Di Istana Negara, suasana juga tidak kalah tegang. Setelah pidato besar semalam, Presiden Yono segera memanggil rapat terbatas dengan para menteri dan penasihat terdekatnya. Yono tahu bahwa pidatonya hanyalah langkah pertama, dan langkah-langkah berikutnya akan jauh lebih sulit.
"Pak, kami sudah menerima reaksi dari berbagai pihak," kata Menteri Dalam Negeri, Rahmat, saat memulai rapat. "Sebagian besar mendukung, tapi ada juga yang masih meragukan niat baik kita."
"Saya sudah menduga," kata Yono, sambil menyesap kopi dari cangkirnya. "Mereka tidak salah. Kita belum membuktikan apa-apa. Yang kita butuhkan sekarang adalah aksi nyata."
Wahyudi, Penasihat Politik Utama, menimpali, "Kita harus bertindak cepat, Pak. Jangan biarkan momentum ini hilang. Kita perlu langkah konkret untuk membuktikan bahwa pemerintahan ini serius dalam melakukan reformasi."
Yono mengangguk pelan. "Apa yang Anda usulkan, Wahyudi?"
"Kita mulai dengan reformasi hukum dan perombakan lembaga penegak hukum. Selama ini, rakyat melihat hukum sebagai alat untuk melindungi kepentingan elit, bukan untuk menegakkan keadilan. Kita harus memperlihatkan bahwa kita serius dalam memperbaiki itu."
Rahmat menambahkan, "Saya setuju. Kita bisa memulainya dengan mengganti beberapa pejabat tinggi yang selama ini dianggap tidak kredibel. Kita juga harus memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan memberinya wewenang lebih besar untuk menindak korupsi di kalangan aparatur negara."
Presiden Yono berpikir sejenak. "KPK," gumamnya. "Lembaga itu telah menjadi simbol perlawanan terhadap korupsi, tetapi belakangan kekuatannya justru semakin melemah. Kita harus mengembalikan KPK ke posisi semula---sebagai lembaga yang independen dan tidak bisa diintervensi oleh siapapun."
Wahyudi dan Rahmat setuju dengan usulan itu. Mereka tahu bahwa memperkuat KPK akan menjadi salah satu langkah konkret yang bisa segera diambil untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi. Tapi mereka juga tahu, langkah ini akan menimbulkan perlawanan dari pihak-pihak yang selama ini merasa diuntungkan oleh sistem yang korup.
"Baik," kata Yono akhirnya. "Saya ingin kita memulai reformasi ini secepat mungkin. Kita akan umumkan rencana perombakan lembaga hukum minggu depan. Saya juga ingin nama-nama pejabat yang harus diganti di atas meja saya besok pagi."
Rapat pun berakhir dengan kesepakatan untuk bergerak cepat. Namun, di balik layar, mereka semua tahu bahwa langkah ini bukan tanpa risiko. Banyak pihak di dalam pemerintahan sendiri yang akan merasa terancam dengan reformasi ini.