Sikap Bu Bram memang seperti wanita karier lainnya, profesional, tegas, dan paham ada yang dia mau. Salutnya, diluar dari kariernya, kehidupan pernikahannya juga baik, walaupun ini pernikahan keduanya.
"Maya, saya senang kamu menikah, dan saya paham untuk keputusanmu menjadi ibu rumah tangga. Nanti kalau kamu dan Abbas benar-benar sudah cukup mapan secara mandiri, kamu silakan resign, tapi saat ini saya khawatir Abbas belum bisa mencukupi kebutuhan keluarga, nanti ujungnya dia minta mamanya. Namanya rumah tangga, May, ga semua mertua bisa anggap menantunya itu anak sendiri, ipar juga belum tentu anggap seperti saudara sendiri, apalagi kalau sampai mama mertua keluar uang dalam rumah tanggamu.", jelas Bu Bram dengan nada melembut.
Aku memahami kekhawatiran Bu Bram.Â
Bu Bram ada benarnya juga, karena gaji Abbas bisa dibilang UMR saja, dan dia cukup tergila-gila dengan games.Â
Jauh di lubuk hati, aku khawatir juga karena hampir seluruh pengeluaran Abbas lebih besar untuk games, dia belum paham istilah "menabung" dalam hidupnya, karena selama ini selalu di provide oleh keluarganya yang memiliki background pengusaha sukses.
***
Senin, 12 Desember 2022 Pukul 14.40
"Kamu bisa cuti tiga bulan, tapi kamu tidak bisa resign", kata Bu Bram yang masih menolak pengajuan resign-ku saat aku mengajukan resign karena sudah akan melahirkan anak kedua.Â
Entah apa lagi alasan Bu Bram, tapi kalau alasannya finansial, kini Abbas sudah mandiri secara finansial.Â
Ia bekerja di kantor yang bergengsi, dan memiliki gaji yang lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
"Tapi Bu, sekarang Abbas sudah mandiri secara finansial", bujukku. Aku benar-benar sudah bingung harus bilang apa supaya Bu Bram mengizinkanku resign.