Tiba-tiba saja petugas museum itu mengeluarkan sebuah keris dari sabuk celananya. Sejak kapan seorang penjaga museum memiliki senjata tajam seperti itu. Astaga...
"Sekarang saya akan melakukan ritual tertentu. Tolong jangan berpindah tempat!" pintanya.Â
Saat itu juga ia melukai lengan kirinya sendiri dengan benda tajam itu. Seketika darah segar mengalir dari lengannya. Aku terdiam karena saking ngerinya.Â
Aku pikir orang ini sudah gila. Ritual aneh macam apa yang dimaksudkannya ini. Dengan keris yang berlumuran darahnya itu ia mulai menggambar lingkaran dengan pentagram diatas lukisan pahlawan itu. Setelahnya ia mengeluarkan tiga buah lilin dari saku celananya dan meletakkannya tepat di depan lukisan itu sembari menyalakannya satu persatu.Â
Dan.. hal aneh pun terjadi.Â
Lingkaran pentagram yang digambar dengan darah itu berubah menjadi api yang berkobar dan mulai membakar lukisan itu secara keseluruhan.
"Astaga! Apa yang terjadi?" umpatku terkejut bukan main.
"Dengan ini aku.. akan mengantarkan mu ke suatu tempat. Di sanalah kau akan memperbaiki lini waktu!" serunya padaku.Â
Aku kebingungan bukan main dan tiba-tiba saja, jantungku rasanya seperti berhenti berdetak. Rasa sesak ini benar benar menyiksaku. Kepalaku jadi terasa amat berat. Mataku pun jadi ikut berkunang kunang. Hingga akhirnya aku pun tersungkur dan tak sadarkan diri.
(1939, Batavia)
"Waduh.. kowe ora opo opo?"Â