Ya, Tuhan, aku takut sekali terjadi apa-apa pada kedua anakku.
Aku hampir mencelakakan Fara, dengan tetap mempertahankan rumah tangga karena berpikir Abbas adalah papa yang baik.
Maafkan mama, Fara.
"Mba Maya, anak-anak biarkan duduk dulu, ya, izinkan saya mengobati luka Mba Maya".Â
"Saya gak apa-apa, Bu. Sungguh. Maaf, ya, Bu, jadi mengganggu", aku benar-benar masih berusaha menenangkan diri.
"Ini teh manis hangatnya, Mba Maya, diminum dulu supaya tenang." Bu RT menyodorkan gelas yang dibawa oleh asisten rumah tangganya.
"Terima kasih banyak, Bu, maaf ya, Bu mengganggu..", aku benar-benar merasa tidak enak menganggu aktivitas orang lain apalagi karena urusan rumah tanggaku.
Jahanam, Abbas!
"Engga, kok, Mba, tenang saja. Mba sudah melakukan hal yang benar. Anak-anak biar duduk dulu ya, Mba, biar Mba nya tenang juga", Bu RT melanjutkan ketika melihat gendonganku pada anak-anak semakin erat, "Sekalian saya bersihkan ya, luka-lukanya, darahnya banyak sekali, Mba. Anak-anak pasti takut melihatnya."
Aku benar-benar lupa sebelum Abbas melempar Fara, ia terlebih dahulu menerkamku.Â
Aku biarkan Bu RT mengobati lukaku, dan asisten rumah tangga segera membawa anak-anakku ke belakang.Â