Mahar kawin adalah materi berupa uang atau benda yang diserahkan oleh calon pengantin pria kepada pengantin wanita, maka didalam setiap Agama di Indonesia mengakui, menjalankan mahar kawin sebagai kewajiban setiap pria kepada calon istrinya.
5. Adat Peohala (adat denda)
Adat ini dalam istilah bahasa Tolaki dilakukan dengan sebab-sebab tertentu dari perlakuan yang menyalahi hukum syariat Agama dan norma hukum Negara serta norma didalam masyarakat, pengertian kata peohala adalah kewajiban denda yang harus dan wajib dilakukan bagi seseorang melakukan perilaku asusila,Â
perilaku perselingkuhan antara pria beristri dengan wanita bersuami atau sebaliknya sepasang pria dan wanita belum menikah, pengertian ini memberi efek jera bagi siapa saja yang berperilaku melanggar aturan Agama dan norma hukum adat yang berlaku.
Bagaimana adat peohala (denda/diat) ini dilaksanakan ada beberapa indikator yaitu:
1. Korban perlakuan melaporkan peristiwa yang telah terjadi, contoh seorang istri melapor kepada ketua adat atau suami korban melakukan tuntutan kepada pelaku dengan syarat berat contoh kasus seorang istri berselingkuh dengan pria yang telah menikah,Â
kasus ini apabila ditangani pihak berwajib maka bentuk sangsi hukumnya akan berbeda dengan adat peohala (denda), khusus denda pada kasus ini, pelaku asusila jika telah menikah di dalam kampung adat Tolaki wajib menyediakan 1 pis kain kaci dan 1 ekor sapi betina atau jantan dan uang denda yang ditentukan oleh ketua adat.
Disebutkan ada penyembelihan 1 ekor sapi tersebut disembelih dan dagingnya dibagikan kepada warga masyarakat sekitar, makna penyembelihan hewan ini telah tervalidasi untuk dilakukan setiap orang, dengan makna bahwa segala perbuatan yang telah terjadi menjadi bersih dimata Tuhan dan warga masyarakat terbebas dari bala bencana atas perlakuan manusia yang melanggar syariat Agama.Â
Maka jika tidak dipenuhi adat denda ini menurut beberapa pendapat ketua adat dan tokoh Agama suatu kampung aka terjadi musibah dibelakang hari. Adat denda akibat pelanggaran asusila ini telah lama berlaku dikalangan suku Tolaki.
Adat ini pada setiap daerah di Sulawesi Tenggara mempunyai terapan yang hampir tidak perbedaan, jika ada perbedaan dari unsur materialnya. Sangsi hukum ini dalam fiqih Islam seharusnya hukum diat rajam dikenai kedua belah pihak, maka pelemahan materi adat peohala terdapat pada sisi korban menerima denda dan tidak dinikahi pelaku,Â
pada sisi lain yakni pelaku terbebas dari tumtutan hukum sebab telah dilakukan hukum adat peohala tersebut.