"Aku tidak akan mundur, Hanafi," kata Yono akhirnya. "Aku sudah membuat janji kepada rakyat. Aku tahu ini akan berat, tapi kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Kalau kita biarkan korupsi merajalela lagi, aku tidak hanya kehilangan jabatan, tapi juga kehormatan."
Hanafi menatap Presiden dengan penuh hormat, meskipun ia tahu jalan di depan akan penuh dengan rintangan. "Baik, Pak. Saya akan pastikan semua persiapan dilakukan untuk menghadapi tekanan ini. Tapi Anda harus siap, mungkin serangan mereka akan semakin keras."
Dengan tekad yang bulat, Yono memutuskan untuk melanjutkan langkah-langkah reformasi yang sudah dimulai. Ia tahu bahwa pertarungan ini tidak hanya tentang dirinya, tetapi tentang masa depan bangsa. Dan ia bersumpah, apapun yang terjadi, ia akan bertarung sampai akhir.
Bab 8: Pertarungan di Balik Layar
Malam itu, di salah satu hotel bintang lima di Jakarta, para tokoh penting dari berbagai partai politik dan pengusaha besar berkumpul dalam sebuah pertemuan rahasia. Di tengah gemerlap lampu kota, mereka sedang merancang skenario yang bisa menggoyahkan pemerintahan Presiden Yono.
Di ruang pertemuan yang dipenuhi dengan percakapan pelan, tampak sosok Rendra, seorang menteri senior yang dikenal sangat berpengaruh dalam kabinet. Ia sedang berbicara dengan beberapa tokoh politik yang memiliki peran penting dalam pemerintahan Yono. Mereka adalah sosok yang sebelumnya mendukung Yono, namun mulai merasa langkah-langkah reformasi yang diambil terlalu berisiko bagi kepentingan mereka.
"Kita tidak bisa membiarkan ini terus berjalan," ujar Rendra dengan nada serius. "Reformasi ini akan menghancurkan kita. KPK sudah mulai memeriksa beberapa kasus yang sangat dekat dengan kita. Kalau Yono terus memperkuat mereka, kita semua bisa hancur."
Seorang pengusaha besar yang memiliki jaringan luas di pemerintahan menimpali, "Benar. KPK seolah-olah sudah dibangkitkan kembali. Padahal, kita sudah berhasil menjinakkan mereka selama beberapa tahun terakhir. Ini bisa menjadi ancaman besar bagi bisnis kita."
Salah satu anggota partai besar, Pak Joko, berbicara dengan nada lebih tenang, namun sarat dengan ketegasan. "Kita perlu mengambil langkah. Jika Yono tidak bisa dikendalikan, kita harus mempertimbangkan opsi yang lebih ekstrem. Ada cara untuk menekan dia."
"Bagaimana caranya?" tanya Rendra. "Jika kita melakukan perlawanan secara terang-terangan, publik bisa balik menyerang kita."
Pak Joko tersenyum tipis. "Ada cara-cara halus. Kita bisa menciptakan krisis politik. Jika situasi negara mulai kacau, Yono akan terlihat tidak kompeten. Lalu kita punya alasan kuat untuk menuntut pengunduran dirinya atau setidaknya mengurangi pengaruhnya."
Rendra dan para pengusaha yang hadir mendengar dengan penuh perhatian. Mereka menyadari bahwa permainan ini adalah tentang kekuasaan dan pengaruh, dan mereka harus memikirkan langkah cerdas yang bisa menekan Yono tanpa terlihat sebagai ancaman langsung.