita. Situasi yang saling berhubungan ini membuat di masyarakat muncul cerita turun temurun,  yang disebut legenda Putri Hijau. Legenda Putri Hijau ini menjadi dongeng. Entah iya entah betul. Berarti betul. Hahahaha. Legenda yang dimaksud adalah legenda yang menyangkut putri yang sangat cantik jelita, sehingga memancarkan cahaya hijau sampai ke negeri Aceh, dengan adiknya yang berperang dan berubah menjadi meriam,  dan karena kepanasan meriam tersebut menjadi puntung. Satu di istana Deli Muda (istana maimun), dan satu lagi di daerah Batak. Abangnya putri Hijau adalah seekor naga yang mendiami sungai Deli.

             Kerajaan Haru membawahi beberapa kerajaan. Salah satunya kerajaan Indraloka. Kerajaan ini memiliki keluarga seperti pelangi, karena penuh warna.  Karena suatu perjalanan putra putri raja bertemu dengan para saudagar dari Gujarat. Memang saat itu negeri ini banyak dikunjungi para saudagar dari Arab dan Gujarat.  Kerajaan Indraloka memiliki banyak kelebihan. Salah satunya,  negerinya banyak menghasilkan rempah-rempah. Sungai yang berkelok-kelok tersebut diberi nama sungai Rempah.

              Di dekat kerajaan Indraloka banyak rumah berasitektur negeri Tiongkok. Mata pencahariannya pun berdagang. Masyarakat hidup damai. Beberapa orang Tiongkok menikah dengan masyarakat setempat.  Mereka mengikuti adat istiadat sekitar. Bahkan ada satu pejabat  keturunan Tiongkok terkenal baik dan rendah hati. Mereka memiliki seorang putra yang sepertinya akan meneruskan keberhasilan bapaknya.

               Suatu waktu seorang perempuan dan lelaki berjumpa di suatu toko. Di toko tersebut ada tinggal satu jenis selendang yang sangat indah.  Perempuan dan lelaki serentak bertanya, "Berapa harganya?" Pemilik toko binggung dan melihat keduanya. "Hanya 10 sen." Perempuan menjawab,  "Mahal sekali."  Yang lelaki menjawab,  "Tidak perlu khawatir nona cantik, kau akan memiliki selendang itu."  "Tetapi aku tidak memiliki uang yang cukup." Perempuan tersebut bersedih hati. "Mohon maaf jika aku lancang, tetapi biarkan aku yang membayar dan menghadiahinya kepadamu." Perempuan terdiam sejenak dan mengangguk.  "Terima kasih," kata perempuan itu.  Mereka pun berpisah.  

                Namun anehnya beberapa bulan kemudian mereka berjumpa dalam suatu pesta kerabat. Mereka saling diperkenalkan oleh orang tuanya masing-masing. Singkat cerita mereka pun berjodoh . Ternyata ketika menawar selendang itu,  mereka sedang menyamar menjadi orang biasa.  Mereka mepunyai kebiasaan yang sama, yaitu sangat menyukai kehidupan orang-orang biasa.  

                Laki-laki dan perempuan itu adalah  Raja dan Ratu Indraloka. Ratu Indraloka pernah bermimpi akan memiliki seorang putri yang sangat cantik dan beberapa pangeran berbakat. Ada cahaya merah jambu yang akan menemani keluarga istana. Kerajaan ini penuh dengan warna. Sifa-sifat putra putri raja sangat beragam, tetapi semuanya berperilaku terpuji. Hanya putri pertama yang sedikit berbeda dan memiliki rasa iri dengan adiknya, tetapi raja dan ratu Indraloka tidak mau tinggal diam. Mereka selalu mengingatkan putri mereka, bahwa bersaudara harus saling menyanyangi.

\

 

BAB II

KERAJAAN INDRALOKA, PARA PANGERAN, DAN PARA PUTRI

            Alkisah sebuah kerajaan yang sangat makmur. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja yang sangat arif. Raja memiliki empat putra dan dua putri. Raja pun mengadakan sayembara untuk mencari menantu untuk putri pertamanya. Putri pertamanya cantik sekali. Putri pertamanya diberi nama Cempaka. Walaupun Cempaka berwajah cantik, tetapi perangainya kurang baik. Cempaka merasa iri dengan adiknya, Rembulan. Putri Rembulan memang tidak secantik kelihatannya, tetapi memiliki perangai yang baik.

            Raja dan ratu kerajaan Indraloka selalu memberi wejangan kepada putra dan putri mereka, agar selalu giat bekerja dan rajin belajar. Di antara keenam anak mereka, putri Rembulan yang paling giat. Putri Rembulan tidak pernah minder dengan tubuhnya yang kecil, dan daya tangkapnya yang kurang. Oleh karena itu, dia selalu mengulangi pelajaran dari gurunya. Maka, jadilah putri Rembulan yang tercerdas dibandingkan saudaranya yang lain.

            Kecemerlangan otaknya tidak menjadikan putri Rembulan tinggi hati. Dia selalu baik dengan kedua orang tuanya, saudaranya, temannya, juga kepada para penjaganya atau dayang- dayangnya. Dayang Larasati selalu mengingatkan agar putri rembulan tidak lupa untuk selalu memperhatikan kondisi diri, termasuk penampilan. Dayang Larasati memang terampil dalam perawatan diri. Dayang Larasati selalu membuatkan ramuan untuk perawatan diri putri Rembulan. Maka, jadilah putri Rembulan kian hari kian cantik.   

            Putri Cempaka tidak senang melihat perkembangan ini. Putri Cempaka merayu kedua orang tuanya agar dayang Larasati bisa dibawanya setelah menikah nanti. Bahkan putri Cempaka tidak menginginkan putri Rembulan hadir dalam sayembara nanti.

            Putri Rembulan pun diserahkan tugas untuk mengunjungi sanak saudara jauh dari kerajaan. Yang memerintahkan dalah ayahanda dan ibundanya. Maka, acara sayembara pun tidak bisa dihadiri oleh putri Rembulan. Sebulan sebelum putri Cempaka menyelenggarakan sayembara. Putri Rembulan berangkat meninggalkan kerajaan. Putri Rembulan pamitan dengan kedua orang tuanya, dan kakaknya putri Cempaka, dan abangnya pangeran Naga Gledek.

            "Permisi kakanda, adinda mohon pamit untuk berangkat ke rumah sanak saudara kita," kata putri Rembulan dengan tutur kata penuh hormat. "Baik adinda. Kakak memberi izin. Hati-hati di jalan. Sampaikan salam kakak kepada pati dan istrinya," tutur putri Cempaka dengan wajah senang, tetapi ada perasaan sedih yang muncul tiba-tiba. "Permisi ayahanda dan ibunda. Adinda akan segera berangkat ke luar kerajaan." "Silakan anakku. Hati-hati di sana. Jaga sikapmu di sana. Di sana juga ada banyak hal yang bisa dipelajarin."

            "Ayahanda dan ibunda benar. Doakan juga ananda sehat selalu. Ananda pun akan selalu mendoakan ayahanda dan ibunda, juga kakanda dan abangda ." "Sudah pasti putriku. Ayahanda harap juga kalian bertiga bisa menjaga adik kalian dengan baik. Pengalaman kalian juga akan bertambah." "Benar ayahanda bagi kami bertiga ini adalah pelajaran yang sangat berharga," kata pangeran pertama, Naga Buana, mewakili adiknya yang lain.

           

                                                           

BabIII

PANGERAN DAN  PUTRI DALAM PERJALANAN

            Dalam perjalanan ada banyak sekali hal-hal baru yang disaksikan oleh putri Rembulan. Putri Rembulan sanang sekali melihat rakyat yang sedang berdagang. Lalu putri Rembulan turun dan mencoba menawar barang-barang yang dijajakan. Putri membeli kain, sepatu, dan alat untuk berdandan. Ketika menawar putri Rembulan terpana dengan ketampanan seorang penjual buah.

            "Berapa harga buahnya ?"

            "Hanya dua perak."

            "Wah murah ya."

            "Iya, makanya banyak pembelinya."

            "Hmmh,  kalau begitu pemuda yang baik saya akan beli buah lima kilogram. ini uangnya. Lebihnya untuk anda saja."    

            Putri Rembulan naik lagi ke kereta kuda dan ketiga abangnya sudah berada di kereta kuda terlebih dahulu. Putri Rembulan secepatnya memakan buah yang dibelinya. Buah-buahan terebut segar sekali. Semua orang yang di dalam kereta kuda pun dibagikan buah-buahan tersebut. Badan mereka yang sudah letih, terasa segar kembali. Setelah makan buah putra dan putri raja pun mengantuk. Mereka pun tertidur. Bunga-bunga bermekaran. Warna warni kehidupan semakin menampakkan sinarnya. Secemerlang para putra putri raja. Pasti kelak kerajaan akan mencapai kejayaannya. Suara kereta kuda terus berbunyi. Penunggangnya benar-benar telah menguasai medan perjalanan.

            Burung-burung berkicau dengan girangnya. Putri Rembulan terbangun karena ada seekor burung yang menengger di dahinya. Dia terbangun dan membuat burung tersebut terbang. Burung tersebut bergabung kembali dengan temannya yang  lain. Burung-burung pun berkicau kegirangan. Putri Rembulan memandangi sekumpulan burung tersebut dari dalam kereta kuda. Dayang Ratna Jelita berbicara, "Mereka begitu riang, bebas dan kompak.

            Putri Rembulan tersentak dan menyahut, "Ya, seperti diriku sekarang. Perasaanku bercampur antara suka dan duka. Suka  bisa lebih bebas melihat dunia luar. Duka karena ini semua terjadi atas usul kakanda." Dayang Ratna mengangguk dan memandangi wajah putri Rembulan yang semakin dewasa. Lalu putri Rembulan menambahi kata-katanya. "Dayang Ratna bantu aku berdoa agar putri Cempaka berubah lebih baik, agar aku bisa semakin dekat dan bisa bermanja-manja dengannya." "Ya aku mengerti alasannya. Putri Raja Indraloka cuma dua, dan sesama saudara harus saling menyanyangi. Semoga doa putri terkabul. Amin."

            Setapak demi setapak. Kota demi kota sudah dilalui. Tibalah kereta kuda ini di suatu hutan yang sangat mencekam. Pangeran Naga Buana meminta semuanya untuk berdoa. Tiba-tiba dari segala penjuru muncul perampok. Dengan sigap para pangeran dan pengawal dari kereta kuda yang lain melawan kawanan perampok. Putri Rembulan pun turut ambil bagian. Pertarungan pun berlangsung sengit. Kawanan perampok memang berilmu tinggi. Pertahanan putra dan putri raja pun menurun setelah hampir setengah jam bertarung.

            "Jurus elang sakti," sebut salah satu perampok. Perampok tersebut pun menarik lengan putri Rembulan dan mengendongnya paksa. Putri Rembulan langsung pingsan. Para perampok lantas bergerak menjauh. Para pangeran ada yang hampir terluka. Pangeran tertua memberikan aba-aba untuk menahan diri dengan tangannya. Pangeran Naga Swara berkata, "Tenang aku sudah tahu tempat persembunyiannya. Biarkan ini menjadi perangkap."        

            Pangeran kedua, Naga Swarna menyahut, "Jadi kakanda sengaja membiarkan putri Rembulan berada bersama mereka." Pangeran hanya diam dan menatap satu per satu saudaranya, pangeran Naga Swara dan pangeran Naga Buana. Kemudian mereka mencari perkampungan terdekat.

                                                                        """"

            Namun, kemenangan di pihak tidak bertahan lama dikarenakan ada sang jawara menolong. "Tunggu dulu para perampok. Kalian tidak mendapat barang jaraan, maka kalian pikir boleh menculik seorang wanita," kata seorang jawara dengan berang. "Ooh, belagak jago rupanya. Kau pikir kau siapa? Kau tidak tahu siapa kami rupanya," jawab kepala perampok dengan berang pula. "Siapa bilang aku tidak tahu. Akan kuberi tahu yang aku ketahui, yaitu seorang perampok harus segera berhenti menjalankan aksinya," lantas sang jawara pun mengerahkan jurus saktinya kepada sekumpulan perampok tersebut. Ternyata sang jawara memang tidak main-main. Dengan beberapa jurus saja sang putri sudah berada di tangan sang jawara. Sang jawara tidak perlu menghabiskan tenaga dengan melawan kurang lebih lima belas orang perampok tersebut. Sang jawara menggunakan jurus jitu untuk dapat dengan segera mengambil sang putri dari tangan perampok.

            Ternyata sekarang putri tidak berada di sarang para perampok yang telah menculiknya. Putri Rembulan sedang berada di tempat yang tepat, yaitu berada di sisi sang jawara. "Turunkan aku," kata putri Rembulan sambil mengerakkan tubuhnya dan meronta. Setelah diturunkan putri jadi kebingungan melihat-lihat wajah sang jawara yang begitu tampan dan baik hati. "Kau pasti, hmmh maaf anda pasti bukan seorang perampok kan?"

            "Tepat sekaali, tuan putri cerdas sekaali," jawab sang jawara berwibawa. Sang putri pun tak sabar lagi untuk menanyakan nama pemuda ini. "Boleh saya tahu, siapa Anda sebenarnya? Saya merasa sudah pernah melihat Anda. Maksud saya, boleh saya tahu nama Anda? Dan bagaimana saya bisa sampai di tangan Anda?," Tanya putri Rembulan panjang dan sang jawara pun tersenyum mengetahui rasa penasaran sang putri.

            "Perkenalkan putri, nama saya Andi Maulana, dan Anda adalah putri Rembulan. Oh ya kita bisa berbicara lebih banyak di sana. " Sang jawara dan putri Rembulan berjalan ke suatu desa. Mereka masuk ke kedai minuman. "Bagaimana dengan keadaan perampok tersebut?" tanya putri lagi kepada pemuda tampan tersebut. "Kebanyakkan dari mereka sudah terluka. Dan penawarnya hanya ada pada saya, putri. Saya sengaja melakukan ini agar perampok tersebut segera bertobat dan berhenti meresahkan warga."

            "Mulia sekali niatmu," kata putri dengan kekaguman. "Terima kasih putri. Bukankah raja menginginkan rakyat hidup aman dan sejahtera?" Tanya sang jawara dengan yakin. "Ya. Kalau Anda berhasil. Raja akan memberi hadiah. Oh ya, jawara kau harus menjaga identitasku," pinta putri dengan pelan. "Baik, tetapi putri harus mengatakan tujuan putri sebenarnya kemana?" tanya jawara hampir berbisik.  "Anda mengintimidasi?" tanya putri seraya sedikit membesarkan matanya yang bening.

            "Bukan. Bukan begitu, tetapi saya tidak akan memanggil putri lagi, sehingga rakyat tidak menyadari bahwa putri mereka sedang berada di dekat mereka. Bagaimana kalau saya panggil Rembulan saja?" jelas jawara pintar membujuk sang putri. "Baiklah akan aku beritahukan bahwa kami akan menyeberang pulau terdekat," jawab putri cepat. "Masih jauh dari sini. Asal saya pun Rembulan jauh sekali dari sini. Anda ingin berkunjung ke daaerah saya?" "Sebenarnya di mana negeri Anda jawara. Dari wajah dan perangai, pasti Anda bukan orang biasa."

            "Berani sekali berduaaan dengan adikku," bentak Naga Swara sambil melayangkan pukulan ke wajah Andi. Namun, cepat ditangkis oleh sang jawara. Pendekar ini pun terpaksa bangkit dan berputar, serta melayangkan pukulan balik, yang juga ditangkis oleh sang pangeran. Angin tiba-tiba bertiup sehingga pangeran Naga Swara tak berkutik. Sang jawara pergi dan melihat kepada putri rembulan. "Sampai jumpa lagi rembulan. Semoga saya bisa membawa Anda ke negeri saya."

            "Tunggu. Aku ikut," pinta putri Rembulan sedih. "Sudah. Adinda tidak boleh terpana dengan wajah tampannya saja," potong Naga Swara. "Adikku kau sehat? Bukankah dia adalah pemuda yang sama dengan penjual buah itu?" tanya si sulung, Naga Buana yakin. "Sepertinya mereka memang orang yang sama. Aku pikir cuma aku saja yang merasakannya.," sahut putri Rembulan seraya melanjutkan, "Ya aku sehat kakanda. Kakanda semua bagaimana?" "Kami semua sehat. Kakanda meminta maaf karena membahayakan dirimu," tutur Naga Swarna dan melanjutkan, " Sepertinya kau sedang jatuh cinta. Rembulan pun semakin bersinar meski hari masih terang benderang. Keindahan wajahmu semakin bertambah, di kala kau dekat dan merindukan seorang yang kau cinta."

            Putri Rembulan tersipu malu dan berkata,"Kakanda semua tidak boleh salah paham, pemuda itulah yang menyelamatkan jiwa adinda. Bahkan dia memiliki tujuan yang sangat mulia. Dia ingin membantu ayahanda mengapai impiannya untuk menghilangkan ketidakamanan pada diri warga." "Kalau begitu mengapa pendekar itu pergi? Naga Swara hanya ingin menguji ilmunya," tanya Naga Buana kepada adiknya sekaligus memberi alasan. "Aku ingat mengenai satu hal. Andi mengatakan, maksudku pendekar itu mengatakan bahwa kebanyakkan perampok sedang terluka karena racun yang disebarkan Andi, ketika menyelamatkanku." "Berita bagus ini namanya. Dengan begitu pengawal daerah akan lebih mudah menangkap mereka. Apalagi sarang mereka juga sudah diketahui. sepertinya semua sudah bertindak lebih cepat dan semoga kejadian ini tidak terulang lagi," kata Naga Buana menenangkan sang adik.

                                                                       

BAB IV

PUTRI REMBULAN DAN PENDEKAR MAULANA

            Perjalanan pun berlanjut, tetapi kali ini pangeran dan dayang binggung dengan perubahan perilaku putri Rembulan. Para pangeran pun berusaha membuat cerita lucu, tetapi putri tetap saja enggan untuk tersenyum. "Hewan apa  kalau jalan matanya mendelik?" Naga Swarna mencoba memecahkan suasana, tetapi belum berhasil jua. "Hewan apa yang makannya segentong?" Naga Buana mencoba menambahi. Naga Swarna dan Naga Swara mengulum senyum karena senang melihat pangeran pertama bisa juga melucu. Namun, ketiganya belum bisa senang, karena putri Rembulan hanya menatap mereka satu per satu dengan wajah sendu.

Para pangeran pun mulai meredakan keinginannya untuk menghilangkan kesuntukkan di wajah putri, adik mereka. Mereka pun mulai mengalihkan perhatiannya kepada hal lain, bisa juga mengingat-ingat kejadian yang lalu untuk mengisi kekosongan waktu. Ada yang sedikit menahan senyum. Ada yang mengubah-ubah mimik wajahnya. Hal ini membuat kantuk pun datang. Namun, tanpa disangka tibalah mereka di dekat sungai, mereka berhenti sejenak untuk mengambil wudhu. Mereka pun mengerjakan sholat di dalam kereta kuda. Setelah selesai sholat dan berdoa, pangeran melihat wajah putri Rembulan semakin sendu. "Hati Cuma satu. Dua mata tak mampu melihat sang jawara. Sang jawara baik hati, tidak tahu dari negeri mana asalnya. Sepertinya...," putri Rembulan menghentikan kata-katanya. "Abangda akan segera mencari tahu tentang jawara tersebut,          tetapi tersenyumlah dulu," sambung pangeran Naga Swara. "Benarkah?" tanya putri Rembulan cepat. "Benar," jawab ketiga abangnya kompak.

            Perjalanan berlangsung damai. Semua mereka yang akan menyeberang lautan tidak lupa berdoa dan bersabar, serta selalu menjaga kesehatan. Jalan setapak, jalan bebatu, jalan becek, semua medan terasa sudah dijalanin. Berjenis-jenis pohon sudah bersua dengan para putra dan putri raja. Berbagai paras manusia telah disaksikan. Berbagai kota dengan segala keindahannya telah dipandang penuh kekaguman. "Pengawal berapa hari lagi kita sampai di tempat tujuan?" tanya Naga Buana kepada orang kepercayaannya. "Kurang lebih tiga hari lagi Pangeran," jawab pengawal itu pula.

            Tiga hari pun berlalu. Hari-hari yang melelahkan. Apalagi  buat putri Rembulan yang sedang jatuh cinta. Pangeran dan putri dijemput oleh kapal layar milik saudara jauh mereka.  Di atas kapal layar tersebut abang beradik ini menghirup udara dalam-dalam, tetapi anehnya seperti orang yang baru melihat hantu putri Rembulan mencari-cari ke sekeliling kapal. "Mari kita masuk dan makan jamuan yang telah disajikan," tawar pengawal dengan santun. Putri Rembulan menyantap makanan dengan lahap, membuat para pangeran senang dan mengucapkan syukur, terlebih lagi karena mereka masih diberi kesehatan selama perjalanan. Mata putri berbinar-binar sepertinya ada kabar gembira akan datang. Setelah bercengkerama cukup lama seusai makan bersama, putri Rembulan merasa lelah dan mengantuk.  Pangeran sulung maklum dan menyuruh dayang mengajak putri Rembulan masuk.

            "Permisi kepada abangda dan pengawal karena putri harus permisi terlebih dahulu. Mohon maaf putri tidak bisa menemanin lebih lama untuk mendengar lebih banyak cerita penuh makna dari tanah Jawa," tutur putri Rembulan lembut. "Ah tidak perlu sungkan putri. Saya tahu putri sedang tidak enak badan dan hati. Silakan putri beristirahat segera," jawab orang kepercayaan paman mereka. Putri Rembulan pun bangkit dan keluar dari ruangan tersebut bersama dayangnya. Sesampainya di kamar, putri merasa senang kamarnya ditata dengan apik. "Dayang, kau bisa beristirahat juga."

            "Baik putri Rembulan. Ada yang dapat saya bantu sebelum putri berangkat tidur?" "Tidak, biar aku melakukannya sendiri," putri pun menganti pakaiannya. Putri berdoa dulu sebelum tidur. Tak lama putri pun sudah tertidur pulas.

            "Rembulaan, aku di sini."

            "Di mana?"

            "Aku di sini. Coba balikkan wajahmu," Andi memanggil tidak sabar.

            "Andi...., kau kemana saja? Aku rindu."

            "Aku juga," Rembulan dan Andi berpelukkan. Mereka tidak peduli berada di tengah-tengah lautan. Mereka pun mengarungi lautan berdua saja. Mesra sekali.

            "Putri, putri bangun," dayang Ratna Jelita membangunkan dengan khawatir. Putri Rembulan terbangun dan berkata," Dia dia ada di sini. Akhirnya aku menemukannya," kata putri Rembulan sambil menguncang-guncang tubuh dayang Larasati. "Pendekar itu? Dimana? Dimana?" tanya dayang ingin tahu. Putri Rembulan berlari keluar dengan memakai mantel. Putri berlari ke kanan, ke kiri sekeliling kapal. Tiba di suatu sudut, putri Rembulan menemukan sosok yang dia rindukan selama ini. Dia memanggil pria itu dan pria itu menoleh. Mereka berlari dan berpelukkan. Mereka benar-benar sudah saling mencintai. Dayang putri Rembulan meneteskan air mata, ketika melihat putri dan pria idamannya bersua.

            Mereka bertatapan lama satu sama lain. Mereka berbicara dari hati ke hati. Mereka berpegangan tangan dan tertawa. "Ayo aku kenalkan kepada abang-abangku."  "Baik. Bagaimana dengan penawar yang aku titipkan kepada pelayan?" tanya Andi mengenai kejadian setelah kepergiannya.  "Tenang  dengan bantuanmu dan dengan bantuan rakyat, perampok itu sekarang sudah dikurung di dalam tahanan." Putri dan pendekar masuk ke dalam ruangan makan. Putri Rembulan baru bisa memperkenalkan pujaan hatinya kepada para pangeran. Hatinya putri berbunga-bunga . "Perkenalkan ananda Andi  Maulana. Saya berasal dari Makassar.  Ananda juga mau menghaturkan maaf atas kelancangan hamba."

            "Tidak perlu pendekar. Saya mewakili warga berterima kasih atas bantuan pendekar, sehingga kami dengan mudah menangkap perampok tersebut," ucap Naga Buana kepada pujaan hati adiknya ini. "Sama-sama. Keberhasilan itu juga karena usaha pangeran bertiga dan bantuan rakyat," jawab Andi segera seraya merendah dan menyatakan dengan jujur yang dia ketahui. Lalu, ketiga pangeran dan pengawal serta putri mengangguk-angguk tanda setuju. "Kami terima perkenalan ini, pendekar Andi. Saya pengeran pertama, Naga Buana. Ini adik saya pengeran kedua, Naga Swarna, dan di sampingnya ada pangeran keempat Naga Swara. Nah, sekarang kita sedang berada di kapal yang dipimpin oleh Jaka Boyo".      

            "Sepertinya pendekar berasal dari keluarga berada, dan ilmu anda sangat tinggi," kata pangeran kedua kepada pendekar. "Ilmu mana pun bisa menjadi semakin sempurna, kalau dilakukan dengan ketekunan," jawab Andi bijak. Semuanya mengangguk-anggukkan kepala lagi dan memandang pendekar kagum. "Pangeran dan tuanku Joko Boyo, izinkan saya memberitahukan bahwa di luar udara dingin sekali dan angin sangat kencang. Cuaca kurang bersahabat" salah satu pengawal mengabarkan. "Tetap tenang dan tidak takut terhadap air laut yang tinggi, pengawal" coba Andi menenangkan.

 

 

 

BAB V

BERLAYAR KE PULAU KECIL DAN SAYEMBARA PUTRI CEMPAKA

            Di istana raja dan ratu sudah bersiap  melihat calon menantunya. Sayembara dihadiri oleh ratusan orang. Putri Cempaka duduk di samping ayahanda tercinta, sedangkan pangeran ketiga, Naga Gledek, yang tidak ikut berlayar atau keluar istana memantau jalannya sayembara . Semua peserta sayembara berilmu tinggi. Mereka terpelajar dan gagah berani. Raja dan ratu tetap melihat kebaikan hati para peserta, sebagai salah satu kriteria kelulusan. Sistem sayembara sedikit berbeda. Raja dan ratu memang pasangan serasi. Suami istri ini memiliki kreatifitas yang tinggi, serta ide-ide yang cemerlang. Sistem sayembara ini tidak hanya melihat ilmu kanuragannya saja, tetapi beberapa hal lain seperti kecerdasan otak dan kepribadian untuk menilai perilaku. Sistem ini baru pertama sekali dibuat sehingga para peserta harus mempunyai kemampuan adaptasi yang baik terhadap sistem baru. Raja dan ratu sadar putri Cempaka harus mendapat sami yang berbudi agar bisa menuntunnya.

            Babak pertama dilakukan dengan mengajukan pertanyaan seputar ilmu negara dan ilmu budi pekerti. Rakyat manggut-manggut mendengar jawaban calon pendamping putri. Dari pertanyaan ini raja bisa mengetahui perilaku para peserta. Bahkan raja  melihat kejujuran dari jawaban tersebut. Lalu, hanya peserta yang jujurlah yang boleh mengikuti laga tanding bela diri. Di mana sebelumnya di babak kualifikasi sudah diuji bahwa ilmu beladiri semua peserta memenuhi standar. Laga tanding bela diri ini dinilai dari jurus yang dikuasai dan laga ini dibatasi waktu tertentu. Sayembara ini berjalan selama tiga hari.

                                                                                                                                                            """"

            Perjalanan putra dan putri raja semakin menyenangkan dengan kehadiran Andi. Lalu tibalah saatnya sang pendekar memberanikan diri untuk mengajak sahabat barunya berlayar ke sebuah pulau kecil. Para pengawal menurut saja ketika pangeran Naga Buana memerintahkan singgah di pulau tersebut.

            "Sobat, kalian jangan terkejut kalau di sana indah dan ada kapal yang jauh lebih besar dari kapal ini. Aku sudah tujuh kali mengunjungi pulau ini dengan kapal tersebut," jelas Andi bersemangat.  "Tujuh kali?" Tanya putri Rembulan tidak percaya. "Apa yang mendorongmu untuk singgah ke pulau ini? Apa karena keindahannya saja?"  Tanya Naga Swara ingin tahu. "Bukan karena itu saja, tetapi karena ayahandaku mengajari aku untuk mencintai lautan. Kenikmatan melintasi lautan dengan ketekunan dan kesabaran lebih besar, daripada dengan menggunakan ilmu melintasi samudera," jawab sang pendekar.

            Perjalanan ini langsung dengan kemudi sang pendekar. Ternyata Andi tidak hanya pendekar, tetapi juga sang pelaut handal. Ini sudah dibuktikan sendiri oleh mereka semua ketika Andi membantu menghadapi cuaca buruk di kapal. 

            Tibalah mereka di pulau yang sangat indah itu, Andi dan Rembulan tersenyum. Terlebih di hati mereka, mungkin mereka membayangkan berbulan madu di pulau ini. "Wah indah sekali ya pulaunya. Kami sangat beruntung berkesempatan mengunjungi pulau ini," ungkap Rembulan dengan senang.  "Aah saya rasa putra dan putri raja memiliki banyak tempat untuk dikunjungi. Di mana keindahan tempat-tempat tersebut bisa saja menandingi pulau ini," terang Andi.  "Pulau indah mata menjadi teduh dan irama kehidupan begitu mengalir lembut dan membuai hati para insan," lanjut Naga Swarna yang selalu puitis.

            "Saya tahu maksud pendekar. Maksudnya alangkah baiknya kita selalu melihat keadaan rakyat dan tempat-tempat yang belum dikunjungi, agar rasa kekaguman terhadap ciptaan Tuhan bertambah, dan kita semakin menjadi hamba yang bersyukur dan mau tahu kondisi sesamanya," opini Naga Buana.  "Dan alangkah baiknya kita segera melihat sekeliling," Naga Swara menengahi, kemudian dia bernyanyi riang. "Mohon maaf pangeran bertiga dan putri Rembulan saya cuma mau mengatakan agar tidak lupa menunjukkan sikap yang baik di tempat ini," kata pendekar khidmat.

            Beberapa menit lamanya kelima saudara ini tidak berbicara, yang tampak hanya ekspresi kekaguman.  "Sebentar lagi saya akan menunjukkan kapal yang lebih besar dari kapal milik Joko Boyo. Itu dia," tunjuk Andi lalu berlari menuju kapal tersebut. Andi sangat merindukan kapal tersebut. Putra dan putri raja pun turut berlari, dan diikuti para pengawal pangeran dan dayang Larasati. Sedangkan Joko Boyo dan pengawalnya tetap di kapal, yang dipakai untuk menjemput para pangeran. Akan tetapi, alangkah terkejutnya mereka karena melihat ada kapal lain yang hampir sama besarnya, dengan kapal milik Andi, tetapi dengan ornamen yang berbeda. Tampaknya kapal tersebut baru tiba.

            "Assalamu'alaikum," kata seseorang di belakang mereka. "Walaikum salam," sahut Andi Maulana. "Ternyata pulau ini semakin banyak yang mengakui keindahannya, karena banyak yang singgah kemari," lanjut Andi. "Izinkan saya memperkenalkan diri, saya Ahmad Thoriq. Saya berasal dari Arab," orang asing itu memperkenalkan diri dengan bahasa Indonesia yang cukup fasih. "Saya bernama Andi Maulana, yang lain adalah Naga Buana, Naga Swara, Naga Swarna, Rembulan, Ratna Jelita," jelas Andi sambil menunjuk orang yang dimaksud.

"Petang bentar lagi menyapa, waktu ashar pun akan tiba. Bagaimana kalau kalian bersaudara menginap di tenda kami," Thoriq menambahkan.  "Boleh. Sudah berapa lama saudara sampai di pulau ini?" tanya pendekar kepada sang Arab. "Sudah dua hari. Dari sini kami berencana pergi ke pulau Jawa. Kami ingin berdagang," jelas sang Arab. "Wah, semua barang dagangan ada di kapal tersebut?" Naga Swara dan Rembulan serentak buka suara. "Na'am," sang arab mengangguk. "Wah, berani sekali. Berarti pulau ini memang aman ya," peka Rembulan sambil membayangkan barang dagangan yang indah-indah. "Insya Allah, tapi dari tenda saya dan teman-teman bisa mengawasi. Di dalam kapal juga ada yang menjaga," kata Thoriq menjawab kekhawatiran saudara-saudara yang baru dia kenal belum sejam lamanya itu.  "Teman-teman yang lain tidak kelihatan ya?" Rembulan penasaran.

            Tidak berapa lama kemudian mereka sudah sampai di tempat yang dikatakan tuan Thoriq tadi. Putri Rembulan senang melihat ada seorang perempuan Arab, yang sangat cantik ada di depannya berjarak kira-kira dua meter. Putri senang karena berarti teman perempuannya akan bertambah. Dia dan Dayang Ratna Jelita tidak akan kesepian lagi. Di dalam tempat yang sudah seperti pondok tersebut, Rembulan melihat ada dua orang lainnya yang bersorban. Rembulan teringat kata tuan Thoriq, mereka akan diajak ke tenda mereka, mungkin sang Arab merendah atau lupa salah satu kata dalam bahasa Indonesia yang merujuk kepada tempat tinggal.

                 "Perkenalkan ini keluarga saya. Ini suami istri Ahmad Yunus dan Fatimah. Dan ini adalah adik kami yang paling kecil, Ahmad Husein," terang Thoriq setelah mereka berjarak lebih dekat.  Putri Rembulan melihat Ahmad bersaudara mirip satu sama lain. Pangeran dan pengawal, Andi dan putri serta dayangnya  melihat Arab bersaudara tersebut dengan rasa pertemanan. Pendekar menyenggol lengan putri Rembulan. Tampaknya Andi sadar ada lelaki muda yang bisa saja menyainginya. "Ada satu wanita lagi yang belum diperkenalkan kepada kami. Biarkan saya menebak, mungkin istri Tuan Thoriq," Naga Swara beropini dengan girangnya. Lalu Tuan Thoriq mengangguk, "Na'am, istri saya Aisyah.  "Assalamu'alaikum," serentak beberapa orang Arab ini mengucapkan salam. "Walaikum salam," jawab Naga Buana dan lainnya serentak.

            "Saya adalah Naga Swarna. Pertemuan  ini sepertinya sudah ditakdirkan dari yang Maha Kuasa. Berjumpa dengan orang-orang yang cerdas, berani, dan taqwa. Semoga pertemuan ini berlangsung lama dan manis," pangeran kedua menyapa dan berkata lagi," Kali ini izinkan saya abangda untuk memberitahukan nama kita," pangeran Naga Buana memberikan tanda setuju," Abang saya ini Naga Buana, adik saya ini Rembulan dan macik kami Ratna Jelita, adik kami Naga Swara, sahabat kami ini pendekar Andi Maulana," Naga Swarna menjelaskan kata-katanya dengan menunjuk orang yang dimaksud dengan santun, seraya menyembunyikan identitas diri mereka sebenarnya. Rembulan senyum-senyum karena dayangnya kelihatan terlalu muda untuk dipanggil macik.

            Kemudian mereka dipersilakan masuk. Ada tempat pemandian di dalamnya. Ternyata pulau ini memang benar-benar indah. "Subhanallah," ucap Rembulan dalam hati. Karena waktu sholat ashar sudah datang , mereka pun mengerjakan sholat berjamaah di mana sebelumnya mengambil wudhu di tempat pemandian tersebut, karena ada tempat air mengalir. Selesai sholat dan berdoa mereka langung berkeliling mencari makanan.

               "Sepertinya pulau ini tidak bertuan. Bagaimana kalau kita minta ayahanda mengajak beberapa rakyat untuk tinggal di sini, untuk mengembangkan pulau ini?" usul Naga Buana kepada saudaranya yang lain. "Usul abangda bagus sekali," jawab pangeran kedua dan keempat serentak. "Setelah kita pulang kita harus segera menyampaikan usul ini. Anugerah yang diberikan oleh Allah harus dimanfaatkan dengan baik. Namun, kita juga tidak boleh lupa aturan-aturan yang ada," pangeran Naga Swarna menambahi dengan bijaksana.  "Dan bagaimana pendapatmu  pendekar?" tanya Naga Buana berhati-hati.  "Kenapa tidak? Asal itu berdampak positif, tetapi tetap harus memikirkan tata krama berhubungan dengan daerah lainnya," jawab pendekar cerdas sejalan dengan pendapat pangeran Naga Swarna.

"Aku rasa aku sudah tisak sabar lagi untuk menyebut pulau ini dengan sebutan pulau peri elok," kata Naga Swara dan memanggil-manggil nama pulau ini sambil mendendangkannya,

" Pulau peri elok, banyak orang berdecak kagum.

Pulau yang akan dirindukan kapan saja.

Berjuta rasa dan berjuta kesan muncul dibenakku. Kaulah pulau peri elok."

            Mereka memang sedang mencari makanan, tetapi tidak lupa untuk bertegur sapa. Medan yang mereka pilih tidak berbahaya, tetapi tetap harus waspada, karena banyak hewan-hewan yang tinggal di hutan ini. Sambil mencari makanan mereka  membersihkan jalan kecil agar lebih mudah dilalui.  Ranting-ranting pohon dirapikan agar tidak menganggu pemandangan. Mereka mengambil buah yang dapat dimakan dari pohon sekitar. Pendekar melihat-lihat ke sekeliling, yang dicarinya tidak lain adalah sang pujaan hati, putri Rembulan. Dan ternyata sekarang putri Rembulan sedang berada di  dekat  Ahmad Husein. Tuan termuda dari Arab ini sepertinya menaruh hati dengan putri Rembulan. Putri Rembulan pun merasa sedikit kikuk. Matanya terus awas agar tetap bisa memandang Andi Maulana sang jawara atau sang kapten, pujaan hatinya yang masih terus dirindukannya.

            Dalam hati putri Rembulan kalau saja Rembulan tidak berjumpa terlebih dahulu dengan sang kapten, bukan tidak mungkin dia jatuh hati kepada Ahmad Husein. Betapa beruntungnya dia kalau bisa lebih dekat dengan keluarga saudagar yang baik hati dari Arab ini, meskipun hanya sebagai saudara, karena hatinya sudah untuk kapten. Jadilah dia teringat dengan sayembara yang diadakan oleh ayahanda dan ibundanya di istana. Menurutnya usia Ahmad Husein tidak jauh dari abang sulungnya, berarti cocok kalau disandingkan dengan kakaknya, putri Cempaka.   Kemudian Maulana mendekati Rembulan.

                                                                                                                                                         """"

            "Ayahanda, putri Cempaka sudah menjatuhkan pilihan," tegas putri Cempaka yang telah dirayu oleh salah satu peserta, yang juga seorang bangsawan. "Ayahanda tahu anakku, putri Cempaka. Namun, ayah pinta kamu pikirkan baik-baik sekali lagi. Dan ingat yang terpenting itu budi pekertinya." Putri Cempaka tidak bisa bicara apa-apa lagi. Dia pasrah. Memang sikap dan tindak tanduknya mulai berubah. Selama bermingu-minggu ini putri memendam rindu kepada adik-adiknya, dan dia sadar sikapnya selama ini telah keliru. Setelah bersua ayahanda dan ibundanya, putri cempaka menemui adiknya, pangeran ketiga, pangeran Naga Gledek. Pangeran ketiga juga sangat merindukan keempat saudaranya.

            "Adinda pikir kakanda putri Cempaka apa yang dikatakan ayahanda dan ibunda mengandung maksud yang baik," pangeran ketiga , Naga Gledek, berasumsi. "Apa? Kamu juga mau membahas masalah sayembara itu, adikku?" "Setelah beberapa hari kerajaan belum menemukan orang yang tepat untuk mendampingi kakanda. Dan kakanda tidak boleh bersedih, pasti Allah sudah menyiapkan jodoh yang tepat untuk putri Cempaka." "Kalau begitu kakanda akan meminta petunjuk lagi kepada sang pencipta" "Itu adalah jalan yang benar kakanda. Dan perihal saudara kita, berhubung mereka masih akan lama di luar sana. Ada baiknya kita juga melakukan hal yang sama, hanya saja kita keluar cukup di daerah terdekat dari istana, sehingga kita juga bisa melihat keadaan rakyat. Kalau kakanda bisa menyisihkan waktu, adinda bersedia mengajak, sehingga kakanda juga bisa menenangkan hati dan pikiran sejenak" 

BAB VI

BELAJAR SILAT DAN MENDAKI GUNUNG

            Keesokkan harinya putri Rembulan tiba-tiba saja diajak untuk belajar silat oleh Naga Swarna. Pertama-tama memang putri Rembulan enggan, karena menurutnya saat ini adalah saat yang tepat untuk menikmati udara segar dan pemandangan yang indah ciptaan Tuhan semesta alam. Namun, akhirnya putri bersedia karena alasannya untuk keselamatan diri, ditambah lagi Maulana sang pelaut mendukung dan memberi semangat.  

            Putri Rembulan belajar dengan cepat. Kehebatan silat Naga Swarna semakin terlihat. Naga swarna dan Naga Swara mempertontonkan ilmu silatnya, sehingga semua orang merasa pulau peri elok turut terpukau. Jika pulau ini bisa bicara, maka pulau ini pun akan berkata bahwa ia sangat senang dikunjungi oleh para pemuda berbakat, terlebih orang-orang berbakat dari  Arab yang juga singgah. Situasinya menyenangkan sekali karena deburan ombak ikut menghibur para pemuda. Deburan ombak malu-malu dan ada pula yang berani menghampiri hingga ke bibir pantai. Pohon nyiur tak mau kalah, sekawanan nyiur berderet di kanan kiri kapal yang menepi, melambai-lambai, sehingga orang-orang yang di atas pasir putih terkena terpaannya, menampar pipi dan wajah dengan halus dan lembut.

            Para saudagar dari Arab tidak mau ketinggalan, keempatnya ikut serta berlatih. Pangeran Naga Swarna berhenti dan menghampiri pangeran sulung, yang sedang duduk di atas pohon yang sepertinya telah lama tumbang. Naga Buana sedari tadi memperhatikan para pengawal berlatih. Sekarang Naga Swarna memberikan tugas melatih putri Rembulan kepada adiknya Naga Swara. Meskipun demikian, pangeran Naga Buana mempunyai tugas juga terhadap putri Rembulan, karena nanti malam dia berencana mentransfer tenaga dalamnya ke putri Rembulan.

            Malam harinya pangeran pertama berkata, "Transfer tenaga dalam ini dilakukan agar kau lebih kuat dan mumpuni. Semua kehebatan tetap asalnya dari Allah, sang khalik," nasehat pangeran Naga Buana kepada adik perempuan satu-satunya yang ikut perjalanan bersamanya.  "Ananda mengerti," jawab putri Rembulan patuh. Semua orang berencana untuk mendaki tebing untuk melihat bagian lain pulau ini. Pangeran berharap putri Rembulan sudah cukup belajar dan berlatih, ketika rencana tersebut dilaksanakan. 

           

              Latihan pun dilakukan lagi setelah fajar tiba, "Untuk mendaki tebing yang diperlukan adalah kegigihan dan kesabaran," kata pembuka Naga Buana sebelum latihan kedua. " Nanti kau akan dituntun oleh abang kedua  untuk mencapai tebing dengan ilmu terbang. Akan tetapi, kau harus tetap mendaki tebing dengan kakimu. Dengan latihan yang kau terapkan. Kau sudah cukup kuat melakukannya," jelas abang pertama. "Dikarenakan kami ini pemula.  Pendekar harus bertanggung jawab atas diri kami," kata pangeran Naga Buana sambil menahan senyum setelah memberi arahan kepada putri Rembulan . "Tenang.  Percuma ada tiga abang beradik yang berilmu tinggi. Namun, sesungguhnya medan sekitar gunung ini tidak terlalu mengerikan dibandingkan medan gunung-gunung lainnya, jadi cocok untuk pemula," balas sang pelaut cerdik.

            "Ya, semoga manfaat yang dikatakan Maulana ini bisa kita rasakan, maka kita tidak boleh lupa berdoa," putri Rembulan yang sedang berdiri di depan Maulana menimpali.  "Ya kalau di negeri Arab ada padang pasir begitu luas.  Para musafir harus berjuang menaklukkannya. Kalau di negeri yang indah ini, saat ini kita harus menaklukkan gunung  ini," Husein menuturkan pendapatnya. "Padang pasir mengandung banyak  tanya dan  kau pasti mau mencari jawabannya  Rembulan. Saya akan senang hati mempersuakan putri dengan padang pasir di Arab," tambah Husein lagi dengan senangnya. Pendekar Andi Maulana pun fokus melihat Husein dan Rembulan.   

            Keesokkan harinya semua orang sudah berada di depan gunung yang tinggi. Orang-orang sudah siap dengan perbekalannya.  "Saudara-saudaraku sekalian mari kita mulai perjalanan kita," kata pangeran tertua. "Abangda sebagaiamana arahan kemarin. Adinda akan mengajari ilmu terbang kepada adik kita, Rembulan. Jadi, silakan abang dan saudara-saudara sekalian duluan berjalan," timpal Naga Swarna. "Kakanda izinkan, tetapi ingat setelah setengah jam dari sekarang. Kalian harus sudah menyusul. Rembulan harus benar-benar diawasi, karena medan begitu curam," lanjut Naga Buana. "Baik, abangda yang saya hormati," jawab abang kedua patuh. "Hati-hati ya abangda dan kakanda, Rembulan. Semoga selamat sampai tujuan," pangeran bungsu mendoakan. "Amin," jawab Naga Swarna dan putri Rembulan cepat.

            Seketika Naga Swarna memegang pinggang putri Rembulan dan mereka terbang. "Abangda, apakah beribu tahun yang akan datang manusia akan tetap bisa terbang seperti ini?" tanya putri Rembulan. "Abangda rasa tidak karena ilmu ragawi seperti ini akan digantikan oleh suatu ilmu  yang sangat canggih untuk membawa banyak manusia terbang dari satu tempat ke tempat lainnya," jawab pangeran Naga Swarna. Mereka pun semakin tinggi terbang ke puncak gunung tak lama kemudian mereka sudah sampai.  "Subhanallah, sungguh  besar kekuasaan Allah SWT," kata Rembulan takjub.

            "Oh ya abangda mengingat tuan Thoriq yang datang dari jauh. Apakah ilmu canggih tersebut akan ditemukan oleh para insan di negeri ini atau dari negerinya Ahmad Husein ya?" tanya putri Rembulan panjang.  "Kenapa bertanya seperti itu? Sepertinya kau mulai menyukai orang Arab yang tampan itu," jawab naga Swarna mendekati putri Rembulan yang sedang mencium bunga. "Iya, tapi sayang aku sudah terlanjur menyukai Maulana, tapi pertanyaanku belum dijawab abangda pangeran Naga Swarna." "Kalau suatu negeri bisa mengatur rakyatnya untuk belajar dan mencintai ilmu pengetahuan, maka negeri mana pun juga akan mampu melahirkan orang-orang jenius," pangeran Naga Swarna menjelaskan. "Abangda pangeran waktu yang diberikan pangeran sulung tidak banyak. Kalau begitu, sekarang ajari aku kunci ilmu terbang," pinta putri Rembulan sambil melihat ke bawah.

            "Pertama kau tidak boleh takut.  Kau harus bersahabat dengan ketinggian. Kau harus punya mental yang kuat. Kau harus berlatih terlebih dahulu," jawab Naga Swarna. "Karna aku sudah berlatih kemarin. Aku yakin ujian kali ini bisa aku lewati dengan baik." "Ya kau boleh mencobanya sekarang dan kau tahu kan abangda mu akan terus mengawasimu." "Baik aku coba sekarang," putri rembulan pun terbang ke dasar diikuti oleh pangeran Naga Swarna. "Luar biasa. Ternyata kau cepat belajar. Tidak semua orang secerdas kau putri Rembulan." "Memang tidak ada manusia yang sama persis di dunia ini, ha ha ha," jawab Rembulan dengan tertawa dan dibalas pula oleh pangeran kedua.

            "Kalau begitu kita segera menyusul saudara-saudara kita, termasuk saudara kita dari Arab," lanjut pangeran Naga Swarna lagi. " Benar sekali. Dalam ajaran Islam semua kita ini bersaudara," putri Rembulan menanggapi.

                                                                                                                                                                 """"

            "Mengapa kalian berdua gelisah sekali?" Naga Swara binggung melihat tingkah laku Andi Maulana dan Ahmad Husein. Lantas keduanya tersipu malu, karena gelagatnya diketahui. "Tenang, Naga Swarna dan putri Rembulan baik-baik saja," ucap pangeran bungsu yakin dan berharap dia yang sudah keceplosan memanggil sebutan putri, tidak ketahuan.

            "Bagaimana kalau kita tunggu saja di sini. Saya rasa mereka sudah menyusul," pendekar Andi Maulana memberi saran.  "Bagaimana  semuanya setuju?" Husein melengkapi. "Setuju." "Setuju." "Coba tutup telinga kalian," Naga Swara meminta karena maksud tertentu. Kemudian Naga Swara menjerit. "Apakah abangda dan kakanda sudah menyusul? Kami ada di sini." "Tiba-tiba ada kilatan cahaya menghampiri mereka dari depan. Itu tandanya pangeran Naga Swarna sudah mendengar pesan dari saudaranya dan sudah menyusul. Cahaya itu berasal dari kilatan pedang pangeran Naga Swarna. Tak lama kemudian satu keluarga ini sudah bertemu kembali. Semua tersenyum menyambut kedua orang yang baru saja dari puncak gunung ini, dan sekarang mereka mulai dari nol untuk mencapainya kembali. Mereka pun melanjutkan perjalanan.

            "Ini adalah pengalaman baru bagi kami," Yunus mengawali pembicaraan untuk mengisi perjalanan. Di sampingnya berjalan istri tercinta. "Bagi kami juga. Rasanya senang sekali bisa berjumpa Andi Maulana dan saudara Ahmad," sambung pangeran Naga Buana. "Saya juga begitu tersanjung abangda dari Arab dan abangda dari tanah Melayu mau menerima ajakan dari saya," jawara bertutur senang.  "Tujuan saya adalah agar kita lebih melatih diri untuk berjalan dan melatih kewaspadaan. Yang terkahir karena dengan berjalan banyak dilihat, maka ilmu kita akan bertambah. Jadi kita semua bisa  lebih kuat dan lebih luas cakrawalanya. Insya Allah," jawara Andi Maulana menyatakan tujuannya dengan suka ria.     

            "Awas hati-hati," Andi Maulana menangkap putri Rembulan dan Ahmad Husein pun melompat ke tempat yang sama. "Terima kasih," kata putri Rembulan. Fatimah dan Aisyah berada dalam pengawasan suaminya masing-masing. Mereka pun terus berjalan. Mereka awas dengan sekeliling. Hari pun berganti warna. Tadi terang kini sudah berubah warna sehingga semakin teduh. Kaki pun sudah terasa lelah. Tempat untuk berkemah sudah ditemukan. Para sekawan ini akan segera menegakkan ibadah sholat ashar. Setelah sholat mereka pun  beristirahat dan memakan perbekalan mereka.

            "Sedap sekali," seru putri Rembulan dan Naga Swara kekenyangan. "Rasanya enak sekali," balas Andi dan menyelesaikan suapan terakhirnya. "Siapa dulu yang buat?" Naga Swarna menambahi. "Terima kasih atas pujiannya. Alhamdulillah," sahut Fatimah dan Aisyah bersamaan dengan senang.  "Perjalanan selanjutnya lebih terjal. Jadi, harus lebih hati-hati," Andi memberitahukan.  "Sudutnya hampir 60 derajat," lanjut Andi lagi sambil mengambar sudut 60 derajat di tanah.  "Kami bisa membayangkan tubuh kita harus benar-benar menyesuaikan diri agar tidak jatuh," balas Husein dengan wajah menunjukkan bahwa ia telah paham.     "Menurutmu tuan Thoriq apa doa yang paling bagus dibaca saat bepergian," Naga Buana bertanya serius.  "Doanya adalah bismillahi tawakaltu allalahu lahawla wala kuwwata illabilahi 'alihil 'azim," jawab sang Arab cepat lantas melanjutkan kembali," Artinya adalah....".  "Doa adalah kunci ibadah.  Kita tidak boleh letih berdoa," nyonya Thoriq menambahi kalem.

 "Kalau doanya tidak dikabulkan sekarang.  Mungkin doa tersebut akan dikabulkan nanti," Husein menambahi dengan tersenyum sambil melirik putri Rembulan.  "Bagaimana kalau doanya sama dengan yang diminta oleh orang lain? Siapa ya, yang akan dikabulkan?" pendekar enggak mau tinggal diam karena mengetahui maksud dari kata-kata Husein adalah mengenai hubungannya dengan putri Rembulan.  "Kalau begitu jawabannya apa nona Rembulan yang cantik?"  sambung nyonya Yunus tangkas.  "Kita akan beristirahat sampai datang waktu maghrib,  karena tidak baik berjalan di waktu maghrib," Ahmad Yunus mengusulkan.

            Waktu maghrib pun tiba, setelah bertayamum sholat berjamaah pun segera dilaksanakan. Mereka mengatur shaf. Shaf yang belakang sudah tentu shaf wanita. "Tidak menyangka saja akan dapat pengalaman berharga seperti ini. Mendaki gunung dan berdagang sama-sama memiliki tantangan," Ahmad Thoriq berkata sambil berbinar-binar ketika mereka baru mulai berjalan lagi. Satu jam kemudian mereka tanpa bicara.  Syukurlah sepanjang perjalanan ini masih aman. Banyak jenis pohonan dan rumput dilalui. Mereka pun memutuskan untuk berkemah. Tanpa terasa perjalanan tinggal dua jam lagi untuk mencapai puncak gunung.

             

            " Rembulan sekarang kau sudah bisa tidur. Sebaiknya segera beristirahat," pinta sang pendekar sambil membujuk. "Baiklah. Saya akan tidur dengan nyonya Yunus," jawab putri Rembulan cepat. "Tuan-tuan sekalian mari kita juga tidur. Kita harus mengembalikan stamina kita lagi," saran Andi pintar.  "Benar. Terima kasih. Sebaiknya kita tidur bersebelahan,"  Husein menanggapi dan melengkapi.  "Baik kenapa tidak?" balas sang jawara pula.

 

 

BAB VII

PENDEKAR MENYATAKAN PERASAANNYA DAN PUTRI CEMPAKA BERTEMU TAMBATAN HATI

            "Wah indahnya. Ternyata di sana ada sungai yang airnya jernih sekali. Kita bisa membersihkan diri," kata putri Rembulan kepada nyonya Thoriq dan nyonya Yunus.  "Kalau mau ke sungai hati-hati ya. Licin dan airnya sewaktu-waktu deras," Ahmad Husein memberi peringatan.  Semua terkejut. "Kau pintar sekali. Jangan-jangan kau pernah datang kemari," Yunus meledek adiknya dengan senyum simpulnya.

             "Ah tidak, perasaanku yang membuatku mengatakannya. Cuma perhatian," Husein membalas cerdik seraya melepas pandangannya ke a rah putri Rembulan yang semakin cantik di kala baru bangun tidur.  "Sepertinya kami tidak akan mandi. Kami akan mencuci muka saja,"  balas putri Rembulan dengan bersikap lebih menjaga diri.   "Lebih baik kita ikut semua," tuan Thoriq menengahi.  "Jadi, nyonya Thoriq akan nyaman dengan keberadaan sang suami," putri Rembulan melanjutkan lagi. "Dan nona rembulan akan aman dan nyaman bersama saya," ucap Husein yakin.  Lantas putri Rembulan menghampiri Andi Maulana. Ahmad Husein kecewa dan berusaha mengendalikan diri.  "Putri walau belum mandi kau tetap cantik mempesona," Andi merayu dengan berbicara pelan. "Kau juga. Kau tetap tampan meski sudah keletihan," kata Rembulan dengan salah tingkah. Ketiga pangeran pun tidak mau ketinggalan. Mereka langsung menyusul setelah keluar dari tenda, karena mereka sudah mendengar pembicaraan sebelumnya.

             "Kalau aku bunga. Kau pasti kumbangnya." "Tentu saja aku kumbangnya tuan putri," Andi memetikkan bunga untuk wanita yang dikasihinya. "Terima kasih sayang. Bunga ini begitu indah dan mengandung kekuatan. Dalam cinta tidak semuanya berjalan lancar. Oleh karena itu, siapa saja yang sedang jatuh cinta harus kuat menghadapi lika-likunya," kata-kata putrid penuh pelajaran.

               "Dengan cinta semuanya harus bisa dilalui. Gunung kan kudaki. Lautan kan kuseberangi ," Andi berkata puitis untuk menandingi pernyataan Rembulan. "Itu artinya kita akan bersatu. "Aku mengerti kau dan kau mengerti aku," sambung sang jawara.  "Itu artinya....," putri tersendat. "Kau jatuh cinta kepadaku.  Aku juga," putri berkata cepat kemudian.  Sang jawara mengangguk dan keduanya berpegangan dan bertatapan dengan kasih. Sungai yang indah pun menjadi saksi kedua insane sedang memadu rasa.  

             "Sepertinya Maulana bukan orang biasa. Andi Maulana dan dan putri Rembulan cocok sekali. Setelah kita sampai di pulau Jawa, kita akan segera bicarakan ini kepada ayahanda dan ibunda. Oops, awas," Naga Swarna memercikkan air kepada Naga Buana dan Naga Swara. "Mari kita berenang," ajak Naga Swara enggak sabaran. Maka, ketiga bersaudara ini menunjukkan kemampuan mereka yang lain. "Ayo putri Rembulan," ajak sang jawara gembira.  "Jangan, Rembulan tidak bisa berenang," Naga Swara melarang kekasih kakaknya. "Tenang, aku akan mengajarinya, tapi syaratnya kau harus menikah dulu denganku," tutur sang jawara lembut hampir berbisik.  "Rugi ya, adik kita Naga Gledek tidak ikut, begitu pula kakanda putri Cempaka," Naga Buana akhirnya berbicara juga.

                                                                                                                                                               """"

               "Asyiknya bisa keluar istana," putri Cempaka berputar-putar. "Putri Cempaka, awas!" Naga Gledek memperingatkan. Putri Cempaka bertubrukkan dengan seorang pemuda. Wajahnya oriental. Putri terkesima. Putri merasa menemukan sesuatu. Angin pun turut menambah rasa pada pertemuan pertama antara pria dan wanita ini.  "Ini putri kondenya," pemuda tersebut memunggutnya. "Saya adiknya. Mohon untuk menjaga jarak," Naga Gledek menganggu sejenak. "Baik, tidak usah khawatir. Putri sangat cantik dan berkarisma. Bolehkah saya memberikan putri konde baru. Tidak boleh menilai dari harganya, tetapi ini dari barang dagangan saya," tanya pemuda itu lagi.  Putri Cempaka pun mengangguk dan berkata, "Adinda Naga Gledek tolong jaga sikapmu." "Tidak apa putri. Saya tahu pasti putri bukan orang sembarangan," pemuda maklum atas sikap pangeran ketiga.  " Maafkan sikap saya, sepertinya Anda sedang terburu-buru dan sepertinya tahu siapa kami sebenarnya," Naga Gledek menduga. "Ya, ya saya maafkan. Saya akan pergi sekarang putri," kata pemuda seraya memberikan konde yang indah kepada putri Cempaka setelah mengambilnya dari tas yang dibawanya.

            "Aku penasaran sekali. Sepertinya dia orang yang baik. Sikapnya sopan sekali," pangeran ketiga berpendapat. "Naga Gledek coba kerahkan kekuatanmu. Kira-kira dia mau kemana?" pinta Putri Cempaka. "Baik dan pemuda itu pasti akan binggung ada kilat yang mengikutinya. Kalau begitu kakanda tidak boleh marah padaku," pangeran Naga Gledek memberi syarat.  "Namamu pangeran Naga Gledek . Kau pangeran ketiga," Pemuda itu pun seketika muncul. Pemuda itu menyerang Naga Gledek dengan jurus khas dari negeri tirai bambu. Beberapa jurus berhasil dipertotonkan mereka di hadapan putri Cempaka dan rakyat yang sudah ramai berkumpul. Pertarungan berlangsung cukup lama. Pemuda itu melompat, terbang, dan menyerang. Naga Gledek pun demikian. Kadang Naga di atas, kadang Naga di bawah. Saling menendang, menangkis, kaki dan tangan sama cepatnya. Entah sudah berapa kali terkena pukulan lawan. Para penonton bertepuk tangan. Tepuk tangannya terdengar riuh.  Gerakan Naga mendayu dan cepat. Gerakan pemuda itu tegas dan cepat. Beberapa kali kaki di angkat. Pemuda itu terbang dan menendang  jauh dengan lurus. Naga berputar terbang dengan menendang menekuk.

             Tiba-tiba mereka harus berhenti karena ada suatu peristiwa. Seorang wanita menjerit. Lantas Naga Gledek mengeluarkan ilmunya lagi. Para perusuh terkena petir dan pingsan.  "Luar biasa. Aku berhasrat mempelajarinya," kata pemuda oriental penuh harap.  "Maaf saudara. Kalau begitu namamu harus berganti menjadi sambar gledek," balas pangeran Naga Gledek sambil tersenyum. Putri cempaka menghampiri. "Kalian tidak apa-apa?" yang ditanya keduanya mengangguk. "Kita harus segera menangkap perusuh itu," kata Naga Gledek dengan nada marah. "Iya, tetapi kita bisa menggunakan kelembutan untuk menaklukkan orang," putri Cempaka memberikan usul yang sangat bagus.  Pangeran Naga Gledek bingung dan senang. Dia kembali menyaksikan  perubahan sikap putri Cempaka yang semakin bijak dan baik. Tiba-tiba rakyat berlutut karena sadar sedang berjumpa dengan putri Cempaka, dan pangeran Naga Gledek.

              "Tidak perlu. Tidak perlu," kata pangeran ketiga kepada rakyat dengan sedikit sungkan. Dia mengerakkan tangannya untuk mengisyaratkan rakyatnya bangkit. Mereka mendatangi rumah tempat wanita tadi menjerit. Perusuh pada kesakitan terkena jurus pangeran Naga Gledek dari jarak jauh. "Kita bawa masuk mereka. Ada yang ingin aku sampaikan.  Kau pemuda juga boleh ikut," putri Cempaka berujar.

            "Dengan senang hati putri yang cantik," pemuda itu mulai berkata lembut. "Rakyat kerajaan Indraloka harus berperilaku secara terpuji. Aku rasa kalian melakukan ini bukan dengan senang hati, tetapi karena keterpaksaan. Maka, sekarang aku akan memberikan kalian kegiatan baru yang bermanfaat, agar perilaku seperti ini tidak perlu kalian ulangi lagi. Kalian bisa membuka suatu usaha. Modal usahanya akan diberikan oleh raja," putri Cempaka berhenti sejenak. "Jadi mereka dibebaskan. Kakanda saya tidak bertanggung jawab kepada ayahanda," Naga Gledek memanfaatkan waktu untuk segera mengingatkan putri Cempaka. "Apa kau mau ikut membantu merintis usaha mereka dan bahkan menambah modal usaha mereka?" tanya putri Cempaka kepada pemuda. "Dengan senang hati putri yang cantik lagi baik hatinya," kata pemuda senang melihat sikap putri. "Tidak perlu memujiku seperti itu. Kau pangeran ketiga harus memantau mereka dan kita juga harus memberi ganti rugi kepada ibu ini."

            "Terima kasih putri. Terima kasih," kata para pemuda yang sudah salah jalan tersebut.  "Hari semakin sore, kami harus pamit pemuda," kata Naga Gledek. "Sebenarnya saya ingin ikut ke istana," jawab pemuda mengejutkan. "Maksudnya apa?" sambil menyikut kakaknya, putri Cempaka yang sedang tersenyum. "Bukan bermaksud macam-macam karena memang saya terburu-buru untuk ke istana. Ayah saya sudah menunggu sedari tadi. Kami akan menghadap kepada baginda raja, ayahanda kalian," kata pemuda puas sudah menjelaskan tujuannya. "Waah, dengan senang hati sekali , ya ternyata kita berkemungkinan masih berkerabat. Kalau boleh tahu siapakah nama ayahanda pemuda," tanya pangeran Naga Gledek.  "Beliau adalah bupati di daerah ini Bupati Tanjung."

              "Waah hebat beliau terkenal dicintai oleh warganya," pangeran ketiga membalas cepat. Sesampainya di istana, istana sudah heboh dengan kedatangan seorang tamu tak diundang. Tamu itu adalah seorang wanita, tepatnya pendekar wanita. Katanya dia ingin menikahkan muridnya dengan pangeran Naga Gledek. "Ada apa menyebut-nyebut namaku?" "Ooh kau sudah sampai calon menantuku, pangeran Naga Gledek. Kau harus datang ke perguruanku agar bisa menjumpai calon istrimu.  Apakah kau bersedia pangeran ketiga?" pinta pendekar sambil tersenyum senang.  "Baik, tapi ada syaratnya," pangeran Naga Gledek tidak disangka-sangka menyanggupi, mungkin pangeran ketiga merasa tidak ada salahnya untuk dicoba. Bukankah tidak ada yang tahu sebelumnya siapa jodohnya.

              "Katakan,"  jawab pendekar wanita cepat dan singkat. "Aku harus melihat orangnya terlebih dahulu dan dia harus mengetahui juga mengenai ilmu silat, dan terakhir harus atas izin ayahanda," pangeran ketiga mendetil maksudnya.  "Taapii anakku kau masih terlalu muda untuk menikah," Raja Indraloka menanggapi pernyataan putranya.  Raja Indraloka sedari tadi berdiri di beranda istana bersama sang ratu, dikelilingi oleh para pengawal yang berjaga-jaga akan ulah pendekar wanita.   "Kalau begitu mereka berkenalan saja dahulu. Bukankah itu cukup bijak?" pendekar wanita sepertinya tidak mau kehilangan kesempatan.  

                                                                                                                                                             """"

            "Kau masih kuat putri Rembulan?" Tiba-tiba putri rembulan pingsan. Andi langsung memegang tubuh putri Rembulan.  "Kita harus sampai di puncak gunung.  Kita harus berhasil kita harus beri tanda bahwa kita telah berhasil mendaki gunung ini. Apaa aku boleh memberi tanda itu?" tutur Rembulan setelah bangun dari pingsannya yang kilat.  Mereka pun berjalan lagi. Ahmad Thoriq sudah mengendong istrinya. Andi pun sudah terus memegangi putri Rembulan dan akhirnya puncak gunung kelihatan. Wajah-wajah mereka pun mulai tampak sumringah dan sesampainya di puncak gunung mereka melakukan sujud syukur. Seperti kata putri Rembulan, mereka pun menancapkan tanda.

            "Pertama kali melihat puncak gunung ini aku merasa takjub akan keindahan alamnya, tapi diberi kesempatan untuk kedua kalinya melihat puncak gunung ini, rasanya lebih senang karena dicapai dengan penuh jerih payah," putri Rembulan mengambarkan perasaan kagum dan senangnya. "Oleh karena itulah, kakanda yakin untuk mengajakmu agar kau terlatih dengan kekuatan. Maka kau bisa ajarkan ini ke anak cucumu," pangeran sulung membalas penuturan adiknya itu.  

            "Nanti akan aku ceritakan sebuah negeri dengan iklim tropis. Penduduknya ramah dan juga taat," Ahmad Yunus yang berkata selanjutnya.  "Kami akan sangat tersanjung sekali," balas pangeran Naga Swarna. "Sepertinya bangsa kalian suka ke negeri kami untuk menyebarkan agama dan berdagang. Anak negeri ini pasti tidak akan lupa kalian," pangeran kedua menambahi. "Ya semoga anak negeri ini bisa pandai berdagang dan tetap menjadi tuan bagi negerinya sendiri," balas Ahmad Yunus pula.  Kemudian semuanya sudah tentu menyisiri setiap sisi puncak gunung dan tetap berhati-hati.

            Lama mereka tinggal di puncak gunung. Sore harinya Naga Swara bernyanyi dan lalu berhenti sejenak karena sesuatu kiranya. "Mengapa diam? suaramu bagus sesuai dengan namanya," kata Husein yang sudah tidak bersedih lagi karena baru saja menyaksikan keelokkan puncak gunung.  "Iya, ibunda pernah berkata sewaktu kecil aku suka sekali menangis. Itu artinya aku akan pandai bernyanyi. Namun, aku belum berani menjadi seniman. Kata ibunda  seniman itu untuk menghibur orang, bisa menghilangkan kedukaan orang."   Husein berkata dengan semangat, "Lalu sekarang lanjutkan nyanyianmu. Aku juga akan mengiringimu menyanyi  dalam bahasa Arab." Naga Swara membalas, "Aku tidak bisa, sepertinya ada yang terjadi di istana, hmmh bukan maksudku di rumah."  "Tenang saudaraku. Kalau begitu kita berdoa saja sekarang," Husein mengusulkan.  

            Tidak berapa lama kemudian, setelah selesai berdoa. Perasaan pangeran Naga Swara sudah lebih tenang.  "Aku ingin kau saja yang bernyanyi dalam bahasamu," kata Naga Swara. Sebelum Husein bernyanyi atau baru saja akan membuka mulutnya untuk bernyanyi, Naga Buana mendekati. Adiknya yang bungsu sadar akan kedatangan kakandanya yang sangat dihormatinya itu, lantas bertanya sembari berdiri dari duduknya yang nyaman,  "Kapan rencananya kita akan balik dan melanjutkan perjalanan? Karena kita harus segera ke Sunda Kelapa."

            "Besok," jawab pangeran sulung dengan mantap.

                                                                       

BAB VIII

 PANGERAN NAGA GLEDEK DATANG KE PERGURUAN 

                  Sesampainya pangeran Naga Gledek di perguruan yang diberi nama "Perguruan Silat Bidadari".  Tidak disangka tempatnya tidak seperti yang dibayangkan. Dalam benak pangeran ketiga, pasti menyenangkan jika dia datang bersama saudaranya sekalian. Tempatnya cukup luas dan udaranya menyegarkan. Tempat ini cukup baik untuk menghilangkan kebosanan dari rutinitas istana.  Di saat kedatangannya sedang ada latihan yang diikuti oleh banyak wanita. Namun, gurunya bukanlah pendekar yang membuat heboh istana. Ternyata perguruan ini sudah berkembang. Sudah menghasilkan beberapa guru lainnya. Pakaian peserta begitu indah, penuh warna.

                 "Selamat datang anakku di perguruanku. Silakan duduk. Aku akan panggilkan calon istrimu," pendekar wanita berkata dengan senang sekali mengejutkan pangeran ketiga. Suara itu berasal dari arah depan. Ternyata pangeran sudah berdiri di depan gedung utama.  "Baik, tetapi ingat saya belum memutuskan," balas Naga Gledek tegas. "Ini minumnya, pangeran Naga Gledek," kedua mata pun bertemu dan kedua insan sepertinya saling tertarik. "Siapa yang menugaskanmu menghidangkan air minum untuk pangeran,"  kata pendekar wanita dan melanjutkan, "Kau harus menjaga diri. Kau akan menjadi istri menteri pertahanan."  

              "Apa? Akan menjadi istri menteri pertahanan?" pangeran Naga Gledek tersadar. "Sudahlah, ini dia muridku. Cantikkan?" Naga Gledek tertegun sebentar . "Sudah berapa lama kau menjadi murid pendekar wanita?" tanya pangeran ketiga. "Sejak kecil. Namaku Melati Sari. Panggil aku Sari saja," jawab wanita muda ini.  "Ooh begitu. Bagaimana dengan Anda. Apakah juga mendapat pengajaran?" tanya pangeran kepada si penghidang minuman.  "Iyaa. Kami berdua kakak beradik."  "Ooh begitu. Siapa namamu?" "Melati Ayu panggil saja aku Ayu. "Baik-baik. Kalau begitu aku boleh meminta sesuatu?" "Katakan saja pangeran" kata jawab pendekar wanita seketika.

              "Aku ingin kalian berduel agar aku tahu siapa yang paling baik menyerap ilmu pendekar wanita," pinta pangeran Naga Gledek mantap.  "Apakah boleh guru?" tanya kedua murid serentak, lantas guru mengangguk. Beberapa jurus pun diperlihatkan. Dari segi teknik Melati Ayu lebih sempurna.  Akan tetapi, dari segi kekuatan Melati Sari lebih baik. Dari segi kepintaran dan kecakapan seorang wanita Naga Gledek belum tahu. "Mohon maaf pendekar. Menurut pendekar siapa yang lebih banyak berkembang dan berkreasi? Melati Sari. Kau juga menyukainyakan?"

            "Tidak justru sebaliknya.  Aku akan bicara dengan menteri pertahanan agar mengurungkan niatnya. Setahu aku menteri pertahanan sudah memiliki istri," pangeran ketiga memberitahukan.  "Benar, tetapi kata menteri pertahanan istrinya sudah lama sakit, maka  istrinya yang meminta dia mau menikah lagi."  "Kalau begitu kenapa  tidak menjodohkan  Melati Sari saja, pendekar?" "Sembarangan," pendekar wanita sedikit emosi, lalu segera mereda.

              "Saya cukup beralasan karena Melati Sari menurutku lebih ambisius. Pasti dia ingin menjadi istri orang berpangkat tinggi, sementara saya hanya pangeran ketiga. Tahta tidak akan jatuh ke tanganku. Menteri masih muda dan tampan, serta cerdas. Menteri membutuhkan pendamping seperti Melati Sari. Aku rasa menteri bisa membimbing Melati Sari menjadi wanita yang tunduk kepada suami dan juga aturan," jelas pangeran ketiga lugas dan berani.  "Aku tidak berani menukar, karena Melati Ayu lebih tua maka aku menyodorkannya kepada tuan menteri. Apalagi melati Ayu sudah dewasa sekali," pendekar berhenti sejenak dan memperhatikan kedua muridnya.  "Baik sudah selesai. Jurus-jurus kalian bagus sekali. Sekarang bolehkah saya pangeran ketiga berbicara empat mata dengan pendekar wanita?"

            "Boleh pangeran ketiga, silakan kita berbicara di pendopo.  Sesampainya di pendopo pangeran ketiga mulai berbicara.  Aku lihat dari mata murid pendekar, yang bernama Melati Sari, ada ilmu lain yang dituntutnya. Seperti ilmu pengasihan."

            "Wow pangeran percaya diri sekali. Bukankah tidak ada yang melarang mempelajari ilmu pengasihan. Atau pangeran pikir dia mempergunakan ilmu sesat untuk merayu tuan pangeran," pendekar wanita mulai berargumen.  "Itu belum tentu benar. Bukan aku terlalu percaya diri, tetapi kalau Melati Ayu merayuku aku memang akan sangat percaya diri. Ilmu pengasihan boleh saja dipelajari, tetapi asal tujuannya benar. Pendekar harus menasehati Melati Sari agar tidak terlalu berlebihan mengamalkannya. Pendekar tidak mau kan membiarkan muridnya seperti perempuan dalam cerita dari pulau lain yang terkenal dengan ilmu..."

            "Jangan diteruskan pangeran. Aku sudah mengerti. Sekarang aku benar-benar ingin berjumpa dengan pangeran pertama yang terkenal bijak. Pangeran ketiga saja sudah begitu cerdas dan bijaksana.  Saya rasa mirip sekali dengan kakanda pangeran pertama."  "Terima kasih. Tidak perlu berlebihan. Wajar karena kami bersaudara." "Tidak. Tidak pangeran. Seharusnya saya yang berterima kasih dengan pangeran, karena sudah mengingatkan saya."

                                                                                                                                                            """"

            Malam harinya pangeran ketiga tidak bisa tidur. Dia berpikir keras bagaimana supaya menteri tidak sakit hati. Akhirnya dia memiliki ide cemerlang. Pageran akan mengatakan kepada baginda sultan bahwa ada seorang wanita  berilmu tinggi bisa dijadikan pimpinan pasukan wanita, serta wanita yang dimaksud  tidak lain adalah pendekar wanita, yang telah membuat heboh istana. Jadi, karena alasan ini menteri tidak bisa meminang melati ayu, karena dia harus membantu gurunya.  

 

BAB IX

TIBA DI SUNDA KELAPA

         Tahun 1542, Sunda kelapa adalah kota yang indah dan ramai. Tempat kediaman paman mereka adalah salah satu kediaman yang terbaik di kota tersebut. Ada banyak taman, sudah tentu ada banyak jenis bunga. Para istri dan putri Rembulan serta dayang begitu terpesona. Ditambah lagi ada air pancuran dan kolam ikan. Ikannya menari-nari di dalamnya. Udara pun terasa sangat sejuk. Udara laut yang kuat membelai kulit pun berangsur lenyap. Rumah kediaman Sunan memang sangat rapi dan terawat. Para orang Arab melihat di sisi kanannya ada sebuah musala, untuk tempat bersembahyang.

            Di sana-sini orang ramai, banyak juga yang lalu lalang membawa barang yang baru turun dari kapal, ada orang yang baru melaut dan banyak juga yang baru bertemu sanak keluarga yang jauh, begitulah kegiatan orang-orang di pelabuhan Sunda Kelapa. Kapal-kapal besar berlabuh.orang-orang asing pun berkunjung. Bau rempah-rempah tercium karena menyebar ke seluruh sudut Sunda Kelapa.

"Akhirnya kita tiba di Sunda Kelapa," kata Naga swara seraya ingin bernyanyi. "Hentikan dulu keinginanmu untuk bernyanyi Naga Swara. Sebentar lagi kita akan bertemu dengan paman." Mereka pun disambut baik dan orang yang dinanti pun tiba. "Mari-mari silakan masuk kerabat jauh," seraya memeluk satu per satu pangeran. "Hari ini kita ngobrol-ngobrol dulu. Besok kita akan mengadakan syukuran atas kedatangan kalian." Para rombongan pun masuk ke tempat yang telah disediakan. Paman mereka berwibawa sekali dan sepertinya kata-katanya begitu menyentuh kalbu. Tempat duduk perempuan dan laki-laki pun dipisahkan.

            Seseorang membawa surat dari ayahanda. Paman menerimanya sambil tersenyum. "Boleh aku membacanya?"  "Tentu saja paman. Silakan," jawan Naga Buana.  " Assalamu'alaikum. Kakandaku yang berilmu tinggi dan bertakwa kepada gusti Allah. Kakanda adalah orang yang sangat baik. Kakanda, ketika anakku datang, mohon untuk menjaga mereka. Tolong juga ajari mereka ilmu agama agar lebih bertakwa kepada gusti Allah. Saya juga titip putri Rembulan kepada, Nyi Ratu Ayu . Saya juga ingin memberitahukan bahwa saat putra dan putri tiba di istana, saya telah mengadakan sayembara, untuk mendapatkan menantu untuk putri pertama, putri Cempaka.  Saya berharap Naga Buana juga bisa segera mendapatkan pendamping. Jika ada wanita yang baik akhlaknya, bisa diperkenalkan kepada Naga Buana. Saya rasa sampai di sini dulu surat dari saya. Atas perhatiannya terima kasih. Salam saya, Raja Indraloka," paman mereka Fatahillah mengangguk-anggukan kepalanya. Kemudian pengawal yang lain datang  dengan mengantarkan surat yang lain , "Surat dari Gusti Panglima dari tanah deli."  "Ooh ini buat kamu Naga Buana," kata paman kemudian. Pangeran Naga Buana pun membaca isi suratnya. 

              "Kakanda, sepertinya putri Cempaka sudah bertemu dengan pemuda yang disukai. Pemuda itu keturunan Tiongkok. Hanya saja ayahandanya                   bupati Tanjung adalah asli keturunan Deli. Saya juga punya kabar baik. Kabar tersebut mengenai pembentukkan angkatan wanita. Ayahanda                       mengizinkan usul saya dan menteri-menteri juga. Pimpinannya saya sendiri yang memilih. Dia berilmu tinggi dan asistennya juga cantik                             sekali," pangeran selesai membaca surat dalam hati. 

"Ada kabar gembira dari Naga Gledek.  Dia berhasil meyakinkan ayahanda untuk   membentuk kesatuan wanita. Bagus sekali idenya," pangeran sulung melihat sekeliling dan semuanya tersenyum dengan ekspresi kagum.  "Oh ya karena makanan sudah terhidang. Sebaiknya kita segera makan, " sang pahlawan Sunda Kelapa berbicara kepada para tamu.

            Setelah makan, Gusti Kanjeng Fatahillah memulai pembicaraan lagi, "Teman dari jauh, pasti sudah tidak sabar lagi ingin berdagang. Karena ini masih siang, mulai sekarang atau besok atau terserah kalian sekeluarga kapan waktunya,  sudah bisa berdagang. Besok juga kalian juga sudah bisa bertemu dengan gusti raja yang memerintah sunda kelapa. Saya juga bisa berbahasa arab.

            Keesokkan harinya, putri Rembulan sudah berada di taman bersama dayangnya. Putri Rembulan menarik nafas. Putri Rembulan berolahraga kecil. Putri Rembulan mencoba mengulang latihannya. Dayang pun bertepuk tangan. Sekali lagi putri Rembulan menarik nafas.

         "Dayang, katanya penari di sini terkenal. Aku ingin minta diajarin dan aku akan mengajari pula tari Melayu yang sangat terkenal itu dari tanah deli." Dayang langsung menyahut, "Bagus itu putrid. Putri jenius." Dayang pun ikut berolahraga. Setelah berolahraga mereka duduk di taman selama hampir satu jam. Kemudian mereka pun dipanggil oleh dayang istri Panglima untuk berjumpa dengan bibinya.  

            "Silakan masuk putri." Bibi dan kemenakan berpelukkan.

            "Silakan duduk."

"Terima kasih Bibi. Bibi sehat kan?"

            "Sehat. Ibunda Ratu sehat kan?"

            "Sehat Bibi."

            Putri Rembulan terdiam  tersenyum. "Bibi tolong jelaskan mengenai sunda kelapa."

            "Sunda kelapa sebenarnya adalah nama pelabuhan yang sangat ramai. Pelabuhan ini pernah dikuasai oleh bangsa nun jauh di sana, bangsa Portugis dan termasuk bangsa kita, orang Pajajaran. Pajajaran dan Portugis bekerja sama. Lalu ada seorang sultan yang sangat hebat berani menyeberang lautan untuk merebut Sunda Kelapa. Sultan tersebut adalah raja kedua kerajaan Demak dengan gelar Pangeran Sabrang Lor. Ayoo kenapa dijuluki seperti itu?"

            "Karena berani menyeberangi Selat Malaka," jawab putri Rembulan tangkas.

            "Hanya saja sayang sekali sultan tersebut harus kehilangan....."

            "Jangan diteruskan bibi. Bibi sedih sekali. Maafkan bibi, membuat bibi mengingat kembali paman Sultan."

"Sunda Kalapa orang-orangnya pekerja keras dan suka berdagang. Masyarakatnya cinta damai. Barang-barang dagangan bermacam-macam. Sekarang gantian kamu yang cerita, putri Rembulan. Bibi tidak mau kehilangan kesempatan untuk berbicara lama dengan kamu. Dengar-dengar putri Cempaka akan segera menikah?"

"Sepertinya demikian dan semoga saja tetapi bukan berasal dari sayembara. Semoga kakanda, putri Cempaka, mendapatkan suami yang baik."

"Mengapa tidak dari sayembara?"

"Karena katanya putri Cempaka sudah jatuh hati dengan pemuda lain, yang baik perangainya."

"Baik sekarang mengenai tanah Deli."

"Sawah-sawah hijau dan menyejukkan mata orang yang memandang. Sistem pengairannya dikelola. Raja dan ratu Indraloka selalu mencari tahu mengenai cara pengolahan yang baik. Bentuk tanah sangat berpengaruh. Coba bibi datang ke tanah Deli, di dekat istana Indraloka ada sungai panjang meliuk-liuk seperti ular. Sungai ini digunakan untuk sampai ke daerah-daerah lain. Orang-orang membawa barang dagangannya, terutama rempah-rempah. Rempah-rempah ini sangat berguna untuk kesehatan."

"Di seluruh pulau negeri ini, ada banyak sekali rempah-rempah yang ditemukan," bibi memberi komentar.

"Benar bibi. Perempuan-perempuan akan mandi dengan rempah-rempah, dan akan semakin cantiklah dia. Sebenarnya ada mata pencaharian yang lebih sering dikerjakan oleh warga, yaitu menanam kelapa dan pisang, dan mencari hasil hutan, serta memelihara unggas. Sebagian masyarakat juga senang berdagang. Terutama rakyat raja Haru. Oh ya bibi ada cerita mengenai bidadari yang turun dari langit. Bidadari turun ke gunung dan berbaur dengan orang biasa. Itu di tanah batak, yang punya hubungan erat dengan raja Aru. "

"Seperti legenda putri yang sangat cantik dari tanah Deli tentunya," bibi berbicara dengan lembut.

"Bibi tahu juga cerita itu."

"Ya, bibi juga tahu dari pamanmu, bahwa kerajaan Indraloka dekat sekali dengan kerajaan Haru."

"Oh, ya kanjeng sunan dulu tinggal di Samudera Pasai ya, bibi."

" Benar anakku.  Namun jangan memanggil pamanmu dengan sebutan Sunan. Orang di sini sering salah. "

"Baik Bibi."

"Nanti kau akan bibi pertemukan dengan ayah bibi, kanjeng sunan Gunung Jati. Beliau taat sekali dengan gusti Allah. Memang tidak ada yang mengalahkan kehebatan gusti Allah."

"Sudah pasti. Ooh jadi...," jawab Rembulan tegas.

" Iya. Ayah bibi itu gigih sekali menyebarkan agama di pulau Jawa ini. Mereka sering bermusyawarah dalam hal kemashlahatan umat dengan teman-teman seperjuangannya di  Gunung Jati." Rembulan pun mengangguk-angguk dan balik bercerita, "Sunan gunung jati memiliki cerita yang sangat terkenal, beliau pernah ke negeri raja Firaun, beliau banyak belajar dari  Sunan Ampel yang menjadi pendahulu. Seperti bidadari yang ceritanya sampai tujuh orang, maka sunan atau wali ini pun akan banyak bisa berjumlah tujuh atau Sembilan suatu hari nanti. Negeri kita begitu luas. Kita butuh orang-orang seperti wali-wali ini."

"Kau pintar sekali sayang. Pasti ibu dan ayahmu  mengajari ilmu negara kepadamu. Namun, tidak boleh menyamakan legenda dengan kenyataan. Wali Allah itu hidup di dunia, dan kedudukannya dekat sekali dengan Allah."

"Orang-orang yang saleh akan diberi balasan surga dengan bidadari-bidadari yang selalu melayaninya. Yang ini bukan legenda bibi.  Ini berdasarkan ajaran yang dibawa oleh junjungan kita nabi Muhammad SAW."

"Bagus-bagus anakku. Kelak jika kau memiliki anak, ajarkan dia ilmu agama."

 

BAB X

 PEMBENTUKKAN LASKAR WANITA 

           "Bagaimana adinda yang rupawan. Apa kau senang menjadi laskar wanita?" tanya Naga Gledek serius kepada pujaan hatinya . Namun, pertanyaan pangeran ketiga hanya dibalas senyuman manis dari sang pendekar muda, Melati Ayu.  "Ayo bicaralah. Aku tahu kau sedang belajar beradaptasi dengan istana. Aku berharap kamu tidak kesulitan, begitu pula ketika kau beradaptasi denganku." "Tentu saja," jawab Melati Ayu antusias. "Ada yang ingin kudengar darimu. Bagaimana dengan Melati Sari?  Bukan maksudku persiapan pernikahannya?"

            "Alhamdulillah lancar. Bagaimana kalau aku mengundang para laskar wanita untuk menghadiri pesta pernikahan kakakku, Melati Sari. " "Baik-baik sekali. Aku akan segera meminta izin kepada ayahanda. Oh ya bisa kita duduk sebentar di taman. Apakah saja kendala yang dihadapi laskar wanita? Apakah ada?" tanya pangeran Naga Gledek sambil memandangi terus Melati Ayu sembari berjalan menuju taman.

"Gusti pangeran kendala yang paling besar saya rasakan adalah ketika harus membuat mereka satu rasa satu tujuan." "Oh jadi itu kendala terbesar yang anda alami. Kalau begitu kakanda ingin mengulang kembali pepatah yang sudah sangat sering kita dengar di telinga kita."

            "Pepatah....biar dinda mengatakannya. Berkata pelihara lidah, berjalan pelihara kaki."

            "Bagus sekali. Pepatah seperti itu ada baiknya diingat agar kau berhasil adinda di instansi ini. Hanya saja yang aku maksud adalah pepatah tak kenal maka tak sayang , tak sayang maka tak cinta." Tiba-tiba ada suara orang berdehem dan ternyata adalah putri Cempaka.  "Adinda, Naga Gledek apa benar tuan  Muda Tanjung sedang berkunjung ke istana?"

            "Iya benar." "Sampai jam berapa kira-kira pertemuannya?" tanya putri Cempaka tidak sabaran. "Wah sepertinya sampai tujuh hari tujuh malam. Itu pun belum tentu benar. Bisa jadi akan bertambah kalau tidak ada yang menghentikannya. Ini urusan negara penting sekali," Naga gledek meledek kakaknya, yang diledek hanya cemberut. "Tenang putri Cempaka. Pangeran ketiga hanya bercanda. Waah  putri cempaka yang cerdas dan cantik, kalau urusan cinta semua bisa menjadi galau. Aku akan mengajak putri ke tempat di mana putri bisa berbincang sebentar dengan jantung hatinya," Melati Ayu lantas tersenyum melihat putri Cempaka.

            "Tunggu dulu, ada syaratnya. Syaratnya putri cempaka harus ikut melihat angkatan wanita yang baru, karena tuan tanjung muda sangat tertarik dengan olahraga. Dia juga peduli dengan perkembangan wanita. Jadi, setelah berjumpa dengan raja, tuan tanjung muda akan menghadiri rapat mengenai pertandingan olahraga oleh angkatan wanita."

            "Baik-baik, tapi perasaanku tetap saja tidak tenang ya Melati Ayu," kata putri pertama raja. " Pikirkan saja hal yang positif. Mungkin ada yang mau bermaksud baik. Amin," jawab Melati Ayu menasehati.  

                                                                                                                                                            """"

            Putri Rembulan berjalan-jalan dengan pujaan hatinya, pendekar Andi. "Perasaanku ini tidak enak," kata Andi kepada Rembulan.  "Pasti orang tuamu sedang merindukanmu. Aku sering berpikir kau selalu melalang buana. Kalau aku punya putra seperti kau, aku akan marah karena aku susah payah membesarkanmu, kau seenaknya meninggalkan orang tuamu."

            "Bukan begitu putri rembulan, aku juga rindu sekali dengan bapak ibuku. Cuma aku belum bisa mengontrol jiwa mudaku untuk berkelana," Andi memberikan alas an. "Kalau begitu aku ingin bertanya, sudah berapa lama pendekar berada di luar rumah?"

            "Sekitar 3 bulan." "Nah itu artinya sudah saatnya pendekar pulang." "Dan kau?" "Aku ikut," kata putri Rembulan tanpa pikir panjang. "Apa ayahandamu akan menyetujuinya? " "Harus." "Pertama-tama aku saja yang pulang terlebih dahulu, nanti akan kuajak kedua orang tuaku untuk melamarmu." "Percuma." "Mengapa?" tanya pendekar Andi sangat penasaran. "Karena pangeran pertama belum menikah."

            "Kalau begitu baiklah. Akan kurayu dia agar mau segera menikah," pendekar Andi pun menghampiri kakak pertama yang sedang mendampingi para orang Arab untuk melihat tempat baru mereka untuk berdagang.  "Pangeran Naga Buana. Aku butuh pendapatmu sekarang. Apakah menganggu?" "Ooh tidak, katakan saja pendekar." "Sebenarnya menurut pribadiku aku  sudah cukup dewasa. Semakin aku merasa cukup tua, aku semakin merasa kekurangan." "Kekurangan dalam hal?" balas Naga Buana cepat.  "Hahahaah, aku butuh orang yang bisa selalu menemaniku untuk memberi dukungan kepadaku."

 "Dirimu pendekar Andi, kalau aku boleh memberi penilaian adalah tipe orang yang menyukai kebebasan. Sulit ada orang seperti pendekar, apalagi dia seorang wanita," pangeran sulung mulai memberi pendapat.   "Justru itu, aku ingin ada yang mengekang kebebasanku ini, tetapi wanita yang sabar , yang tidak akan membuatku mati, karena aturan yang sangat ketat, sehingga aku tidak bisa keluar sama sekali."  

            Keduanya tertawa. "Tentu saja. Tentu saja, pendekar," pangeran Naga Buana menambahi lagi.  "Bagaimana kalau aku sarankan adikku saja yang menjadi permaisuri hatimu. Apakah dia cukup sabar? Namun, aku ingin bertanya mengenai sesuatu, Andi adalah suatu gelar di tanah Makassar?"  Pendekar Andi hanya tersenyum malu, "Gelar? Aku tidak peduli dengan gelar. Namun, aku tidak tahu mungkin saja akan ada gelar Andi di depan nama para bangsawan. Oh ya apakah  itu artinya pangeran Naga Buana sudah setuju? Mengenai putri Rembulan" "Tentu kalau tidak untuk apa aku menyarankan."  "Apa kakanda pertama bisa membantuku untuk  meyakinkan kedua orang tua kalian."  Pangeran terdiam sebentar sambil berpikir. "Untuk pendekar Andi apa yang tidak bisa?" sambil melihat-lihat sekeliling. Tempat berdagangnya memang strategis sehingga membuat para orang Arab begitu serius, dan mungkin tidak mendengar pembicaraan antara pendekar dan pangeran.

            "Pedagang di sana mirip sekali dengan tingkah laku anda pendekar. Ketika pertama sekali berjumpa dan adikku langsung jatuh hati padamu. Bagaimana kalau kita menghampiri saja?"

            "Awas, ada merpati," kata Andi Husein.

            "Itu kan Labosi. Pasti ada pesan penting," kata pendekar Andi seketika.

            "Nama merpati itu Labosi?" serentak para orang Arab dan pangeran Naga Buana, sedangkan pangeran yang lain sedang menemani putri Rembulan.

            "Iya pasti itu dari keluargaku," sambung Andi lagi.  

            "Tampaknya dia membawa surat penting."

            Malam harinya pendekar Andi mendatangi putri Rembulan untuk menyatakan sesuatu.

            "Putri sebenarnya saat-saat seperti ini yang aku inginkan. Aku ingin segera membawa dirimu ke kotaku sebagai istri. Oleh karena itu, putri Rembulan yang baik hati. Aku akan balik ke kotaku untuk menjemput kedua orang tuaku. Kau bersediakan ditinggal untuk sementara waktu?" Putri rembulan terdiam dan diraut wajahnya tampak perasaan senang, karena dia yakin pujaan hatinya akan kembali dan putri Rembulan menggangguk. "Berjanjilah kepadaku bahwa kau akan melamarku." "Semoga Allah mempersatukan kita berdua. Amin," pendekar Andi Maulana melengkapi.  

 

BAB XI

 PENDEKAR ANDI MAULANA ATAU PANGERAN ANDI MAULANA DIELU-ELUKAN 

            Beberapa bulan kemudian, sampailah pendekar Andi di kotanya. Dia dielu-elukan karena namanya semakin terkenal karena keberhasilan mengarungi lima pulau. Karena itulah pulalah kedua orang tuanya berani menjodohkan dengan putri keluarga dekat, karena putra mereka sudah cukup matang sekarang.

            Pendekar Andi terkejut mengapa ada wanita yang sangat cantik yang tampaknya menunggu kedatangannya. Dan ternyata benar putri tersebut akan segera dinikahkan kepada pendekar Andi. Begitu berhadapan dengan putri Delima, tiba-tiba pendekar Andi merasakan sesuatu firasat yang tidak baik. Putri Rembulan, pujaan hati, pun merasakan  perasaan yang sama. Pada saat itu, putri Rembulan sudah sampai di istana . Putri Rembulan berlari menuju aula besar.  Para putra  Raja sudah berkumpul di sana. Kakak pertama tanpa sungkan mulai mencari jalan terang untuk kebahagiaan Naga Gledek, sekaligus putri Cempaka, dan juga putri Rembulan.

            "Dalam satu bulan ini Laskar wanita sudah banyak kemajuan  untuk kategori baru saja dibentuk.  Menurut saya ini karena kedekatan pangeran Naga Gledek dengan pendekar muda," pangeran Naga Buana berkata kepada ayahandanya.  "Tunggu dulu, putri cempaka juga banyak memberi dukungan," kata pangeran Naga Gledek.

            "Bisakah kau buatkan puisi mengenai suatu negara yang sedang mempunyai hajatan besar, yaitu menikahkan putra putri raja,"  pinta Naga Buana kepada Naga Swarna sambil melirik ayahandanya.  "Putra putri tumbuh dewasa. Putra putri semakin memahami makna hidup dan pantasnya masing-masing mereka pun berbahagia di kala berjumpa belahan hatinya, maka rakyat turut senang. Sorak sorai membahana melihat putra putri bersanding. Hidup pun terasa lebih indah.," Naga Swarna berhenti dan Naga Swara menyanyikan lagu romantis. Semua yang ada pun tepuk tangan.

            "Aku mengerti maksud kalian. Melihat wajah pasangan baru di hadapanku ayahanda semakin yakin sekarang bahwa mungkin sudah tiba waktunya, tapi jangan senang dulu. Ada syarat yang harus dipenuhi kau Naga Buana harus mencari pendampingmu dulu."

            Putri Rembulan sampai dan langsung jatuh pingsan mendengar kata-kata ayahandanya.

"Putri, putri apa yang terjadi? Baginda ayahanda kata pangeran pertama  sudah setuju kalau pendekar Andi membawa kedua orang tuanya kemari," kata pangeran Naga Swara. "Tenang adikku sepertinya dirimu sedang menanggung rindu," kata pangeran Naga Buana. "Ada rindu yang tak tertahan, ada penyakit yang melebihi penyakit badan," kata pangeran Naga Swarna. "Maksudnya putri Rembulan merindukan kekasihnya yang tercinta pendekar Andi," sang raja ikut berbicara. Lalu serentak semuanya mengatakan benar.

            "Baik-baik. Ayahanda pun sangat tertarik denagn sosok yang kalian sebut pendekar Andi.  Sepertinya pangeran Naga Buana tidak keberatan jika didahului oleh adiknya. Jadi kau setuju istriku?"  "Setuju saja, kita langsung rencanakan pernikahan putri Cempaka dan Naga Gledek, sekaligus putri Rembulan," jawab ibunda ratu dengan berkaca-kaca karena terharu dan melanjutkan, "Putri Rembulan , kau harus segera membawakan menantu untuk ayahanda dan bundamu. Suruh dia cepat datang."

                                                                                                                                                           """"

            "Anakku, perempuan cantik tadi telah dipilihkan oleh ayahanda untuk menjadi pendampingmu," kata ibunda pendekar Andi.   "Menurut pendapat ananda dia wanita yang baik dan layak menjadi wanita yang besar, tetapi...." "Tapi apa....," kata ayahanda. "Tapi pendekar Andi sudah tidak tahan lagi untuk merajut cinta dengan putri Delima. Benar kan anakku? Ayolah katakan yang baik-baik saja,"  kata ibunda ratu. "Yang dikatakan ibunda ada benarnya. Sebenarnya ananda segan membantah, tetapi karena rasa cinta anandalah kepada seorang gadis. Ananda tidak mampu menahan apa yang harusnya ananda katakan. Ananda terbiasa menantang badai. Maka, harus bisa menantang badai dalam hal pribadi ananda sekalipun."

            "Benar karena kau pelaut yang handal," balas ayahanda dan ibunda pendekar dengan bangganya.  "Gadis  yang hamba maksud adalah seorang putri yang sangat cantik jelita dari negeri Deli, namanya putri Rembulan." "Apa? Apa ibu tidak salah dengar?" "Tidak. Ananda mencintai dia dan dia pun mencintai ananda." "Putri Rembulan itu terkenal sangat cantik dan tubuhnya akan mengeluarkan cahaya keemasan, jika dia sudah menikah nanti.  Jadi kau sudah berjumpa dengannya. Hanya saja anakku putri Delima sudah menunggumu cukup lama, ibunda pendekar melanjutkan.  "Kita bisa bicara baik-baik."

"Tidak perlu," kata putri Delima yang sudah tiba dan ternyata mendengar percakapan mereka dan melanjutkan, "Dari dulu hamba tahu bahwa pangeran Andi tidak mengangap hubungan kami sebagai pria dengan wanita. Hamba sudah melarang kedua orang tua hamba untuk menjodohkan kami. Hamba pun sebenarnya sudah menganggap pendekar andi sebagai abang hamba."

            "Oh benarkah?" tanya raja dan ratu serentak terkejut.  "Nenek hamba masih punya darah Deli. Sebenarnya dulu hamba pernah dekat dengan keempat pangeran," putri Delima menambahi.  "waah ternyata dunia ini kecil ya? Kalau begitu kau kenal dengan pangeran Naga Buana, Naga Swara, Naga Swarna?" Andi Maulana bertanya kemudian dan putri Delima hanya mengangguk seraya menatap pendekar dengan tatapan sebagai adik.

                                                                                                                                                             

                                                                                                                                                            """"

             "Ibunda apakah ibu ingat semasa kecil ada putri yang sangat cantik sering dekat denganku? Siapa namanya, Bu?" Naga Buana bertanya kepada ibunda ratu.  "Namanya putri Delima," jawab ibunda ratu cepat.  "Tadi malam ananda bermimpi seorang gadis datang kepada hamba dan memberikan bunga kepada ananda. Dia bilang dia adalah saudara kita. Selama ini ananda susah sekali untuk jatuh hati. Apakah jika bertemu putri Delima ananda bisa jatuh hati?"

           "Mudah-mudahan saja. Hanya saja kau akan memiliki istri dari kalangan rakyat biasa, karena ayahanda dan ibunda putri Delima bekerja sebagai prajurit dan dayang. Kakekmulah yang memberi gelar putri Delima karena dia punya suatu kelebihan."  "Kelebihan apa itu ibunda?" pangeran sulung bertanya kembali. "Ibunda juga kurang ingat, kalau tidak salah adalah siapa yang menikahinya, maka suaminya akan semakin terpandang."

                                                                       

BAB XII

PERNIKAHAN PUTRA PUTRI RAJA 

            Maka diadakanlah pesta pernikahan antara putri Cempaka dan pangeran Naga Gledek serta  putri Rembulan. Kedua mempelai tampak berwibawa dan wanitanya tampak anggun. Para hadirin bersorak sorai.

            Ketiga pasang pengantin menjabat tangan para hadirin. Semua merasa senang. Betapa indahnya hidup putra putri raja. Tampaknya pangeran Naga Buana akan berpetualang ke negeri iparnya, pendekar Andi. Dia ingin melihat tempat dibesarkannya putri Delima, yang pada saat itu hadir. Suara menyambut pengantin berbunyi terus. Prosesi pernikahan akan segera berlangsung.  Raja duduk di singasananya. Ijab Kabul akan segera terlaksana. Pertama sekali pasangan putri Cempaka dan Tuan Muda Tanjung, kedua pasangan pendekar Andi dan putri Rembulan, dan yang ketiga pasangan pangeran Naga Gledek dan Melati Ayu.     

            Akhirnya pangeran Naga Gledek menyusul pernikahan menteri pertahanan. Sanak keluarga dari kedua belah pihak datang. Rakyat juga diperbolehkan melihat dari dekat. Ijab kabul berlangsung khidmat. Para mempelai pria dengan lancar mengucapkan akad nikah. Mereka memang sudah berlatih sebelumnya. Sang raja pun sudah berlatih juga.  Setelah akad nikah yang ketiga berakhir. Semua hadirin mengucapkan "Alhamdulillah"

            Maka para penari pun mulai menari. Ada beberapa tarian yang dibawakan. Semua pengunjung begitu memperhatikan, karena tarian yang dibawakan mengandung makna yang dalam, terutama mengenai keluarga.  Sang raja juga mmberikan nasehat bijak untuk pasangan baru, dan para hadirin yang sudah lama berkeluarga pun juga tetap mendengarkan dengan khidmat.  Raja juga mendoakan anak-anaknya bisa menjadi pasangan yang serasi dan bahagia sampai anak cucu, dan akan berpisah jika dipisahkan oleh maut.

            Selesai memberikan nasehat, para hadirin bertepuk tangan.  Diadakan juga  acara pencak silat, serta kungfu, dan perpaduannya. Para pendekar yang mengikuti acara ini merasa bangga, bisa mendapat kesempatan menunjukkan kemampuannya di acara yang sakral. Para hadirin yang perempuan sedikit yang merasa takut. Pasangannya pun menjaganya dengan baik. Oleh karena itu, arena yang digunakan cukup luas dan aman untuk para penonton. Acara yang lebih seru adalah ketika pengantin lelaki ikut menunjukkan ilmu silatnya. Para penonton merasa senang, karena pakaian yang dikenakan pengantin begitu indah. Pengantin pria dan wanita memakai perhiasan dari emas. Silat juga diperagakan oleh pasangan suami istri pangeran naga Gledek dan Melati Ayu. Indah sekali. Gerakan yang mereka tampilkan adalah kreasi mereka sendri. Gerakan ini juga kan diajarkan kepada para anggota laskar wanita.

            Oleh karena itu, pesta pernikahan tidak lepas dari rasa religius, karena raja memang orang yang taat. Jadi dengan pernikahan ini raja dan ratu mengajarkan rakyatnya untuk  lebih taat. Alunan lagu bukan hanya berasal dari kebudayaan melayu, tetapi juga dari kebudayaan arab berupa pujian kepada Allah SWT dan pujian kepada nabi Muhammad SAW. Shalawat terus dikumandangkan. Waktu terus berjalan. Malam hari pun para hadirin masih dipersilakan untuk hadir. Rakyat tidak sedikit yang turut hadir, bahkan yang jaraknya jauh dari istana. Malam harinya para pengantin berganti pakaian. Pasangan pendekar Andi dan putri Rembulan mengenakan pakaian bugis. Pasangan putri cempaka  memakai pakaian tiongkok. Pasangan naga Gledek memakai pakaian melayu yang lebih indah dari sebelumnya. Pesta akan diadakan selama dua hari. Jadi, stamina harus tetap terjaga.

            Raja dan ratu pun tetap semangat. Ini kesempatan yang sangat baik untuk bercengkerama untuk para keluarga. Para pengantin tidak pernah lelah untuk menyalami para hadirin, karena dibalik sikap simbolis tersebut ada makna dan doa yang baik untuk para mempelai.  Para mempelai tidak pernah lupa berdoa. Sholat lima waktu pun tetap ditegakkan.

            Dekorasi pelaminan juga begitu indah. Bunga-bunga yang menghiasi beterbangan dan wanginya semerbak mewangi. Semua orang terlena dengan situasi ini. Para pengawal tetap siap sedia. Mereka curi curi pandang melihat pengantin. Waah situasi ini sungguh luar biasa. Biasanya menikahkan satu orang. Ini yang dinikahkan ada tiga pasangan. Para mempelai pengantin didampingi oleh para pengikut, yang memakai baju pengantin juga.

            Ada beberapa tahap yang dilalui sebelum duduk di pelaminan berdasarkan adat istiadat Melayu. Dari merisik, meminang, berinai, tepung tawar, dan khatam quran. Merisik adalah adanya wakil mempelai pria yang menanyakan mengenai calon mempelai wanita kepada keluarganya. Ada juga namanya malam berinai. Malam berinai adalah ketika jari-jari tangan dan kaki mempelai wanita dan lelaki ditempeli suatu daun, yang akan memberi warna merah. Ini gunanya agar memberi pertanda bahwa kedua orang tersebut sudah dipersatukan dalam ikatan pernikahan.       

            Ketika pesta berlangsung para mempelai ditepungtawarin. Ini adalah suatu adat istiadat. Namun, sebenarnya ini tidak ada dalam ajaran agama Islam. Namun, untuk menghormati adat istiadat, maka acara ini tetap dilakukan. Tepung tawar adalah para kerabat dekat akan menggunakan sesuatu untuk memercikkan air ke tangan dan kepala para mempelai. Para kerabat juga memoleskan sirih ke tangan mempelai. Ada juga mempergunakan beras sebagai campurannya, atau sebagai temannya sirih. Tentunya ritual ini untuk menunjukkan bahwa para keluarga sudah merestui ada keluarga baru yang akan mengarungi kehidupan ini bersama-sama dalam suka dan duka.

             Khatam quran di kerajaan Indraloka dilakukan oleh mempelai wanita sebelum duduk di pelaminan. Khatam quran dilakukan oleh kerajaan ini, berkaitan dengan acara pernikahan, karena bertujuan agar keluarga baru kelak akan bahagia dan selalu dipersatukan. Khatam quran adalah seseorang harus menyelesaikan membaca kitab suci agama Islam sampai juz ke 30.     

            Pengantin tersipu sipu malu. Mereka sudah membayangkan malam pengantin mereka.  Mereka akan memberikan pelayanan yang baik untuk psangannya. Musik tradisional terus berbunyi. Penyanyi pria dan wanita sahut-sahutan. Pasangan-pasangan ini sungguh luar biasa. Anak-anak ikut bergembira. Semua orang dewasa juga. Terutama para keluarga.

            Mereka semua berbaur. Tidak ada yang merasa sombong. Rasa syukur menyelimuti hati keluarga pengantin. Dari wajah pengantin terpancar bahwa  mereka benar-benar sudah mantap menemepuh hidup baru. Mereka sudah siap, meskipun mereka tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Mereka berharap perceraian terjadi hanya karena maut.

            Sesekali pengantin berbicara satu sama lain. Entah apa yang mereka bicarakan. Mereka berbicara pelan sekali. Mereka berbisik-bisik. Mungkin saling bergurau. Raja dan ratu juga terkadang saling berbicara. Mereka senang sekali pesta berjalan lancar dan para pengantin melakukan laku dengan baik. Tidak kelebihan sikapnya. Yang sedang-sedang saja.   

            Pernikahan ini akan dikenang sepanjang masa, karena sukacita dari rakyat dan pemimpin. Di mana pemimpinnya adalah orang yang baik dan bijaksana. Pada saat dilakukannya upacara pernikahan, rakyat dalam keadaan sejahtera lahir batin. Bahkan pada saat inilah kekayaan raja dibagi-bagikan kepada rakyat sebagai ucapan terima kasih. Raja dan ratu memang punya hati yang mulia dan otak yang cemerlang.

            Tidak terasa upacara pun selesai. Yang tinggal adalah rasa letih dan kepuasan. Para tamu pulang dengan senyum dan kesan yang mendalam. Raja dan ratu sudah berada di peraduannya. Pangeran Naga Buana dan pangeran Naga swara  sudah di peraduannya juga. Mereka gembira sekali, terlihat di raut wajahnya. Sisa-sisa sukacita masih terlihat. Pengantin sudah masuk ke kamar pengantinnya. Mereka masih malu-malu dan saling pandang. Mereka pun tidur dengan lelapnya.         

BAB XIII

CAHAYA MERAH JAMBU DAN KISAH CINTA NAGA SWARNA 

Lalu hari demi hari berlalu. Putri Cempaka tidak tinggal di istana lagi. Sekarang sudah tinggal jauh, tinggal di dekat  tempat suaminya bekerja. Sedangkan putri Rembulan sekarang tinggal di istana di pulau Sulawesi. Putri Rembulan senang sekali menyulam. Ya Putri Rembulan sering kali menemani mertuanya menyulam. Putri Rembulan kian hari kian dewasa.

            Ada sesuatunya yang ganjil dengan putri Rembulan. Sesuatu yang ganjil adalah mengenai cahaya merah jambu dan keemasan yang baru muncul dari tubuh putri Rembulan. Jika cahaya ini keluar, maka taman-taman bunga akan semakin menyebarkan bau harum. Situasi ganjil ini sudah pernah dimimpikan oleh ibunda Ratu Indraloka. Cahaya ini muncul pertama sekali ketika suami putri Rembulan menemuinya pingsan, ketika itu sebenarnya putri Rembulan sedang duduk membaca buku di kursi panjang yang berukiran sangat indah dan sarat akan kekayaan arsitektur budaya.  Kursi ini terletak di depan kamar mereka.  

" Sayang, istriku bangun-bangun. Aku tidak bisa melihatmu begini."

"Iya, jangan khawatir pangeran," langsung siuman dari pingsan karena mendengar suara penuh kasih dari suaminya, pangeran Andi Maulana.

"Tabib akan segera datang untuk memeriksa kondisimu. Berbaringlah di peraduan kita. Aku akan selalu menemani. Aku berharap kabar gembira

akan segera kudengar. Aku rasa aku akan....," pangeran yang sedang memegang bahu sang istri menuju ke peraduan mereka, terkejut dan merasa silau matanya, tetapi tetap kokoh menuntut istrinya.

            Cahaya ini sampai ke seluruh pulau Sumatera dan sampai ke pulau-pulau lainnya, bahkan ke negeri seberang. Ketika Raja dan Ratu Indraloka melihat cahaya itu, mereka langsung senang karena kemungkinan putri Rembulan sudah mengandung seorang anak. Keempat pangeran pun kegirangan. Pada saat itu keempat pangeran sedang berada di depan kedua ibu bapak mereka. Tidak hanya mereka, pangeran Tanjung dan putri Delima juga sedang ada di sana. Mereka mengangguk-angguk, karena mereka juga paham fenomena ini.

            Rakyat pun bersorak sorai. Yang ada di taman menari- nari dan tidak mau ketinggalan untuk menghirup wanginya bunga-bunga di taman. Pangeran Naga Swarna dan Naga Swara beratraksi. Di halaman pangeran Naga Swarna memainkan pedangnya yang juga mengeluarkan cahaya merah jambu. Cahaya itu sampai ke istana putri Rembulan.

Putri Rembulan           :" Terima kasih abangda, Naga swarna. Aku merindukanmu," kata putri

Rembulan seketika setelah terlihat cahaya kilatan pedang abangdanya, meskipun dia sedang di dalam ruangan. Putri bisa melihatnya dengan perasaannya yang peka. Putri pun sampai di peraduan.  

               "Kau terlihat seperti bidadari yang turun ke bumi."

               "Dan kau Jaka Tarubnya."

               "Tentu tidak, karena cinta kita berbeda. Aku tidak membohongimu. Dan kau tidak akan meninggalkanku." Setelah diperiksa oleh tabib dan   ternyata putri Rembulan memang hamil.

                                                                                                                                                             """"

                 Pangeran Naga Swarna dan Naga Swara begitu sibuk. Sebenarnya saat itu pangeran Naga Swaralah yang lebih sibuk. Pangeran Naga Swarna hanya menemani saja. Di halaman depan istana pangeran Naga Swara, mereka menyiapkan suatu pementasan seni. Pangeran Naga Swara selalu mengulang-ulang lagu karyanya sendiri.

"Bagaimana pendapatmu kakanda?" tanya pangeran Naga Swara

"Tetap sama. Bagus sekali, adikku. Aku yakin kau akan semakin terkenal."

"Tolong beri pendapat lainnya, kakanda."

            Naga Swarna melamun sehingga tidak mendengar apa yang dikatakan oleh pangeran Naga Swara. Entah mengapa Naga Swarna merasa yang sedang menyanyi adalah seorang wanita cantik. Dia melihat ke arah adiknya, " Kau cantik sekali adinda. Suaramu juga bagus sekali. Siapakah nama adinda?"

" Kakanda, kakanda. Aku adikmu. Namaku Naga Swara," seraya mengerling-ngerlingkan matanya dan tersenyum seperti seorang wanita.

                                                                                                                                                           """"

            Pementasan seni pun berlangsung. Pementasan ini sengaja diadakan sebagai hiburan rakyat. Rakyat-rakyat yang berbakat ditampung di acara ini untuk menunjukkan bakat-bakat mereka. Umbul-umbul melambai-lambai dan berkibar-kibar. Pangeran Naga Swarna mengawali tepuk tangan atas penampilan adiknya. Diikuti oleh tepukan yang lebih meriah dan sangat meriah oleh para saudara dan hadirin. Rakyat yang hadir tak mau kalah, mereka berpakaian yang indah-indah.

            Pangeran Naga Swara benar-benar menjiwai dan tampil secara maksimal. Beliau memainkan alat musik dengan begitu sempurna dan suaranya tak terganggu sedikit pun juga. Putri Cempaka dan suami terkagum-kagum. Sayang sekali putri Rembulan tidak bisa menghadiri, karena mengingat kondisi diri yang sedang hamil muda. Pangeran Naga Gledek dan putri Melati merasa gembira. Apalagi laskar wanita akan tampil juga.

"Penampilannya jauh lebih baik dari ketika berlatih," Pangeran Naga swara berargumen.

"Itu artinya adik kita berhasil. Dia akan lebih terkenal, bukan sebagai  seorang pangeran," kini pangeran tertua yang berargumen.

"Sekarang aku ingin melihat, hasil kerja calon permaisuri Indraloka," lanjut Naga Swarna lagi. 

            Kemudian ditampilkan tarian-tarian. Para saudara memuji penari dan putri Delima yang mengatur semuanya. Ternyata pangeran Naga Swarna dan beberapa putra pejabat ikut menampilkan diri, yaitu seni bela diri. Sesekali pedang pangeran mengeluarkan cahaya, menambah semarak pementasan. Akan tetapi, pementasan ini lebih banyak diisi oleh rakyat. Salah satu rakyat yang sangat memukau adalah seorang wanita yang tidak terlalu cantik, tetapi suaranya sangat merdu. Sepertinya tak ada satu orang pun yang tidak terpukau, dan yang paling terpukau adalah pangeran Naga Swarna.  "Kau cantik sekali. Siapa namamu adinda?" kata pangeran pelan tepat di samping pangeran Naga Buana. Mereka berdiri di samping tempat    duduk raja dan ratu.   

            Pangeran Naga Swarna langsung turun untuk menunggu sang pujaan hati keluar dari tempat pementasan. Beliau menunggu di luar lokasi pementasan. Beberapa menit kemudian, sang wanita bersuara merdu keluar. Pangeran tersenyum. Wanita itu pun tersenyum. Mereka pun saling betegur sapa. Mereka menghampiri satu demi satu para penjual, yang mendapatkan untung dari pementasan ini. Para penjual memuji-muji sang gadis.

            Hubungan mereka adalah hubungan alam bawah sadar.  Ketika membantu Naga Swara menyiapkan pementasannya. Pangeran Naga Swarna keluar istana dan melihat-lihat para seniman berlatih. Pangeran Naga Swarna kagum sekali dengan seorang gadis yang hanya dilihatnya dari lukisan. Para seniman itu yang menunjukkannya pada pangeran. Sepertinya pangeran langsung jatuh cinta di sebuah rumah sederhana, diisi oleh para orang-orang yang berjiwa seni.  Sang gadis pun kala itu teringat dengan kilatan pedang sang pangeran yang dilihatnya. Sang gadis sedang berada di rumahnya yang jauh dari istana pangeran.  Selanjutnya adalah hubungan melalui rasa jarak jauh. Mereka seolah-olah bertemu setiap hari.   

 "Kakanda aku mau dengar kau bertanya mengenai namanya. Sepertinya kakandaku pernah melamunin dirimu sebelumnya, " menghampiri dua sejoli yang baru saja melepas rindu.

"Kau cantik sekali. Siapa namamu?" bumi terasa berhenti berputar, itulah yang dirasakan Naga Swarna saat ini.

"Cinta begitu indah. Orang yang tak tahu tentang cinta pun akan mengerti  cinta," pangeran yang bersuara merdu pun berkata-kata lagi.

 "Kau tidak sedang jatuh cinta juga kan? Atau kau tidak jatuh cinta juga kan dengan gadis itu?" pangeran tertua didampingi putri Delima. Mereka sedang dikelilingi para penjual dagangan.

"Oh syukurlah tidak. Kalau tidak aku tidak akan bisa memaafkan kelakuanku sendiri. Lagian aku sudah menganggapnya saingan. Hhahaa. Aku bercanda," pangeran Naga Swara sedikit terkejut dengan kata-kata pangeran mahkota. 

" Marilah beri tahu sedikit tentang dirimu adikku. Bagaimana tipe wanita dambaanmu?" lanjut pangeran mahkota ingin tahu.

" Baik, tetapi kau harus membelikanku baju baru untuk pementasanku selanjutnya."

 "Namaku Mirah Pitaloka." Semua pangeran menjadi takjim beberapa saat. 

                                                           

BAB XIV

PANGERAN NAGA BUANA, PUTRI DELIMA, DAN CURHAT NAGA SWARA

            Sekarang kita lihat kisah cinta pangeran tertua. Pangeran Naga Buana yang terkenal dingin dengan wanita pun sekarang sudah lebih ceria. Itu karena putri Delima sudah tinggal di istana. Putri Delima dan Pangeran Naga Buana bersahabat. Mereka pun sepertinya akan lebih dekat dari hari ke hari. Pangeran Naga Buana sudah sering mengikutsertakan sahabatnya, putri Delima, untuk berkunjung ke tempat-tempat penting. Apalagi putri Delima memang sangat cerdas.

            Putri Delima pun senang sekali karena dia bisa lebih banyak kegiatan. Dia juga sering  mengunjungi istri calon iparnya, Putri Melati Ayu. Mereka sering bertukar pikiran. Putri Melati pun sering menanyakan keadaan istana di Sulawesi. Memang sebelum putri Rembulan berangkat ke istana yang ada di Sulawesi, putri Delima banyak memberi arahan agar putri Rembulan tidak terkejut dengan suasana yang berbeda. Bagaimana adat istiadatnya tentu sudah diberitahukan juga.

            Putri Delima memang berwawasan luas. Putri Delima semakin pintar semenjak berteman dengan pangeran Naga Buana. Tentu saja juga semakin dewasa. Mereka sering berdebat untuk suatu perkara yang penting. Berdebat dalam artian positif. Maka, raja dan ratu pun semakin percaya bahwa putri Delima memang calon permaisuri yang tepat. Ditambah lagi sifatnya yang baik dan tidak sombong, meskipun kecantikkannya hampir menandingi putri rembulan.

            Pangeran Naga buana senang sekali karena dia mirip dengan adiknya putri Rembulan. Putri Delima selalu mau tahu hal baru, tetapi putri Delima sedikit cerewet dan pintar berorasi dibandingkan putri Rembulan. Cocok dengan pangeran yang pendiam. Kalau begitu jika mereka jadi bersama, suasana rumah tidak lagi sepi.

                                                                                                                                                        """"

            Bagaimana pula kisah cinta pangeran keempat, Naga Swara. Akhirnya pangeran keempat memberitahukan tipe wanita dambaannya. Pangeran keempat ingin memiliki kekasih dari kalangan rakyat jelata. Dia ingin merasakan menjadi orang biasa. Dia ingin mengenal lama seorang gadis, baru mau menikahinya. Bahkan dia harus menjadi temannya dulu.  Dalam hal percintaan, pangeran Naga Swara mirip dengan abang pertamanya. Maka  Naga Buana pun memberi saran agar pangeran Naga Swara diberi izin sering-sering keluar istana. Usulnya pun disetujui oleh raja dan ratu. Bahkan Naga Swara diangkat anak oleh sepasang suami istri. Sepasang suami istri ini harus merahasiakan identitas pangeran.

            Raja dan ratu sepertinya tidak sabar mendengar cerita cinta yang lebih indah lagi, sehingga merelakan putranya keluar istana. Dengan berharap impian putra keempatnya terkabul, yaitu menemukan gadis impiannya. Raja dan ratu sudah mendengar kisah pangeran kedua. Mereka setuju putra kedua mereka menjalin hubungan dengan seorang seniman. Mereka senang karena gadis itu sangat berbakat. Mereka juga memiliki putra yang sangat berbakat juga, yaitu pangeran keempat.

            Selama masa persiapan pementasan pangeran Naga Swarna selalu berusaha mencari identitas diri sang gadis. Sebenarnya sebelum pegelaran pun, pangeran Naga Swarna ingin segera berjumpa, tetapi karena tempat tinggal gadis itu cukup jauh dan pekerjaan di istana yang banyak, sehingga belum bisa. Syukurlah akhirnya di acara puncak mereka berjumpa. Yang penting jauh di mata dekat di hati. Hati mereka selalu terhubung dan berkomunikasi.

           

                                                                                                                                                                         """"

                    Putri Rembulan yang sedang hamil dan tidak terasa kehamilannya sudah menginjak bulan ke tujuh. Begitu pula putri Cempaka. Bagaimana pula keadaan putri Melati.  Ya Melati Ayu sekarang sudah bergelar putri. Waah ternyata istri pangeran Naga Gledek juga tidak mau ketinggalan. Dia juga sudah hamil sekitar lima bulan. Alhamdulillah. Mereka sangat bahagia. Untung putri Melati menuruti saran suaminya untuk cuti dari bekerja agar bisa segera mengandung seorang anak.

Di bulan ketujuh putri Rembulan bermimpi berjumpa dengan putri yang sangat cantik jelita. Putri tersebut memancarkan cahaya jingga. Putri menceritakannya kepada suami tercinta. Putri merasa itu bukan mimpi. "Memang, kau nyata. Kau juga memancarkan cahaya, meskipun cerita itu cuma legenda. Aku tahu sayang, kau pasti membaca cerita bidadari lagi kan?"

 Putri Rembulan terdiam tanda setuju akan pernyataan suaminya. "Aku memang terkadang seperti anak-anak. Itu karena aku ingat kehamilanku sudah menginjak bulan ketujuh. Inilah yang membuat aku teringat dengan bidadari yang berjumlah tujuh orang. Jadi, aku membaca cerita tersebut.  Selain itu, karena aku sudah ingin membacakan dongeng untuk anak kita nanti, pangeran." Dalam mimpinya putri merak jingga berkata bahwa dia akan memiliki anak yang sama cantiknya dengan dirinya. Seperti dia yang memiliki putri, bernama putri hijau. Putri Rembulan tidak pernah tahu ada dongeng demikian. Dia tidak pernah tahu ada putri yang memancarkan cahaya seperti dirinya. Jika ada dia pasti senang sekali.

"Sayang kata ibu ketika hamil adalah bagus sekali, jika seorang wanita membaca Al-Quran, agar keturunannya nanti berakhlak mulia." Putri rembulan malu sekali dan segera mengangguk tanda setuju. "Aku minta maaf, karena bukan membaca Al-Quran dan malah membaca cerita dongeng." Lantas pangeran tersenyum. Pangeran pun menyelesaikan pekerjaannya dan mengajak istrinya pulang. Hari petang pun tiba. Suami istri begitu bahagia menanti kelahiran bayi mereka. Suasana hati harus dijaga agar tidak terlalu senang.    

Sebagaimana suasana hati pengantin baru, yang selalu ceria. Kasih sayang suami semakin bertambah karena buah cinta mereka akan segera hadir. Perut putri Cempaka, putri Rembulan dan putri Melati semakin besar. Tingkah lakunya berubah-ubah. Ada saja yang lucu. Di antara ketiga putri, yang paling  cantik adalah putri Rembulan. Putri Rembulan  senang sekali merawat diri, katanya karena mengandung anak perempuan.

            Minggu ke minggu pun berlalu. Para mertua baik sekali mau mengajari para pangeran untuk mau membantu istri ketika masa persalinan, meskipun sudah ada dayang-dayangnya sekalipun. Semakin hari pun semakin dekat dengan persalinan. Akhirnya, putri rembulan yang terlebih dahulu melahirkan. Alhamdulillah, proses melahirkannya berjalan lancar. Memang sebelum melahirkan putri Rembulan meminum ramuan Habatussaudah, yang dipercaya bisa melancarkan persalinan. Tentunya dengan izin Allah. Ternyata bayinya perempuan, dan diberi nama putri Permata. Wajahnya mirip sekali dengan ibunya. Caantik sekali.  

            Dua minggu kemudian baru putri Cempaka dan putri Melati yang melahirkan. Mereka melahirkan berbeda jam saja, seperti melahirkan anak kembar. Semua keluarga mendoakan. Mereka senang sekali. Dan kedua-duanya melahirkan anak laki-laki. Wajahnya perpaduan antara wajah pangeran dan putri. Kelahiran seorang anak membuat alam tersenyum.  

            Setelah melahirkan para pangeran menyempatkan diri untuk mengurus pemulihan istri mereka. Sungguh luar biasa. Raja dan ratu pun harus mengunjungi para putri bergilir. Anak-anak pangeran dan putri dirawat dengan baik.

"Silakan masuk ibunda ratu", putri Cempaka mempersilakan dengan  hormat. "Bagaimana kabar kamu?" tanya Ratu dengan lemah lembut.

 "Sehat. Ini juga berkat ibunda yang memberi nasehat," jawab putri Cempaka. "Si kecil bagaimana?" Raja bertanya mengenai cucunya dengan

penasaran. "Sehat ayahanda," sang menantu menjawab santun.

            Raja dan ratu lantas mengendong cucunya dengan senang sekali. Cucunya pun tiba-tiba tersenyum. Padahal sedang tidur. "Anak yang baik. Kalau sudah besar tetap jadi anak yang baik juga ya." Lantas setelah bergantian dengan sang istri, setelah si kecil berada dalam gendongannya raja berdoa , "Semoga memiliki perilaku yang mulia." Kedua orang tua si kecil tersenyum dan berbahagia dengan kata-kata yang diucapkan raja Indraloka barusan. "Amin ya robbal 'alamin," sambung keempat orang lainnya di sana termasuk raja.

                                                                                                                                                        """"

             "Sayang kamu jangan nakal ya, karena ayah dan bunda harus bekerja," pinta Melati Ayu kepada anaknya yang baru lahir.  "Besok Melati Sari akan datang dan ayahanda dan ibunda juga," Naga Gledek memberitahukan.  "Aku sudah tahu bahwa besok menteri pertahanan akan datang bersama  saudaraku tercinta." 

"Mereka ingin melihat latihan para laskar wanita. Kau boleh membawa, putra kita pangeran Gledek Muda.

"Senang sekali setelah beberapa bulan bisa membawa anak kita ke lapangan."  

            Keesokkan harinya, di lapangan Melati Ayu sudah menunggu. Dia senang sekali. Melati Ayu menyadari bahwa saudaranya sedang kesepian, karena belum dikaruniain seorang anak.   

                                                           

BAB XV

PUTRI PERMATA

            "Hati-hati sayang. Jaalan-jalan. Hey akhirnya pandai berjalan juga," ajak Rembulan semangat penuh kebahagiaan. Senyuman pun tersungging di bibir suami istri ini. Mereka sungguh berbahagia.

           "Ayo bilang ayah, ibu. Ayo," tidak lama kemudian si kecil memanggil ibu dan ayah. Pendekar Maulana melanjutkan. "Besok kita jalan-jalan ke pasar, sekalian agar si kecil kita bisa lebih  senang melihat keramaian."

         Rembulan merasa bahagia dengan perkembangan anaknya sehingga dia teringat pertama kali tiba di tanah Makassar.  Dia disambut meriah. Sepanjang jalan pengantin baru diberi doa dan ucapan selamat. "Semoga pernikahannya berkah," kata orang yang berkerumun yang mau melihat calon permaisuri masa depan mereka.  Keesokkan harinya putri mandi uap. Tempat pemandian ditata rapi. Para dayang dan ratu yang melihat prosesi ini tidak lupa memberikan doa. Setelahnya, Putri dan pangeran dipakaikan pakaian adat. Lalu mereka disandingkan di pelaminan lagi.

        Di pelaminan yang  khas Makassar itu ada beberapa bantal yang indah, sarung sutera 7 helai yang diletak di atas bantal, ada juga pucuk daun pisang, di atasnya ditaruh daun nangka  9 lembar, ada juga lilin merah, dan nasi ketan. Sebenarnya tradisi pernikahan Makassar ini mencakup kirim cincin dan itu sudah dilakukan jauh hari. Maka serasilah mereka di pelaminan. Pada saat di pelaminan, mempelai disuapin kue-kue khas daerah setempat seperti bayao nibalu, srikaya, umba-umba, bolu peca, dan masih banyak lagi.  Rembulan tersentak dan menghampiri putrinya,"Sayang mari kita makan dulu. Mainnya tidak boleh kebanyakkan, nanti keletihan."

         Besok harinya merpati terbang ke sana kemari  ketika Andi dan keluarga berjalan-jalan ke pasar. Kala itu Andi dan rembulan sedang menawar. Merpati tiba-tiba ada di kepala pendekar Andi. Tersadar, pendekar Andi langsung menangkap merpati dan membuka pesan. Ternyata merpati itu membawa sebuah pesan.

      Putri Rembulan sudah senang sekali karena berpikir merpati akan membawa pesan mengenai keadaan pangeran keempat dengan keluarga barunya. Sebelumnya putri sudah mendengar kabar mengenai pangeran kedua dan Mirah Pitaloka, kekasihnya ketika kedua orang tuanya berkunjung untuk melihat cucu pertama mereka. Demi cucu pertamanya mereka tidak takut menempuh perjalanan jauh. Tanpa disengaja mereka sudah dipengaruhi oleh keberanian menantunya, pendekar Andi dalam berlayar.  

                                                                                                                                                      """"

            "Ooh ternyata ada yang tersesat di lautan. Aku harus menyelamatkannya."

Malam harinya pendekar Andi binggung dan berpikir keras. Dia harus menolong. Masalahnya dia harus turun tangan sendiri. Dia binggung. Perasaannya bercampur aduk antara enggan pergi dan tidak sabar lagi mau menolong. Pikirannya pun sudah sampai berpikir bagaimana cara menyelamatkan mereka. Harus cepat karena ini menyangkut nyawa.   

            "Sayangku aku harus pergi berlayar. Aku merasa. Harus menyelamatkan banyak orang. Aku sedang membicarakan pesan yang dikirim oleh merpati tadi pagi." Putri Rembulan terdiam dan menahan tangis. Putri Rembulan tidak ikhlas. Putri Rembulan berlari ke kamar dan melihat putrinya sedang tertidur. Putri menyeka air matanya.

      "Mengapa ini harus terjadi? Entah mengapa aku merasa tidak rela. Aku merasa sangat membutuhkan dirimu untuk melihat anak kita tumbuh besar." Putri menutup mulutnya, tersadar mengapa berpikir sejauh itu. Bukankah suaminya hanya permisi untuk menolong orang lain. Bukan untuk pergi merantau dan tidak pulang-pulang.

      "Istriku kamu salah. Aku hanya pergi sebentar. Tidak lama. Mengapa kau sedih  

seperti seolah-olah aku akan pergi lama sekali. Oh, ya aku tahu itu karena kau masih meragukan kemampuanku. Benar kan? Ayo mana ada sih yang lebih hebat," kata pendekar Andi ketika ada di kamar. Pendekar Andi langsung menyusul istrinya karena melihat tambatan hatinya itu menangis. "Tsst. Tidak boleh takabur, sayang . Aku semakin takut." Putri meletakkan telunjuknya di mulut suaminya. Mereka duduk di pinggir tempat tidur.

        " Tapi apa kamu tidak mau membantu orang lain?"tanya pendekar tak percaya.

         "Baiklah sayang. Aku mencintaimu. Aku mau mendukung yang menjadi cita citamu. "

         "Terima kasih sayang. Aku juga sangat mencintaimu."  

        Keesokkan harinya, putri Rembulan memakaikan pakaian berlayar sang suami tercinta, sebelumnya pendekar sudah meminta izin kepada sang ayahanda dan ibunda. Pada saat itu putri Rembulan kembali menangis. Sementara pendekar Andi Maulana bersemangat sekali. Putri menyadari semangat sang suami yang begitu terlihat.

        "Ya Allah lindungi suami hamba. Lindungi dia ya Allah."  

        "Sayang, sayangku kau jangan menangis lagi. Merpati akan menjadi penghubung kita."

      Selesai berbenah putri mengantar Andi Maulana ke halaman depan istana. Sebelum berangkat putri dicium oleh suami di keningnya. Tidak lupa putri mereka, putri Permata.  Sekuat apapun putri meredam gejolak hatinya. Rasanya semakin pahit. Dia merasa khawatir sekali dengan suaminya. Tiba tiba cahaya silau muncul mengiringi kepergian suami. Cahaya berwarna merah muda yang sangat indah. Cahaya itu berasal dari tubuh putri Rembulan. Putri Rembulan dan permata melambai-lambaikan tangannya. Putri masuk kembali ke istana. Cahaya merah muda masih terlihat. Perlahan-lahan menghilang. 

       Di dalam istana putri Rembulan terkejut mertuanya sudah menunggunya.

      "Anakku tenang. Pasti dia akan kembali. Tidak usah khawatir. Maulana adalah orang yang teguh pendiriannya," lalu melanjutkan kata-katanya,  "Sini sini cucuku. Duuh baiknya tidak mau menangis. Anak perempuan juga harus kuat. Harus bisa membantu kedua orang tuanya."

      Putri Rembulan mengangguk dan menyiapkan minuman untuk mertuanya dan kemudian menemani mertuanya seraya berbincang-bincang. Kemudian mereka berjalan-jalan di taman istana. Bunga-bunga bermekaran. Taman tetap indah. Raja dan Ratu begitu senang bergaul dengan menantunya dan cucu mereka.

                                   

BAB XVI

PUTRI DAN PANGERAN BERLAYAR KEMBALI

         Beberapa hari kemudian, merpati datang membawa surat dari pendekar Andi Maulana. Pada saat itu, putri baru saja membaca Al-Quran. Lantas  putri membaca surat yang disampaikan merpati. "Sudah sampai di tempat yang dituju. Alhamdulillah semua orang  dapat diselamatkan. Ada yang sudah berada di kapal-kapal kecil, ada yang cuma      berpegangan papan. Untung aku datang tepat waktu, istriku. Terima kasih sudah mengizinkanku."

           Pada saat surat sampai dan sudah dibaca oleh sang istri. Pendekar sedang sibuk memberi pertolongan. Semua penumpang pun sudah berada di atas kapal. Keadaan sudah lebih tenang.  Putri Rembulan yang membaca surat bisa membayangkan bagaimana keadaan di laut. Dia terbayang bagaimana pertama sekali memeluk kekasihnya, Andi Maulana.

"Pihak medis harus bekerja dengan seksama. Jika kekurangan bahan makanan, harus segera diberitahukan."

"Tenang kapten bahan makanan dijamin akan cukup sampai kita berada di kota kita kembali."

" Bagus, bagus kalau begitu," pendekar maulana tersenyum dan membayangkan senyuman putri kecilnya. "Tenang sayang ayah pulang."

                                                                        """"

            "Syukurlah laut membisu."

             "Mana mungkin laut yang begitu luas diam begitu senyap. Pasti dia akan bersuara-suara kecil, yang berasal dari gelombang-gelombang yang selalu dimiliki oleh sang laut."

             "Sepertinya kau telah merindukan laut, sama seperti kau merindukanku, sehingga kau bisa begitu detil menjelaskan sang laut, karena ada memori yang tak terlupakan tentang kita di laut sana."  Sesampainya sang suami di istana, putri Rembulan senang sekali.

            "Kau benar sayang, kau akan kembali cepat. Terima kasih kau cepat pulang."

            " Jangan lupa berterima kasih kepada Yang Maha Esa, karena sesungguhnya karena Dialah, suamimu ini bisa kembali cepat, karena memang pekerjaan sudah selesai. Baiklah sayang aku tidak akan pergi pergi lagi, kecuali membawamu turut serta." Sang istri pun tersenyum yang sedang mengendong putri Permata.  "Ini ayah sayang. Kamu tidak rewel kan?"

           "Iya dia senang sekali berjalan, bahkan berlari. Kata neneknya dia harus menjadi wanita yang kuat."

           " Betul betul. Bagaimana kabar keluarga, ayah dan ibuku?"   

           "Kami sehat," Raja dan Ratu datang menghampiri menantu dan putranya yang baru tiba di halaman depan rumahnya.

Pangeran Maulana baru menyadari kedatangan ayahanda dan ibundanya, karena tertutup iringan pengawal yang menyambut.

                                                            """"

        Beberapa tahun kemudian, pendekar Maulana gelisah tidak menentu.  "Ada apa suamiku? Mengapa kamu gelisah. Ada yang dapat putri bantu?" kata-kata putri penuh pengertian. "Semakin hari pekerjaan semakin banyak. Saya semakin penat. Aku rindu sekali dengan lautan. Bagaimana kalau kita sekeluarga mengarungi lautan." Ekspresi Maulana ragu ragu. Namun, mendapat jawaban tidak terduga dari istrinya. "Pasti itu menyenangkan sekali. Kapan kita berangkat? Bagaimana kalau bulan depan?" putri tahu sekali pangeran harus menenangkan pikirannya yang lelah.  

            Sebulan kemudian perbekalan sudah dilengkapi. Tubuh. Si kecil dan ibunya dipersiapkan dengan matang. Mereka singgah ke pulau yang ramai penduduknya. Mereka tiba di Maluku. Si kecil terus menangis setibanya. Tampaknya tangisan si kecil menandakan kebalikannya, yaitu dia senang dengan pulau ini. Indah sekali tempatnya. Malam harinya si kecil tak mau tidur, dia berlari ke sana ke mari. Dia riang sekali. Orang tuanya pun tersenyum. Orang tuanya bercengkerama dan sesekali bermesraan. Malam semakin dingin , tetapi mereka belum mau masuk ke dalam. Maka putri Rembulan mengendong si kecil. Si kecil merasa nyaman karena tubuh ibunya selalu hangat, karena aura berwarna merah jambu tetap terasa, meskipun tidak sedang memancar, terlebih lagi aura seorang ibu yang begitu kental.

            Selama dua hari mereka di Maluku. Kemudian, mereka bertolak ke Mataram. Putri Rembulan senang sekali bisa berjumpa sang ratu. Ratu cantik sekali , bahkan lebih cantik dari putri Rembulan. Namun, putri Rembulan lebih menakjubkan, karena tubuhnya bercahaya. Karena ketampanan dan kewibawaan pendekar maulana, maka tidak ada yang berani mendekati sang istri.

            Setelah dari bekas majapahit , keluarga maulana mengarungi samudera lagi beserta bala tentara menuju timur tengah. Akan tetapi, sang istri sudah mengingatkan agar mereka pulang saja. Akan tetapi, sang suami bersikeras. Pendekar Maulana ingin sekali mengunjungi saudara Arab mereka. Padahal putri Rembulan sudah mengatakan bahwa suatu saat mereka akan bersua kembali dengan saudara Arab mereka. Mereka seharusnya mencari waktu yang tepat.

            Perjalanan Maluku dan  Majapahit sudah cukup melelahkan dan putri lebih mencintai istana, baik istana Indraloka maupun istana suaminya. Putri sebenarnya ingin mengajak suaminya singgah sebentar di pulau Sumatera, yaitu kemudian mengunjungi ayahanda dan ibunda, yang sudah lama tak dikunjungi.  Namun, syukurlah perjalanan kali ini banyak mendapat pelajaran dan sekalian untuk menjalin kerja sama antar daerah dan pulau.

BAB XVII 

NAKHODA KESEPIAN

        Di tengah perjalanan angin bertiup sangat kencang. Semua orang kucar kacir. Dengan kehebatannya, keluarga selamat, sudah tentu yang pertama sekali diselamatkan adalah Permata dan Rembulan, sedangkan Ratu sudah aman berkat penjagaan raja Makassar. Pendekar Maulana ingin menyelamatkan kapalnya, dia berjuang untuk itu. Keluarga dan beberapa prajurit menyelamatkan diri. Syukurlah angin sudah bersahabat, tetapi pendekar Andi tak kunjung tiba dengan kapalnya.

      Selain pelaut handal, pendekar Andi juga seorang perenang hebat. Sempat hampir karam. Akhirnya bisa kembali ke posisi semula dengan bantuan para tentara/prajurit. Karena kecapaian Mereka pingsan di kapal selama beberapa hari.

            Ketika mereka bangun mereka sudah ditawan oleh pasukan yang dikepalai seorang nakhoda. Nakhoda berbicara, selamat datang di perkumpulan kami.

Pendekar Andi        :"Di mana kami?" kata pendekar Andi.

Nakhoda                     :"Mohon maaf saat ini kami belum bisa memberitahukan. Namun, silakan   anda makan dahulu.

Pendekar Andi                        :"Anda fasih berbahasa Melayu. Padahal anda orang ....."

Nakhoda                     :"Negeri Anda terkenal tuan.  Kaya akan sumber daya alam. Saya sudah beberapa kali ke negeri Anda. Bagaimana makanannya enak?" Pasukan pendekar andi hanya mengangguk. Setelah selesai makan, pendekar balik berbicara.

Pendekar Andi            :"Apa Anda mau membantu saya dan teman teman saya kembali, Nakhoda."

Nakhoda                     :"Ooh waktu masih berputar, saya butuh bantuan Anda. Mungkin selama beberapa waktu anda harus bersama kami."

Pendekar Andi            :" Baik baik sampai berapa lama?"

Nakhoda                     :"Saya belum tahu pasti. Bisa sebentar, bisa juga lama."

Pendekar Andi            :"Tetapi saya memiliki istri dan anak yang masih kecil. Jika saya kembali, saya bisa memberi banyak hadiah."

Nakhoda                     :"Bukan hadiah yang saya butuhkan. Tetapi pengorbaann dan rasa pertemanan. "

            Pendekar Andi berpikir mungkin sebentar lagi dia mempunyai waktu untuk merayu sang nakhoda. Pendekar Andi mulai bisa tersenyum di dalam hati, tetapi dia merasa sedih sekali tidak mendengar kata-kata istrinya tadi. Pendekar Andi dan pasukannya dipersilakan beristirahat kembali. Pendekar Andi langsung menuruti karena pendekar Andi ingin segera menyusun rencana. Pendekar Andi pun tertidur cukup nyenyak dan dia bermimpi sang istri berada jauh dan menangis. Anaknya tumbuh semakin besar. lantas pendekar Andi terbangun. Perasaan semakin tidak menentu.

Putrid Rembulan         :"Bagaimana sudah ada kabar?" putri Rembulan bertanya dan menangis di depan raja dan ratu beserta prajurit.

Raja dan ratu hanya bisa terdiam, sambil menahan sedih juga. Putri Rembulan semakin erat memeluk putrinya, yang menangis sedari tadi. Putri Rembulan sekuat tenaga menenangkan diri dan putrinya. Raja dan ratu pun sudah ikut berbicara dan menenangkan.  

Ratu                           :"Bagaimana kalau kau istirahat, atau setidaknya pergi ke kamar. Mungkin di sana suasana hatimu  akan lebih tenang. Sekarang berpikirlah yang baik-baik saja. Semoga menjadi kenyataan. Anakku adalah pelaut yang handal. Kau tenang saja ya."

Raja                           :"Ratu akan menemanimu dan seorang dayang juga agar aku bisa tenang dengan kondisimu. Kuatkan hatimu menantuku. Seorang calon ratu harus memiliki hati yang kuat."   

Putri Rembulan menuruti. Putri Rembulan  menangis sampai tertidur. Anaknya sudah terlebih dahulu tertidur.  Putri Rembulan pun bermimpi sang suami meminta maaf, karena harus kembali lama. Mengatakan sesuatu lalu putri Rembulan terbangun.

                                                                                   
                                                                        """

                 "Pendekar saya ingin menjalin kerja sama dengan Anda dan pasukan Anda. Saya ingin kita menjelajahi beberapa benua. Mungkin akan menghabiskan waktu beberapa tahun. Saya tidak punya teman sehebat Anda. Saya takut anda tidak akan kembali, kalau saya perbolehkan menjumpai keluarga Anda terlebih dahulu. Apalagi istri anda pastilah sangat cantik. "

               "Saya tidak sepenuhnya setuju. Saya harus kembali ke anak dan istri saya sekarang." Maka terjadilah pertarungan antara pasukan pendekar dan pasukan nakhoda. Alangkah sedihnya pangeran, karena pihaknyalah yang kalah. Nakhoda yang berkulit hitam dan memiliki postur yang besar merasa sumringah.  Prajuritnya mirip dengan nakhoda. Sementara prajurit pangeran berpostur kecil dan sedang. Namun, bukan itu yang menyebabkan kekalahan di pihak pangeran Maulana, tetapi karena kekuatan mereka melemah karena sudah termakan ramuan, yang disajikan nakhoda bercampur makanan.  

              "Sekarang kamu turuti saja penawaranku. Tidak usah melawan. Suatu saat aku akan melepaskanmu."

              "Sampai kau puas?"

              "Tenang pendekar. Ini juga berguna untukmu. Aku yakin istrimu sangat mencintaimu. Jadi, dia akan selalu setia menunggumu. Kau pun akan menceritakan setiap perjalananmu melalui surat. Bagaimana setuju?

               "Jadi aku bisa mengirimi surat setiap aku ingin. Kau tidak akan melarang?"

                "Dalam hal ini tidak. Kau juga tetap boleh menjalankan ibadahmu, begitu juga prajuritmu. Akan tetapi, kau tidak boleh memberitahukan identitasku dan membuat keluargamu mengirim pasukannya. Kau juga tidak mau membuat istrimu cemas kan, kawan? Sementara penawar hanya aku yang tahu racikannya."

                 "Baik. Sekarang juga aku akan membuat surat." Pendekar Andi sudah kuat mendengar kata-kata nakhoda. Seraya dilihat oleh nakhoda. Pangeran Andi mulai menulis surat. "Sayang, melalui surat ini aku ingin mengatakan keadaanku dan pasukanku baik-baik saja. Kapal yang membuat kita terpisah, pun berhasil diselamatkan. Semua berkat doamu istriku. Bagaimana kabarmu dan anak kita, buah cinta kita, putri Permata. Aku sangat merindukanmu dan anak kita. Pasti kalian juga sangat merindukanku. Kirim salam untuk keluarga. Jaga mereka. Tugas mereka juga adalah menjagamu dan Permata. Untuk beberapa bulan , aku akan berlayar bersama teman baruku. Doakan aku cepat kembali. Andi Maulana, suamimu." Pangeran Maulana melipat suratnya. Lalu memberikan kepada sang nakhoda.

              "Bagaimana sudah diberitahukan bahwa kita akan bersama selama beberapa waktu?"  Pangeran Andi mengangguk. Surat pun dikirimkan.

               "Dari mana asalmu? Aku rasa kau berasal dari benua yang terkenal dengan jerapahnya."

               "Bisa dikatakan demikian."

                                                                        """"    

Betapa senangnya ibunya permata menerima sebuah surat. Putri Rembulan membacanya sambil memangku putrinya permata. Selesai membaca rembulan menarik nafas. "Alhamdulillah, pangeran Andi selamat beserta pasukannya." Raja dan ratu pun mengucapkan syukur di ruang pertemuan keluarga dengan penuh rasa khidmat. Yang mendengar juga mengucapkan syukur.

Untuk menghibur menantunya, Raja berkata, "Anakku akan membawakan banyak cenderamata untuk putri yang bercahaya seperti menantuku ini. Kau juga bisa mengirimkan sinyal kepadanya bahwa kau baik-baik saja." Seketika tubuh putri Rembulan memancarkan cahaya. Cahaya itu pun sampai ke lautan. Para pangeran, raja dan ratu, rakyat, para putri dari beberapa pulau  melihat fenomena ini.

Putri Rembulan menjadi buah bibir sama seperti suaminya, pangeran Maulana yang menjadi buah bibir karena kegigihannya mengarungi lautan.   Paduka raja dan ratu tersenyum kembali setelah merasa silau.

Ratu                            :"Namun, mengapa kau cemberut menantuku. Apakah yang dikatakan putraku dalam suratnya."

Putri Rembulan           :" Dia mengatakan. Dia akan berlayar kembali. Dia berjumpa teman baru."

Raja                             :"Kalau begitu maafkanlah kata-kata ayahanda sebelumnya. Ayahanda cuma bercanda. Ayahanda juga tidak mendukung dia terlalu sering berlayar."

Ratu                            :"Anakku lamban laun kebiasaanya akan berubah. Dia sangat mencintaimu. Ibu rasa ada sesuatu yang memaksa dia untuk melakukan itu. Mudah-mudahan dia tidak akan lama."

                                                                        """"

Ratu Indraloka            :"Menantu kita berlayar kembali. Kalau menunggu dia balik, baru mereka berkunjung kemari. Aku sudah sangat rindu dengan putri kita dan cucu kita. Bagaimana kalau kita kembali berkunjung ke sana.

Raja Indraloka            :"Kita akan segera berkunjung ke sana. Aku juga sudah memikirkan pemindahan kepemimpinanku kepada pangeran Naga Buana. Setelah perkara ini selesai kita akan lebih banyak waktu tentunya."

Ratu Indraloka            :"Jangan lupa kakanda, bahwa di awal-awal masa kepemimpinannya pangeran    harus tetap diawasi agar dia bisa melanjutkan kondisi rakyat yang baik ini.

Raja Indraloka            :"Benar sekali kata-katamu adinda, karena ada banyak hal yang harus tetap kuajarkan kepadanya. Hal ini lebih baik lagi diajarkan ketika dia sudah menduduki tempatku."

Ratu Indraloka            :"Rakyat akan senang sekali memiliki raja dan ratu yang baru. Aku merasa rakyat sudah menginginkan ini, setelah pangeran Naga Buana baru menikah dengan putri Delima. Aku merasa kita orang tua yang unik, karena bisa menikahkan anak-anaknya dalam satu waktu."

Raja Indraloka            :"Kala itu aku merasa, Naga Swara belum waktunya menikah. Dia masih terlalu muda. Dia masih berusia dua puluh lima tahun.

Ratu indraloka            :"Mengapa kau berpikir demikian, sementara ada pemuda kita yang sudah menikah sebelum usia itu. Ya, ya aku mengerti karena dia anak kita yang bungsu."

Raja Indraloka            :"Ya, kita harus mengunjungi rumah baru anak kita yang bungsu juga bersama istrinya, Puspamega. Ditambah lagi, puspamega suka sekali bertani. Pasti sawah-sawahnya sudah luas. Mereka merintis sawahnya dari nol."

Ratu Indraloka            :"Raja yang arif, suamiku. Aku ingat sesuatu, tetapi sesuatu ini adalah sesuatu yang kurang baik. Ketika calon raja dan ratu, pangeran Maulana dan putri Rembulan  menghadiri  pesta pernikahan kakak-kakaknya. Aku sempat berbincang dengan seorang alim. Dia mengatakan bahwa aku harus siap dengan kebahagiaan dan kesedihan. Saat itu dia melihat Rembulan bersama Raja dan Ratu Makassar, yang juga turut hadir"

Raja indraloka             :"Aku juga merasa ada yang tidak beres dengan keputusan Maulana untuk melaut dengan temannya."

   

""""

            Nakhoda suatu hari melihat sebuah kapal. Hasratnya ingin mendapat harta muncul. Lantas dicegah oleh pangeran Maulana, "Aku menurutimu karena ingin mendapat banyak pengetahuan. Bukan untuk berbuat yang tidak-tidak. Aku bisa berubah pikiran, kalau kau masih berkeinginan merampas harta orang lain."  Nakhoda terdiam dan mengurungkan niatnya.

          "Beberapa minggu lagi kita akan sampai di Cina. Aku sudah pernah mengunjungi Cina. Aku ingin kita menyeberang dan tiba di Mongolia. Aku ingin melihat cara mereka mengembala sambil bercerita dengan pengembalanya. "

           "Sungguh pengalaman yang sangat kau impikan," dengan nada sedikit menyindir, tetapi diakhiri dengan rasa ingin tahu pangeran.

             "Maaf kawan. Jika aku yang memulai perjalanan ini. Padahal aku yakin kau bisa melakukannya. Namun, hasratku lebih kuat, sehingga membuatmu lebih cepat melaut kembali. Mungkin kalau kau menunggu izin istrimu, butuh beberapa tahun lagi. Mungkin 10 tahun lagi."

              "Mungkin benar." Pendekar melihat kembali sinyal yang diberikan istrinya.

              "Sinar indah itu terlihat kembali. Aku tidak tahu berasal dari mana. Suatu saat aku akan mencari tahu."

                                                                       

BAB XVIII

MENGARUNGI SAMUDERA. NEGERI CINA, MONGOLIA, DAN RUSIA

            Setelah sampai di Cina Mereka merasa gamang karena terbiasa di laut. Mereka berjalan. Melihat kehidupan di daratan, membuat mereka berpikir tentang keluarga. Salah satu pengawal  pangeran berkata," Pangeran bukannya ini saat yang tepat untuk melarikan diri?" Pangeran berkata pula, "Oh ya sesampainya di penginapan aku harus menulis surat."  Para pejalan kaki lainnya memandang aneh dengan mereka. Di penginapan, pangeran menulis surat. "Istriku sayang, sekarang aku sedang berada di darat. Aku melihat suku bangsa lainnya. Temanku mengajakku ke Mongolia, katanya banyak pengembala di sana. Aku akan bawakan oleh-oleh dari sana sayang. Maafkan aku sayang, aku baru bisa menulis surat lagi. Aku berharap negeri kita semakin jaya. Terutama, perdagangannya seperti di sini."

    "Aku tidak  lupa menjaga diri dan kesehatan. Kau juga tentunya. Pasukanku pun menulis surat untuk keluarganya. Kau tidak marah denganku kan? Aku sangat tertarik dan merindukan kalian. Keindahan negeri ini  bisa menyaingi keindahan negeri kita." Tiba tiba ada yang mengetok pintu. Ternyata nakhoda.

"Aku tidak senang dengan salah satu pasukanmu. Dia ingin melarikan diri." Nakhoda berbicara seraya membawakan pengawal yang dimaksud.

"Mengapa kau bertindak terlalu cepat? Aku minta maaf atas kondisi ini. Kalian pasti merindukan keluarga kalian."

"Maksudmu kau mau melarikan diri juga?"tanya nakhoda penasaran dan gemas. 

"Aku bermaksud setelah dari Mongolia, aku kembali ke negeriku Makassar."

"Aku tidak terima. Aku tidak menginzinkanmu untuk kembali. Aku ingin kau berlayar lagi, karena itu memang kebiasaanmu. Apalagi itu artinya kau akan meninggalkanku. Ayolah kawan? Aku sebatang kara"

"Aku sudah bertobat untuk meninggalkan keluarga. Sejak muda aku sudah melakukannya, karena itu aku sudah menjelajahi ratusan pulau."

"Memang kau masih muda."

"Sekarang aku lebih mencintai keluarga daripada lautan. Aku ingin bersama keluarga di rumah yang kami sangat cintai. Aku ingin dekat sekali seperti aku dekat dengan lautan. Menghabisi waktu bersama mereka. Kalau boleh jujur aku sangat sedih, kawan."

"Namun, aku tidak akan memberi penawar untuk tubuhmu. Kau juga tidak akan berjumpa dengan keluargamu." Pangeran menggeleng-gelengkan kepalanya. "Sudah tidak usah pusing. Ada kejutan buatmu sahabat. Tadi aku menyempatkan diri untuk membeli kitab suci Al-Quran. Pasti kau senang," nakhoda menunjukkan isi bungkusan yang dibawanya dan pergi meninggalkan mereka.

"Setelah lama diminta. Nakhoda berhasil mendapatkan apa yang pangeran inginkan." Pangeran mengangguk tanda setuju dengan pendapat prajuritnya dan segera mengambil air wudhu. Setelah itu, pangeran mulai membaca Quran.

            Di istananya istri yang dirindu pun sedang melantunkan ayat-ayat suci. "Wa azanum minallahi wa rasulihi ilan nasi yaumal hajjil akbari annallaha bari'um minal musyrikina, Warasuluhu  fa ini tubtum fahuwa khairul lakum, wa in tawallaitum fa'lamu annakum gairu mu'jizillah, wa basysyiril lazina kafaru bi 'azabin alimin.  Illal lazina 'ahattum minal musyrikina summa lam ilaihim 'ahdahum ila muddatihim, innallaha yuhibbul muttaqin," putri membaca surat  At-Taubah ayat 3-4 dengan seksama dan memahami maknanya. Putri pun membaca artinya.

            Sedangkan pangeran membaca Surat Al Araf ayat 46-47, "Wa bainahuma hijabun, wa 'alal a rafi rijaluy ya 'rifanu kullam bi simahum, wa nadau ashabal jannati an salamun 'alaikum, lam yadkhuluha wa hum yatma'un. Wa iza surifat absaruhum. Tilqa'a ashabin nari, qalu rabbana la taj'alna ma'al qaumiz zalimin." Pangeran melanjutkan membaca artinya, "Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas; dan di atas A'raf itu ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka. Dan mereka menyeru penduduk surga: 'Salamun' 'alaikum. Mereka belum lagi memasukinya, sedang mereka ingin segera (memasukinya).  Dan apabila dialihkan pandangan mereka ke arah penghuni neraka, mereka berkata: 'Ya Tuhan  Kami  janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim. "  Prajurit mendengarkan dengan seksama. Suara pangeran merdu sekali.

            Kemudian pangeran dan putri pergi ke tempat tidur.  Pangeran dan putri tidak bisa tidur dengan pulas karena rasa rindu. Mereka gelisah dalam baringnya. Mereka selalu membayangkan wajah kekasih, belahan jiwa, labuhan jiwa, semua kata tidak bisa melukiskan secara sempurna tentang perasaan ini,  sehingga belum tertidur pun mereka sudah seperti bermimpi. Suara kekasih diingat-ingat untuk menghibur diri seperti seorang pemusik yang selalu didengar oleh para penonton.

           

                                                                                    """"   

          "Mongolia negeri yang indah, serta banyak wanita cantik. Kita akan tinggal beberapa bulan di sini. Merasakan mengembala. Kau tidak menyukai wanita, karena kau sudah menikahi seorang wanita di sana. Sedang aku  belum, tetapi aku tidak mau. Bersenang-senang di lautan aku pun tidak mau, meski lautan begitu sepi, karena bagi yang mencintai lautan, lautan itu akan terasa damai. Sedang di daratan terasa sumpek. Aku hanya akan bersenang-senang dengan alam di sini. Aku ingin menikmati keindahan alam dan kebiasaan yang jauh berbeda dengan yang aku miliki sebelum kembali ke laut."

            Pangeran Maulana dan prajuritnya mencoba kebiasaan yang berbeda, begitu pula prajurit nakhoda dan diri nakhoda sendiri. Keletihan, mereka pun duduk di padang rumput. Mereka pun benar-benar berbeda sekarang, karena mereka sudah memakai pakaian masyarakat Mongolia.

        "Setiap negara memiliki perbedaan dan persamaan. Kalau soal mengembala, di negeriku pun ada, begitu pula di negeri istriku, Rembulan. Rakyat mengembala kerbau dan kambing. Rakyat juga menggunakan kerbau untuk membantu mengolah sawah mereka. Sawah akan menghasilkan padi. Padi dimasak akan menjadi nasi. Nasi adalah bahan pokok untuk sebagian besar bangsa kami."

            "Aku yakin di negerimu tidak ada gurun. Kau tidak rugi kan ikut bersamaku?"Pangeran Maulana melihat dengan mata penuh yang keras terhadap temannya yang sedang berbicara ini.

"Maaf kawan. Ooh jadi, namanya Rembulan. Lebih baik jika ditambahi menjadi putri Rembulan. Sebutan itu lebih cocok untuk istri kawanku, yang sudah sangat baik ini."

           "Memang dia seorang putri. Tingkah laku dan perkataannya pantas sekali."

            "Mengapa kau tidak ceritakan mengenai asal usul cahaya yang indah tersebut. Setidaknya beri petunjuk. Cahaya itu benar benar berasal dari negerimu. Aku tidak salah lihat. Prajuritku pun berpikiran sama."

            "Cahaya tersebut di malam hari akan menyaingi cahaya rembulan," pangeran pun kembali menggembala. Pangeran cepat beradaptasi dengan pakaian yang menghangatkan tubuh itu. Penuh bulu.

                                                                        """"      

            Negara kedua yang disingahi adalah negara Rusia. Negara Rusia juga negara yang memiliki gurun.  Namun, mereka lebih tertarik dengan orang-orang yang di darat dan terbiasa dengan banyak aktivitas kehidupan. Negara ini sangat luas sekali. Gadis di sini berhidung mancung. Ada prajurit pangeran Maulana yang mendapat kenalan wanita di sana.  Prajuritnya itu memang belum memiliki istri. Anehnya, nakhoda yang sudah memakai pakaian masyarakat setempat tidak melarang.

Nakhoda                     :"Tidak masalah jika dia memang wanita baik-baik. Pasti dalam hal ini kau sependapat  denganku,  pangeran?"

Pangeran Maulana       :"Jangan menyebutku demikian."

Mereka menghadiri  pesta rakyat. Nakhoda benar-benar sudah tidak seperti seorang pelaut. Pangeran pun teringat dengan pesta rakyat yang  mempertemukan pangeran Naga Swarna dan seorang penyanyi. Kisah cinta yang indah. Pangeran juga ingat dengan iparnya, Naga Swara yang ikut mengisi pesta rakyat. Pangeran dan Rembulan memang tidak mengikuti acara, hanya mendapat cerita. Pangeran benar-benar rindu dengan istrinya.  Pangeran meneteskan air mata. Untuk menghilangkan kerinduannya, pangeran membayangkan sedang di negerinya.

                                                            """"

        Setelah dari Rusia mereka melanjutkan ke laut. Selama setahun mereka di laut. Sampailah mereka di samudera atlantik. Kadang kala mereka didera rasa takut, tetapi mereka cepat beradaptasi dengan situasi. Yang paling menakutkan adalah di samudera atlantik. Mungkin mereka terpengaruh dengan cerita mengenai kapal hantu. Akan tetapi, mereka yang berjumlah dua puluh orang, semuanya merasakan rasa takut mereka tidak dibuat-buat. Bulu kuduk mereka berdiri.  Semua gelisah. Nakhoda berusaha menenangkan. Mereka gemetar.

      Nakhoda yang berani saja sebenarnya gemetar. Dia merasa ada sesuatu yang layak untuk ditakuti.  Mereka harus menghormati wilayah tersebut. Nakhoda semakin takut, jika cuaca memburuk, prajurit yang gemetar tidak akan bisa bekerja dengan baik. Nakhoda membuka mulutnya. "Para prajurit pendekar  adalah orang yang beragama. Beberapa prajuritku pun sudah mengikuti jalan Anda. Bagaimana kalau kalian doakan agar ketakutan kita segera lenyap."

         Pendekar Maulana menanggapi dengan serius dan segera mengambil inisiatif agar mereka segera menegakkan sholat tahajud. Mereka memang baru bangun dari tidurnya, karena perasaan takut yang tiba-tiba muncul.  Mereka terbangun  dan langsung berkumpul di aula. Karena sholat tahajud hukumnya sunah muakad, maka mereka sholat sendiri-sendiri, tanpa imam.

           Nah ketika yang lain sholat. Prajurit yang lain pun berdoa. Mereka seamakin tegang. Jendela di aula terbuka. Hembusan angin laut  langsung masuk. Apa yang lewat dan dilewati tampak. Mereka semua tidak berani memandang keluar. Mereka merasakan ada sesuatu yang ganjil sedang melewati mereka. Ada yang berani melihat, yaitu cuma nakhoda. Nakhoda menyaksikan sebuah kapal yang lebih besar dari kapal yang mereka tumpangi, dengan prajurit yang wajahnya hancur melewati mereka.

          Keesokkan harinya,     mereka sudah tenang kembali.  Mereka beraktivitas kembali. Mereka melewati daerah yang banyak sekali ikannya. Mereka pun menjala. Ada yang berenang mengejar ikan.  Ada kura-kura besar berenang. Lucu. Lucu sekali. Mereka melupakan kejadian tadi malam.  Ada yang menurunkan kapal kecil. Lalu kapal tersebut mereka dayung.  Tumbuhan laut pun selalu mempesona untuk diperhatikan. Tumbuhan tersebut bisa menghilangkan kepenatan. 

         Mereka pun melakukan perdagangan di laut. Nakhoda pun  sudah bertobat sedikit demi sedikit. Di laut tidak sedikit mereka jumpai kapal-kapal tak bertuan dan jika  ada tuannya, adalah orang yang jahat biasanya.  Maka, pangeran dan nakhoda pun berusaha menasehati. Beberapa  kembali di jalan yang benar. Ada juga yang harus bertempur terlebih dahulu karena mau melarikan diri. Pangeran dan Nakhoda pun masih berbincang-bincang, ketika ada kesempatan.  

           "Aku berharap kau akan menjumpai wanita yang tepat dan bisa tinggal di laut juga. Kau sangat mencintai lautan, mengapa kau tidak membangun rumah di laut?" doa Andi untuk nakhoda yang tak bernama ini.

           "Kau ini ada-ada saja. Aku tidak berpikiran seperti itu."

           " Kau harus memikirkan masa depanmu. Kau  lebih tua dari aku. Aku sudah memiliki istri dan anak."

           " Oh ya siapa nama istrimu yang cantik itu?"

           "Darimana kau tahu dia cantik?"

           "Sudah jawab saja tidak usah basa basi."  

            "Namanya putri Rembulan dan anakku permata. Aku sudah pernah memberitahukan nama istriku tercinta."

            "Kau yakin aku akan menemukan wanita yang tepat."

            " Tentu saja. Berdoalah. " Mereka pun mengerjakan sholat di kapal. Selesai sholat,   mereka makan. Selesai makan mereka berpikir ke depannya.  "Tidak sengaja, karena ingin memperpanjang hidup, kita sudah menciptakan lapangan pekerjaan baru ya."

        "Iya, sobatku," jawab nakhoda semangat sambil mengulum senyum.

         " Nakhoda meskipun kau sudah menikah, kau bisa menjadi raja di laut, seperti teman kita yang rumahnya ada di dekat laut. Dia dan keluarganya tinggal di laut. Di negeriku pun ada namanya, anak jermal.  Mereka nelayan. Mata pencahariannya mencari ikan di laut."

         "Lama-lama aku tertarik dengan agama yang mencintai perdamaian. Kau bilang nama agamamu  Islam dan berarti damai. Dii.."

          "Dinul Islam."

           "Tetapi kau jangan marah kawan, jika akan ada saja yang mungkin menganggu arti harafiah nama tersebut.

           "Aku mengerti, karena di dunia ini tidak semuanya baik dan mendukung kita."

          "Aku ingin memberitahukan bahwa penawarmu ada di sebuah botol kecil yang ada ukiran gambar ularnya. Botol tersebut ada di sebuah kotak kayu yang terkunci. Ini dia kuncinya. Namun, aku tidak akan memberitahukan dimana kotak kayu tersebut." Pendekar pun menerima kunci tersebut dan berdoa dalam hati agar segera terbebas dan ilmunya pulih kembali.

          "Nakhoda. Ada kapal mendekati," lapor prajurit cepat.

          "Biarkan saja. Mungkin mereka butuh bantuan.

            Nakhoda pun menyambut tamu baru mereka. Ada wanita cantik sepertinya, yang jika dilihat dari wajahnya, sama bangsanya dengan Fatimah.   

Tamu                           :"Assalamu'alaikum."

Semua                          :"Walaikum salam," serentak menjawab pangeran dan prajuritnya.

Tamu                           :"Akankah saudara membantu kami?" (Gujarat)

Nakhoda                     :"Ya, tentu saja. (Gujarat) Nakhoda terus melihat wanita tersebut. Para tamu disambut dengan baik. Tamu dijamu dengan makanan lezat. Selesai makan wanita cantik tadi mendekati tepi kapal. Nakhoda pun sudah ada di sana.

                                                                        """"

                Hampir dua tahun pendekar Andi Maulana berlayar bersama nakhoda. Selama itu, pendekar Andi selalu mengirim surat dan balasannya diterimanya dari putri Rembulan. Namun,  surat balasannya dipalsukan nakhoda.  Hanya beberapa saja yang asli, karena selebihnya suratnya tidak pernah disampaikan. Namun, cahaya merah jambu sering terlihat untuk menghibur suaminya yang jauh.

         "Sudahlah Nak. Tidak usah ditangisi lagi. Kabarnya ada yang pernah melihat pasukan Maulana, pasti Andi masih hidup," Ratu Makassar membesarkan hati putri yang berwajah seperti rembulan ini. 

     "Aku akan menerima tawaran Ahmad Husein. Aku sudah menganggapnya seperti adik," Raja dan Ratu terkejut dengan ucapan putri Rembulan. 

     " Kalau begitu kau harus permisi dengan ayahanda dan ibunda yang ada di Indraloka."

     " Baik. Aku yakin aku bisa menemukan pangeran Andi di sana."

       "Semoga saja."

                 Mereka meredam rasa khawatir mereka, karena takut putri Rembulan tidak kuat dengan situasi ini, meskipun selama dua tahun ini dia selalu percaya Andi masih hidup, bahkan dia yang menguatkan keyakinan raja dan  ratu.  Beberapa bulan sejak kepergian pangeran Andi Maulana anak mereka. Raja dan Ratu Indraloka datang ke istana Makassar. Mereka cukup lama di Makassar. Mereka lah yang menguatkan hati putri Rembulan.   

            Putri Rembulan meninggalkan ruang pertemuan dan menemui putrinya di kamar. Putri Permata sedang bersama dayangnya. Putri lantas  memeluk anaknya dan membisikkan sesuatu. Putri Rembulan     :"Tenang putriku yang cantik, kita akan menemukan ayahmu. Dia pasti

sangat merindukan kita. Sekarang, ganti baju dan kita pergi tidur.

           "Baik Ibu." Rembulan pun menganti bajunya.  Dayang yang tadi menjaga putri Permata pun sudah permisi pulang. Rembulan memperbaiki baju anaknya.

         "Sebelum tidur jangan lupa berdoa ya. Nah, sekarang berdoa," kata putri Rembulan di atas peraduannya, yang sudah merindukan kehangatan sebuah keluarga yang sempurna.

           "Bismika Allahumma Aya Waamut." Rembulan membelai putrinya sampai tertidur pulas. Kemudian, Rembulan bangkit dan menulis surat untuk kedua orang tuanya, untuk para pangeran dan istri , serta putri Cempaka dan suami.

             "Ayahanda, ibunda, abangda dan adikku, serta para iparku, serta kakandaku yang cantik.  Aku akan menuruti Fatimah untuk mengunjungi negaranya di Gujarat. Kata Fatimah mereka juga bukan asli Gujarat, tetapi mereka bisa beradaptasi. Bahkan aku  akan tinggal di sana untuk beberapa lama, atau sampai aku menemukan kembali kekasih hatiku, belahan jiwaku. Aku berharap di antara kalian mau ikut mengunjungi keluargaku di sini bersama pangeran Naga Buana dan putri Delima. Aku akan berterima kasih sekali kepada kalian dan sudah tentu Raja dan Ratu Indraloka. Aku akan cepat beradaptasi dengan bangsa Arab. Aku doakan negeri kita semakin maju. Aku akan banyak belajar agama di sana. Aku juga akan belajar hal-hal yang perlu untuk membangun negeri kita."

BAB XIX

PENGALAMAN BARU PUTRI REMBULAN

            Beberapa bulan kemudian, para pangeran dan menantu berkumpul untuk membicarakan sesuatu dan sekaligus melepas kerinduan. Raja dan ratu senang sekali putra dan putrinya bersama cucu mengunjungi mereka. Mereka senang sekali. Namun, sebenarnya mereka bersedih melihat keadaan putri Rembulan. Namun, kesedihan mereka berkurang karena sesampainya di negeri tempat tinggal teman Arab mereka. Putri Rembulan bertambah semangat hidupnya. Dia banyak bercerita pengalaman barunya.

             Putri Rembulan belajar cara mengobati dan merawat orang sakit. Para pasien senang sekali rembulan merawat mereka. Namun, karena permata masih kecil dia harus merawatnya sendiri. Jadi, dia tidak bisa sepenuhnya merawat orang sakit. Suatu malam, putri Rembulan tersentak dari tidurnya dan merasa tidak nyaman. Besok harinya, putri Rembulan merawat orang sakit kembali. Putri pemata dititipkan kepada Fatimah.  "Rembulan, ada orang sakit. Orangnya tidak sabaran sekali. Dia marah marah. Aku rasa kamu pasti bisa mengatasinya," kata teman sesame perawat dalam bahasa Gujarat.  "Baik. Aku akan coba tangani," jawab Rembulan cepat dalam bahasa Gujarat yang sudah dipelajarinya.

          Orang yang marah tersebut tidak lain adalah nakhoda. Begitu melihat wajah nakhoda tersebut putri Rembulan merasa tidak senang. Namun, demi menjaga sikap putri langsung merawatnya. Nakhoda terkejut ada seorang wanita yang sangat cantik. "Siapa nama Anda," tanya nakhoda curiga dalam bahasa Gujarat. Nakhoda memang banyak mempelajari bahasa ketika di lautan dari teman-teman yang dijumpainya. "Namaku Rembulan," suara putri Rembulan seperti petir. Bumi terasa bergoncang. Nakhoda jatuh pingsan.  Putri terkejut dan mengendalikan kepanikkannya. 

         Beberapa menit kemudian nakhoda membuka matanya. Nakhoda lupa dengan pertanyaannya. Nakhoda masih teringat bagaimana dia meminta maaf dengan Siti Aisyah. Namun, wanita itu mengatakan bahwa dia  nakoda harus meminta maaf kepada Allah SWT.    Kata-kata Aisyah masih terngiang di telinganya, "Terima kasih, aku akan senang kalau kau segera melepaskan pendekar itu." Setelah itu mereka berpisah, maka nakhoda meninggalkan kapalnya dan memutuskan menemui Siti. Dalam perjalanannya di darat nakhoda pun terus berpikir. Nakhoda berjalan dan tidak melihat rintangan di depannya. Dia terjatuh dan jatuh pingsan. Begitulah makanya nakhoda sampai ada di rumah sakit. 

          "Putri, apa aku boleh bertanya?" tanya nakhoda ketika putri Rembulan baru masuk kembali ke ruangannya. Karena sibuknya Rembulan tidak sadar dipanggil putri. Ucapan itu muncul spontan dari mulut nakhoda. Nakhoda yang berkulit hitam dan berbadan kekar ini menggunakan bahasa yang dipelajarinya dari pendekar Maulana. Tampaknya dia tahu perawat, yang dipanggilnya putri berasal dari negeri yang dekat dengan negeri sahabatnya. "Tentu saja," jawab sang perawat yang memakai pakaian ala negeri Gujarat, dengan selendangnya yang khas, serta memakai semacam pelindung baju berwarna putih dan topi putih.

          "Di dalam diri kita ada hitam putih. Ada setan dan malaikat." Putri terkejut. "Itu perbedaan manusia dan malaikat?  Malaikat tercipta untuk mengabdi kepada Allah, sedangkan manusia harus mengabdi dengan menjadi khalifah di muka bumi ini.  Oleh karena itu, manusia diberi kebebasan untuk memilih baik dan buruk. Hitam atau putih. Sedangkan iblis selalu mengoda manusia. Dan jika memilih kejahatan, maka..."

           "Lanjutkan," desak nakhoda yang berkaca-kaca. "Maka... Tidak usah dilanjutkan, kecuali kalau kamu mau minum obat dan beristirahat yang cukup."  Nakhoda terdiam sejenak dan mengangguk. Setelah minum obat, nakhoda mengantuk dan berpikir kembali, mengapa dia bisa terluka. Nakhoda berkata-kata dalam hati. "Sepertinya wanita Gujarat yang satu ini memang sulit ditaklukkan. Dia pintar dan tahu banyak tentang agama, dan kelebihan lainnya dia cantik dan rendah hati. Apa dia mau kujadikan istri?" Nakhoda memang pernah beberapa kali bertemu  wanita, tetapi dia tidak merasakan apa-apa.

          Putri masih di dekat nakhoda. "Aku memiliki teman di.... Oh tidak siapa nama Anda," tanya nakhoda dengan tidak menduga bahwa perawat tersebut adalah istri sahabatnya sendiri, yang selama ini dipaksa untuk menemaninya. "Baiklah karena kau sudah patuh dengan minum obat, maka aku akan memberitahukan namaku, yang sudah sebutkan tadi. Namaku Rembulan. Aku sudah memiliki seorang putri, namanya Permata." Nakhoda memperhatikan  perawat seksama dan meyakinkan apa yang didengarnya barusan  adalah benar. Nakhoda baru teringat dia sempat pingsan sebentar karena perkara nama.  

             Rembulan melanjutkan. "Aku ingin menanyakan apakah kau pernah melihat seorang lelaki yang gagah, berkulit sawo matang dengan mata bulat, jika berbicara sangat berwibawa, namanya Maulana. Dia adalah suamiku, yang kucari selama ini." Nakhoda terkejut setengah mati. Dia berusaha meredam gejolak di hatinya sekuat mungkin. Dia belum bisa memberitahukan tentang suami perawat ini.
Dia butuh waktu.

             

                                                                        """"

Prajurit Pangeran 1      :"Entah mengapa nakhoda pun tiba-tiba memutuskan untuk pergi ke darat sendirian. Dia tidak memberikan tugasnya kepada salah satu prajuritnya."  

Prajurit Pangeran 2      :"Pangeran ini saatnya kita melarikan diri. Saya dengar Nakhoda terluka. Belakangan ini nakhoda sudah tidak karu-karuan. Entah apa penyebabnya."

Prajurit Nakhoda         :"Dia sedang mengejar-ngejar seorang wanita sepertinya."

Prajurit pangeran 2      :"Saya dengar sebelum meninggalkan kapal. Dia sering menangis."

Prajurit Nakhoda         :"Benar. Dia sudah menyesali perbuatannya. Dia menitipkan surat dan penawar." Seraya berharap akan memberikannya kepada pangeran. Pangeran memperhatikan bahwa yang dibawa prajurit adalah kotak kayu. Lantas pangeran membuka dengan kunci yang diberikan nakhoda. Kotak pun terbuka di dalamya, ada botol kecil. Di dalam kotak itu, ada kertas berisikan cara meminumnya.  Pangeran pun membacanya dan menyiapkan beberapa cangkir untuk tempat penawar tersebut. "Bismillahirrohmanirrohim," ucap mereka sebelum meminum penawar yang sudah dibagi-bagikan dalam masing-masing cangkir.

 

Pangeran Maulana       :"Akhirnya aku bebas, ya Allah." Pangeran dan prajuritnya langsung sujud syukur di atas kapal. "Kalau boleh tahu siapa wanita yang dimaksud."

Prajurit nakhoda          :"Wanita itu cerdas sekali. Dia bisa tahu bahwa nakhoda telah memberi ramuan tertentu, sehingga membuat pendekar tidak bisa melarikan diri. Dia bilang nakhoda akan masuk api neraka."

Prajurit pangeran 3      :"Itu sebabnya nakhoda seperti orang linglung."

Prajurit nakhoda 2       :"Mungkin nakhoda ingin berjumpa calon mertuanya. Hahha. Aku senang dia menemukan orang yang tepat."

Pangeran Maulana       :"Maksud kamu wanita yang menjadi tamu kita kala itu. Wanita Gujarat. Sepertinya dia memang jatuh hati dengan nakhoda."

Prajurit pangeran 1      :"Kami turut senang. Pangeran mengajarkan kami untuk tidak mendendam."

Prajurit nakhoda 1       :"Selamat kawan. Saya akan sedih tidak bisa bertemu lagi dengan orang-orang hebat seperti kalian, terutama pangeran."

Pangeran Maulana       :"Aku juga senang sekali. Aku sempat membicarakan mengenai sosok wanita kepada nakhoda." Mereka semua berbaris memandang lautan. Mereka saling berpelukkan dan menangis. "Hmmh boleh aku tahu apa yang ingin kau sampaikan," melihat gelagat orang yang di depannya.

Prajurit nakhoda 2       :"Ya..sobat Anda nakhoda sekarang sudah berada di rumah sakit. Hmmm...Anda masih peduli dengannya? Aku telah mendapat kabar dari seekor merpati."

Pangeran                     :"Tidak. Aku tidak akan menjenguknya di rumah sakit."

Prajurit nakhoda 1       :"Tidak apa-apa pangeran. Kalau mau menjenguk. Penawarnya sudah ada pada Anda." 

Semua prajurit pangeran         :"Tidak. Kami akan segera kembali ke negeri kami."

Pendekar Maulana berkata kepada pasukan nakhoda: "Saya akan segera meninggalkan kapal ini. Ini surat untuk nakhoda isinya saya memaafkan perbuatannya dan mengambil kembali kapal saya."  Pendekar percaya bahwa itu adalah penawarnya. Pendekar ingat ketika nakhoda berkata bahwa penawarnya ada di sebuah botol kecil, yang ada ukiran gambar ularnya. Selain itu, karena kunci tersebut cocok dengan kotak kayu yang antik itu.

                                                                        """"    

                                                           

Pendekar         :"Sungguh indah negeri Arab ini. Sayang sekali aku tidak bisa mengunjungi saudara Arabku. Aku pun tidak tahu pasti di mana asal mereka. Liihat. Permadaninya indah sekali. Kalian juga harus membawa oleh - oleh untuk keluarga kalian.  Yang lebih tepat adalah  negeri Gujarat. Negeri Gujarat  memang terkenal dengan dagangannya. Sering orang-orang dari Gujarat berdagang sampai ke pulau emas. Pulau emas memiliki banyak negeri, salah satunya negeri asal istriku, putri Rembulan yang bercahaya.

Prajurit                        :"Aku akan membeli Al Quran, pendekar. Bagus-bagus sekali."

Pendekar         :" Kalau begitu pasti semuanya mau."

Semua prajurit :" Iya iya," pasukan serentak.

Setelah letih mencari cenderamata. Mereka diajak pendekar masuk ke dalam warung.

Pendekar         :"Mari kita makan dulu. Masakan Arab bercita rasa sangat tinggi."

Prajurit            :"Benar pendekar.". Pasukan dan pangeran sudah duduk dan siap mengisi perut mereka. Pelayan pun datang menghantarkan makanan. Pelayannya ramah sekali. Mereka selalu tersenyum.  

Prajurit            5         :"Hmmh lezat sekali."

Pendekar         :"Selezat-lezatnya makanan ini, masih lebih lezat makanan yang dibuat istriku.  Pasti kalian juga seperti itu," pendekar menerawang.

Prajurit 4         :"Selega-leganya kita menghirup udara segar. Pasti lebih segar lagi kalau kita menghirup udara di negeri sendiri,  dan berjumpa sanak saudara."

Prajurit 2         :"Hujan uang di negeri orang, masih lebih baik hujan batu di negeri sendiri."

Pendekar         :" Negeri sejahtera dambaan kita. Negeri damai dan Berjaya. Tidak ada hujan batu  lagi. Hujan uang pun datang." Pasukan bertepuk tangan dan tertawa.

Prajurit 1         :"Mendengar ucapan pendekar aku merasa melihat pangeran Naga Buana sedang menunjukkan keahliannya."

Prajurit 7         :"Oh ya tulisan pendekar tidak lupa dibawakan?"

Pendekar         :"Terima kasih sudah mengingatkan."

Pengunjung     :" Seorang kekar dan berwibawa. Kabarnya sudah sembuh dari lukanya."   Orang yang di meja samping berbicara cukup kuat. Lalu  pria itu melanjutkan. "Aku akan menjengguknya dan menawarkan diri menjadi pasukannya., tetapi sayang dia sudah bertobat."

Prajurit 6         :"Pendekar sepertinya kita harus segera bergegas." Maka bergegaslah pangeran dan pasukannya dengan membawa cenderamata. Pendekar tidak merasakan keberadaan istri dan anaknya yang sudah dekat dengannya. 

                                                                           

BAB XX

PERTEMUAN REMBULAN DAN MAULANA

              Hari demi hari terasa berat. Begitu menginjakkan kaki di negerinya pangeran Maulana sujud syukur. Kabar kedatangannya tersebar. Pendekar pun semakin semangat untuk cepat sampai di rumah. Bergegaslah mereka semua. Sesampainya di istana. Sudah tentu terjadi hal yang mengharu biru. "Mana Permata? Apa dia sehat?" Maulana langsung bertanya tidak sabaran.

            "Duduklah dulu anakku. Kami juga sangat merindukanmu," jawab Raja dan Ratu seraya mencium kening putranya.  "Kau lebih hitam dan kurusan."

            "Tentu saja ibu. Setiap malam aku memimpikan bersama Rembulan. Permata dan Rembulan sehat kan?" Akhirnya ratu harus berbicara yang sebenarnya. Di luar masyarakat mengelu-elukan pangeran, sama seperti ketika baru dari Sunda Kelapa. "Istrimu pergi mencarimu sampai ke negerinya Fatimah. Namun, dia lebih kuat, karena dia yakin dia akan menemukanmu di sana? Mereka berdua  sehat."

       "Apa?"  Mengapa aku tidak menemukannya di sana. Aku memang langsung bergegas pulang. Dia juga tidak memberikan signal dengan cahaya yang dia miliki. Sayang sekali. Dia tidak bersama Husein kan?"  Raja menjawab cepat,  "Tiidak. Rembulan tidak akan ke sana, kalau bukan karena yakin akan menemukanmu di sana. Rembulan sibuk bekerja sebagai perawat orang sakit. Yang dia pikirkan cuma kau , Permata, dan pekerjaannya menolong orang sakit."

       "Kau curiga? Kalau begitu kau bagaimana? Di lautan?" Ratu membela menantunya.

           "Aku tidak sedikitpun dekat dengan wanita," jawab pangeran terkejut dengan pertanyaan ibunya itu. "Kalau begitu percayalah anakku, bahwa putri akan sama setianya denganmu," nasehat ratu kepada pangeran. "Ibu Ratu, aku yakin dengan cinta kami berdua."   

                                                                        """"

                   Dalam beberapa hari ini nakhoda banyak belajar agama. Nakhoda juga sudah siap membuka rahasia yang dia simpan pada siti aisyah. Siti Aisyah pun dijumpainya di kediamannya.

                 "Siti calon istriku." Siti tersenyum ketika calon suaminya nakhoda  mulai merayu.

                 "Aku lihat dari wajahmu. Ada hal penting yang akan kau beritahukan kepadaku.

                "Benar sekali. Ini mengenai putri Rembulan yang baik hati."

               "Tentang dia?" Ada apa dengannya. Siti merasa tidak senang dan cemburu. Lalu dia menahan diri dan membuang jauh-jauh pikiran jeleknya. Pasti ini mengenai hal yang tidak buruk untuknya. Nakhoda di awal cerita memanggilnya dengan sebutan calon istri. Berarti pria di hadapannya memiliki komitmen dengannya.

              "Apa kau mau membantuku untuk meminta maaf kepada putri Rembulan."

              "Meminta maaf? Coba katakan cepat. Karena apa meminta maaf?"

             " Pendekar Maulana itu adalah suami putri Rembulan." 

              "Apa? Kenapa aku tidak berpikir ya?"

             "Iya...biasanya otakmu selalu encer." Keduanya tersenyum. "Aku yang menyebabkan dia harus berpisah dengan suaminya selama beberapa tahun. Itu karena kemampuan putra dari negeri Makasaar itu sangat hebat dan aku sedang membutuhkan teman, karena aku kesepian selama hidupu. Tidak memiliki ayah dan ibu.

           "Pasti pendekar sudah sampai di negerinya. Aku sudah ingin sekali memberitahukan bahwa suaminya masih hidup."

            Kita harus cepat, karena Husein sepertinya menyukai putri Rembulan. Aku yakin jodoh putri Rembulan dan pangeran Maulana masih panjang. Namun, kita harus memberitahukannya terlebih dahulu agar tidak ada kebohongan atau kebenaran yang ditutup-tutupi lagi."

            "Hari ini juga kita harus ke kediaman tuan Husein. Aku tahu sekarang bagaimana menyelamatkan putri Rembulan, yang sedang sakit.  Ayo cepat.  Bapak dan ibuku ikut, karena tidak boleh yang bukan muhrim berjalan berduaan. "

                                                                        """

             Di kediaman tempat putri  tinggal sudah ramai orang dan semuanya menangis.

       "Putri-putri bangun."

        "Aku akan menyembuhkannya dengan izin Allah"

       "Putri sudah sakit selama beberapa hari ini. Mungkin dia sedih sekali. Belum juga bertemu pendekar.  Badannya panas sekali. Lalu..." semuanya menangis.

       "Biar aku bisikkan sesuatu. Rembulan sayang, kekasih hatimu masih hidup. Dia sudah sampai di rumah kalian tercinta. Berulang-ulang disebutkan, tetapi tidak ada perkembangan." Nakhoda menangis sejadi-jadinya. Dia merasa bersalah. Siti bertanya, "Mana Permata?"

        "Dia sedang tidur. Dia baru bisa ditenangkan. Kami bilang ibunya hanya tidur biasa." Lantas Siti memberanikan diri untuk membangunkan permata. Siti menghampiri Permata yang sedang dipangku dalam keadaan tidur oleh seorang perempuan paruh baya. Siti membangunkan Permata. 

       "Permata sayang. Coba bisikkan kepada ibunda bahwa ayahanda masih hidup. Bisa?" Permata mengangguk. Siti mengendong Permata dan membiarkan putri kecil ini membisikkan sesuatu kepada sang ibu.

     "Ayahanda masih hidup. Ayahanda masih hidup, ibu. Ayahanda masih hidup."

     "Per...maaaa...taaa."

     "Alhamdulillah." Semuanya menyeka air mata.

Husein tampak kurang senang dan gelisah.  Husein tahu apa yang dibayangkannya selama ini, mengenai  pernikahannya dengan wanita yang didambanya tidak bisa terlaksana. Husein sudah membayangkan keluarga kecilnya dan dia akan menjadi ayah putri Permata. Namun,  Husein orang yang sportif. Dia tidak pernah mendoakan sesuatu yang buruk terhadap temannya, pangeran Maulana.

                                                                        """"

            Desas-desus bahwa putri Rembulan sudah meninggal tersebar. Yang lebih parahnya. Desas-desus itu menyatakan bahwa putri dipaksa nikah, dan akhirnya jatuh sakit dan meninggal dunia.  Yang lebih menyedihkan lagi, pendekar Maulana jatuh pingsan. Sejak itu pendekar tidak bangun-bangun lagi. Padahal sebenarnya putri Rembulan sudah sembuh dan sebentar lagi sampai di istana.

Begitu Nakhoda meminta maaf kepada Rembulan dan menceritakan yang sebenarnya terjadi. Rembulan tidak mau berlama-lama lagi. Dia segera bergegas agar segera berjumpa dengan pujaan hatinya. Putri Rembulan sambil menghapus air mata dan memaafkan nakhoda. "Nakhoda Jabbar, aku memaafkanmu dan bertobatlah. Aku tahu situasimu yang memaksamu melakukan ini semua. Aku panggil kau Jabbar agar mulai hari ini, kau selalu melindungi orang yang benar dengan kekuatanmu. Kau juga sudah serius mempelajari agama Islam."

            "Benar putri Rembulan. Aku sudah mengajaknya mengikuti jalan kita. Nakhoda bilang dia merasa tenang dengan menjalankan agama yang kita anut selama ini. Dia sudah banyak belajar mengenai sunah nabi, junjungan kita Muhammad SAW. Oh ya terima kasih, karena kau sudah memberikan nama bagi calon suamiku," kata Siti lugas,  perempuan cantik dari Gujarat yang berhasil menaklukkan nakhoda.  

            Maka Nakhoda yang tidak bernama dan berasal dari benua hitam ini mendapatkan namanya.  "Terima kasih putri Rembulan. Sekarang aku tahu cahaya merah jambu itu berasal dari mana.  Padahal, ketika di Mongolia sahabatku Maulana sudah memberikan petunjuk."

Ketika tak sadar dirikan tadi, putri Rembulan kembali mengeluarkan cahaya merah jambu. Mereka yang melihat  cuma bisa bilang Subhanallah, karena melihat ciptaan Allah yang indah."

  

                                                                        """"

            Dalam perjalanan pulang.  Putri berjumpa dengan seorang buta yang membawa tongkat dan memelihara seekor kera.  Dia membawanya di pundaknya.  Namun, pasti dia adalah seorang pendekar. Pendekar tersebut berkata supaya tidak mendengarkan desas-desus yang belum tentu benar. Pendekar itu mengarahkan agar segera sampai dan tidak menunda lagi. Putri pun terbangun, karena permata merengek minta minum.  Putri Rembulan pun memberikan minuman kepada buah cintanya.  Ternyata cerita mengenai pendekar hanyalah sebuah mimpi.

            Mimpi adalah bunga tidur. Rembulan pernah mendengar cerita  pendekar dari tanah Jawa, yang selalu membawa kera. Mungkin karena sebelum tidur, putri Rembulan melihat banyak kera makan kacang di tanah, dan sebagian lagi meloncat-loncat di pohon. Perjalanan pulang tidak terasa karena diselimuti perasaan penuh harap dan semangat ingin berjumpa kekasih tercinta. Jalan-jalan terasa lempang. Namun demikian, putri tetap berdoa agar bisa selamat sampai di tempat.   Sesampainya di istana Makassar, orang-orang senang dan mengharap keajaiban pada diri pangeran sekaligus pendekar. 

"Kakanda Rembulan datang.  Rembulan minta maaf karena tidak menunggumu di sini. Aku tidak pernah dipaksa nikah. Aku mencarimu di sana."

"Mengapa kita tidak berjumpa di sana."

"Haaah..."orang-orang binggung dan melompong. 

"Kau sudah siuman sayang," tanya Rembulan lirih. 

"Akhirnya Allah mempersatukan kita kembali." Lautan tersenyum. Termasuk nakhoda.  Permata tertawa terbahak-bahak. Mereka berpelukkan di atas dipan. Raja dan ratu Makassar berpelukkan dan menyeka air mata. Dayang-dayang pun tersenyum. "Oh ya ada cenderamata untukmu. Aku bawakan Al Quran dari Gujarat. Indah sekali. Kau harus membacanya sampai khatam, sama ketika sebelum bersanding di pelaminan."

 

""""

            Begitulah kisah putri Rembulan. Kecantikkannya yang tiada tara dengan cahaya merah jambu menganalogikan mengenai kehebatan yang Maha Kuasa. Meskipun dalam kehidupan nyata yang demikian belum kita jumpain.  Bidadari itu adalah ciptaan Allah SWT yang  ada di surga-Nya. Semoga cerita putri Rembulan membuat kita semakin dewasa memahami hidup dan cinta, serta semakin dekat dengan Allah SWT. Bukan sebaliknya. Ambillah hal yang positif dari cerita ini.  

SEKIAN

                                                                         

                       

           

 

             

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun