Bu Bram juga lah yang akhirnya membiayai pendidikan adik-adikku hingga tamat SMA, kemudian beliau menghormati keinginan kedua adikku untuk tinggal di negara lain, sembari membantu Bu Bram membuka koneksi dengan perusahaan luar negeri, sebagai tanda balas jasa yang tidak bisa kami balas dengan apapun.
Biarlah ibu bersenang-senang dengan pasangannya, aku tidak mau lagi aku dan adik-adikku menjadi samsak pasangan ibuku.Â
***
Usai kelas, Kak Carissa memintaku untuk menunggu sebentar, ia ingin berdiskusi sebentar dengan Kak Puspa, yang menjadi pembicara kelas itu.
Rika sudah pulang, karena ia harus mengirimkan pesanan usaha online-nya. Benar-benar wanita yang produktif, aku salut sekali padanya.
"Maya, kenalin ini Kak Puspa", Kak Carissa memperkenalkanku dengan pembicara yang berwajah teduh ini. Tatapan matanya yang menenangkan membuatku merasa dunia akan baik-baik saja, hanya perlu sabar saja.
"Maya, kita ngobrol yuk sama Kak Puspa", Kak Carissa melanjutkan. Rasanya aku sudah lelah, tidak mampu lagi banyak ngobrol basa-basi.Â
"Ia bisa bantu permasalahanmu dengan lebih clear", lanjutan kalimat Kak Clarissa memberiku tenaga lagi, ya siapa tahu aku bisa melihat masalahku dengan lebih jelas, cerai atau tidak.
"Kita lanjut ke kantor saya saja, bagaimana, Kak, supaya lebih private?" tanya Kak Clarissa pada Kak Puspa supaya aku bisa berbicara dengan lebih nyaman.
"Boleh, silakan. Pas sekali hari ini jadwal saya sedang kosong", kata Kak Puspa dengan senyuman yang menenangkan, entah mengapa aku lebih yakin ia telah membatalkan jadwal lainnya.
Apa aku merepotkan orang lain lagi? Mengapa aku selalu merepotkan orang lain dengan masalahku.