Orang yang aku kira menjadi sosok papa yang baik, pada saat itu sedang menindih tubuh adikku yang pertama.
"Mamaaaa!!!" teriakku kencang-kencang.
"Diam.. atau nanti kubunuh kalian semua!" ancam pria bertubuh gempal tersebut, tubuh yang kukira berkarakter kebapakan.
Ia mulai berusaha bangun dengan sempoyongan, sepertinya ingin menangkapku. Ketika ia berdiri dengan tegak, aku segera berseru pada kedua adikku.
"Lari, Mulan! Mia!", sambil mengambil benda keras apapun yang berada disampingku. "Mamaaa!!", aku teriak lagi, mencoba memanggil ibuku, supaya segera menolongku dan lelaki itu mendekatiku dengan matanya yang merah.
Benar, bola mata merah Abbas mirip sekali dengan ayah tiriku.
Tindakan abusivenya sangat mirip dengan ayah kandungku.
Aku masih beruntung memiliki ibu yang masih memilih anak-anaknya ketimbang pasangannya. Hanya saja aku sangat menentang keinginannya untuk kembali berpasangan, setahun setelah perceraian dengan pria cabul itu.
Aku memilih merantau akhirnya, tepat setelah lulus SMA.Â
Diperantauan itulah, aku melamar kerja, dan di tempat pekerjaan pertama, aku bertemu dengan Bu Bram. Akhirnya aku ditarik bekerja dengannya.
Satu tahun bekerja dengan beliau, aku ditawari untuk melanjutkan pendidikan kuliah, gajiku pun lumayan bagus, sehingga aku bisa menabung dan memboyong kedua adikku.