(6-7 Maret 1942, Ciater)
Dan begitulah keseharianku dalam dua tahun terakhir ini. Hingga usiaku saat ini menginjak dua puluh tahun. Semuanya berakhir hingga para tentara Jepang menginvasi tahun 1942. Saat itulah aku mengalami peperangan berdarah yang sesungguhnya. Kami para prajurit diperintahkan untuk mundur hingga ke Bandung.Â
Dan di tempat itulah aku bertemu dengan sesosok Yani untuk yang kedua kalinya. Mungkin suasana kali ini tidaklah cocok menjadi tempat reuni antara dua sahabat lama.
"Sudah lama ya kita tidak bertemu," ucapnya dengan senyum pahit.Â
"Iya, aku tidak pernah menyangka jika kau akan masuk ke dunia militer," balasku.Â
"Hm... aku pun begitu. Kukira kau tidak akan menjadi seorang tentara, aku berharap kau mendapat pekerjaan yang jauh lebih baik dari ini," katanya.Â
"Mau bagaimana lagi? Perjalananku sudah sampai disini. Aku tak mungkin bisa kembali ditengah jalan," jawabku.
Ia menghela nafas berat.Â
"Sejujurnya aku tak masalah jika kau menjadi seorang tentara. Namun kau tahu sendiri banyak dari kawan kita yang akan gugur di tempat ini," jelasnya dan aku hanya bisa terdiam.Â
"Jangan sampai mati, kawan! Aku percaya padamu!" ucapnya seraya menepuk-nepuk bahuku.
Pertempuran akhirnya dimulai, aku ditempatkan di Divisi V bersama Haris, dan disinilah perjuanganku sebagai tentara bermula.