Setelah berbulan bulan di Renseitai, aku dan Yani mendaftarkan diri untuk ditempa lagi sebagai calon perwira berpangkat shodancho di Bogor pada Oktober 1943 bersama sekira 100 jebolan Renseitai Magelang, termasuk Sarwo Edhie.Â
Di Bogor, kami berkenalan dengan banyak pemuda seperti Zulkifli Lubis yang datang dari Renseitai Cimahi. Selama pendidikan shodancho berjalan, regu kami dinilai oleh pelatih Jepang cenderung lebih maju daripada yang lain. Sebagai bekas Renseitai dan regu yang dinilai cukup baik, regu kami tak lagi ikut merangkak dalam latihan fisik tetapi lebih sering menjadi pembantu pelatih.Â
Biasanya memerankan kelompok musuh dan saat menunggu latihan serangan dimulai, kami memilih menghabiskan waktu menunggu itu dengan menyeduh kopi. Saat regu lain mulai menyerbu, barulah regu kami bersiap dan sudah menghabiskan kopi masing-masing.
Di masa inilah Yani selalu kelayapan ke luar markas tanpa seizin Jepang. Itu dilakukannya dengan melompati pagar. Sebagai imbalan tutup mulut untuk ku dan teman-temannya yang lain, ia selalu membawakan buah tangan berupa singkong atau pisang goreng.Â
Yani benar-benar orang yang sangat nekat bahkan di hari sebelum pelantikan kelulusan, Yani membuat onar lagi hingga berujung pada hukuman berjaga semalam suntuk bagi seluruh peleton. Namun untungnya di keesokan harinya, kami tetap dilantik di Lapangan Gambir dan resmi menyandang pangkat shodancho.Â
Saat itu Yani ditempatkan ke Daidan Perimbun sementara aku ditempatkan ke Blitar. Oleh karenanya sebelum berpisah kami memutuskan untuk berkumpul bersama dengan teman-teman lainnya sembari mengobrol santai.Â
"Wah jika sudah begini kau bisa dekat lagi dengan Yayuk," ucapku.Â
"Hehehe iya, saya rasa juga begitu. Tapi untuk kali ini akan ada yang berbeda, saya akan melamarnya," balasnya.Â
"Tunggu sebentar, bukankah shodancho seperti kita dalam kurun waktu tertentu belum diperbolehkan menikah?" tanya temannya yang lain karena keheranan.Â
"Ah, itu kan hanya peraturan konyol. Saya tetap akan menikahi Yayuk," ucapnya.Â
Dasar dia ini memang keras kepala seperti biasanya.