"Bagus, sekarang ayo ikut saya!" seru-nya sembari berjalan ke suatu tempat.Â
Aku segera mengikutinya dari belakang. Ia mengantarku ke sebuah lorong yang cukup gelap. Langkah kakinya begitu cepat, rasanya aku tak mampu lagi untuk mengejarnya.
"Bapak! Maaf, bisakah bapak berjalan dengan sedikit perlahan?" tanyaku sembari sedikit berlari untuk mengejarnya.
"Oh iya, maaf," jawabnya lagi dan ia mulai memperlambat langkah kakinya.
"Ngomong-ngomong, bisakah kau membawa kunci ini untuk sementara waktu?" tanyanya seraya memberikanku sebuah kunci kuno berkarat.Â
Aku hanya bisa menerimanya dan menggenggamnya seperti yang ia perintahkan. Ia benar-benar sigap selayaknya seorang tentara.Â
'Apakah pelatihan penjaga museum sama seperti pelatihan militer?' Aku bertanya-tanya.Â
Beberapa lama kemudian, sebuah anomali muncul dari lorong gelap tak berujung ini. Rasanya aku seperti menghirup bau aneh yang sangat menyengat.
"Maaf ya jika disini sedikit bau, karena kami petugas museum diharuskan membakar beberapa kemenyan," ucapnya seraya berjalan.Â
Aku hanya bisa mengiyakan apa yang ia katakan. Hingga akhirnya kami berhenti di sebuah ruangan aneh yang belum pernah kulihat sebelumnya.Â
Di salah satu sudut ruangan itu, terpampang dengan jelasnya sebuah lukisan besar seorang jenderal yang angkuh dan gagah. Namun anehnya terdapat pula beberapa sesajen di depannya.Â