Tapi jauh di lubuk hatinya, Hendra tahu bahwa Yono semakin sulit dijatuhkan. Setiap serangan balik yang ia lakukan tidak lagi seefektif dulu.
Malam itu, Yono memberikan pidato nasional. Ini adalah salah satu momen terpenting dalam masa kepemimpinannya. Dengan nada suara yang tenang namun penuh keyakinan, ia memaparkan fakta-fakta terkait jaringan korupsi yang selama ini berusaha mengganggu stabilitas negara.
"Rakyat Indonesia," ucapnya dengan serius, "Saya tahu bahwa beberapa dari Anda mungkin merasa bahwa tindakan saya selama ini terlalu keras atau terlalu lamban. Tapi, saya ingin Anda tahu bahwa setiap langkah yang saya ambil adalah untuk melindungi demokrasi kita dan masa depan bangsa ini."
Yono memaparkan bukti tentang keterlibatan Hendra dalam skandal korupsi besar yang merugikan negara. Dokumen-dokumen yang sebelumnya disembunyikan kini diperlihatkan secara transparan di depan publik.
"Ini bukan hanya tentang saya sebagai presiden," lanjut Yono, "Ini tentang masa depan kita bersama. Kita tidak bisa membiarkan korupsi dan manipulasi politik menghancurkan negeri ini."
Pidato Yono memicu gelombang reaksi di media dan masyarakat. Banyak yang mulai melihat dengan jelas betapa dalamnya jaringan korupsi yang selama ini menggerogoti negara. Meski begitu, ada juga yang tetap skeptis, menganggap ini sebagai permainan politik semata.
Sementara itu, Hendra dan timnya semakin terpojok. Publikasi bukti-bukti korupsi membuat banyak sekutu mereka memutuskan hubungan, takut terseret dalam pengungkapan lebih lanjut. Dukungan untuk mosi tidak percaya yang direncanakan mulai melemah.
"Ini akhir dari kita," desis salah satu anggota tim Hendra dengan putus asa.
Namun Hendra masih berusaha untuk mempertahankan kendali. Ia tahu bahwa kekalahan di titik ini akan menghancurkan seluruh warisannya---bukan hanya karir politiknya, tetapi juga seluruh jaringan bisnis dan kekuasaan yang telah ia bangun selama bertahun-tahun.
"Kita tidak boleh menyerah," ucap Hendra dengan suara keras. "Masih ada cara lain."
Namun di dalam dirinya, Hendra mulai merasakan kekalahan yang tak terelakkan. Semua rencananya yang sebelumnya tampak sempurna, satu per satu berantakan. Rakyat mulai sadar, sekutu mulai mundur, dan waktu semakin menipis.