Belum sempat aku menjawab, dia langsung menjedukkan samping kepalaku ke tembok, berkali-kali.
Aku hanya bisa diam, karena tidak tahu harus bagaimana melawan tenaganya yang begitu kuat. Aku hanya bisa mencium darah, sepertinya darahku mulai mengalir dari kepala.
Tiba-tiba Abbas terdiam.Â
Aku berlutut menyender pada tembok, begitu lemas, padahal aku ingin sekali segera bergerak menghindar dari Abbas, mumpung dia sedang terdiam.Â
Baru aku mau mengumpulkan seluruh tenagaku, ku dengar tangisan.
"Mamaaa...!", itu pasti suara Fara, anak pertamaku yang baru berusia satu tahun, ya Tuhan, sejak kapan dia melihatku. Dia tidak boleh melihatku seperti ini.
Aku berusaha mengumpulkan tenaga, dan bersikap tidak ada apa-apa. Aku tidak mau anakku melihat semua ini.
"Maya...", Abbas memanggilku, sambil memegang bahuku. "Kamu kenapa?"
Belum selesai pusingku karena jedukkannya, sekarang aku dibuat bingung dengan pertanyaannya.
"Kamu kenapa, sayang?", suaranya begitu prihatin. Abbas langsung mengelap keningku.Â
Aku yakin keningku sudah bersimbah darah.